Chereads / warisan Emak Tonah / Chapter 8 - Chapter 8

Chapter 8 - Chapter 8

Kulihat Emak Tonah mulai sadar, Mas Alan dan Pak dion nampak senang dan memanggil Emak Tonah yang mulai sadar

" Mak.." ucap mereka berdua

" Emak Tonah , Emak sudah sadar?" tanya Mas Alan yang kini tengah mengelus dahi emak Tonah

" Aku panggilkan Dokter dulu " ucap Pak Dion lalu menekan tombol untuk memanggil Dokter

Aku tersenyum lebar, kini Emak Tonah berlahan sudah bisa membuka matanya. Nampaknya Emak Tonah sudah mulai merespon ku

" Alhamdulillah Emak akhirnya mulai sadar, Emak cepat sembuh ya..nanti Emak tak usah bekerja biar Fee yang akan bekerja untuk mmenuhi kebutuhan Emak."

Emak Tonah hanya tersenyum, aku tau kondisi Emak sekarang memang belum sepenuhnya baik, membuka mata adalah cara merespon yang baik, mengingat beliau beberapa minggu ini kata Mas Alan sering tidur dan tak sadarkan diri.

Tap..tap..tap..

Dokter yang tadi tengah memeriksa emak kini kembali memeriksa keadaan Emak yang sudah sadar.

Doktet yang bernama Haris itu merasa aneh , beliau mengatakan ini adalah suatu keajaiaban mengingat tadi kondisinya memang menurun, namun Dokter Haris merasa senang saat ini Emak Tonah seperti mendapatkan dorongan untuk kembali sehat.

" Ini adalah suatu keajaiban Mbak, mungkin Nenek mbak sudah sangat kangen dengan Mbak saat ini, tetap buat Nenek anda bahagia dan tetap berdoa. Nenek cepat sembuh ya." Ucap Dokter Haris dengan tersenyum kepada Nenek

Nenek hanya diam tersenyum, aku melihat Nenek begitu bersih wajahnya saat ini. Aku pun heran kenapa tiba-tiba Emak Tonah sekarang bisa langsung sadar. Tapi benar ini lah keajaiban Tuhan

" kalau begitu saya permisi dulu , nanti kalau ada apa-apa bisa hubungi saya kembali kalau bisa jangan terlalu banyak diajak bicara biarkan beliau istirahat dulu. "

" Baik Dok terima kasih."

" Sama-sama Dok."

Dokter Haris pun berlalu dari hadapan kami.

Aku menatap lekat wajah Emak Tonah yang terlihat sangat lain dari biasanya, wajahnya sangat bersih membuatku sedikit merasakan keanehan yang menyeruak di dada, entah apa artinya itu.

" Syukurlah Emak sudah sadar."

Ucap Alan dengan tersenyum ke arah Emak

" Suruh pak Hadi besok kesini untuk membacakan surat wasiat Emak , cucuku harus segera menerima Warisan dariku segera." Ucap emak Tonah terbata-bata

" Baik Nek. " Pak Dion menimpali

Aku sedikit deg-deg an dengan isi warisan Emak Tonah yang akan dibacakan besok , aku seperti merasakan kenaehan saat Emak Tonah tiba-tiba berbicara tentang warisan ditengah kesadarannya yang barusan pulih.

Apakah ini adalah hari terakhir Emak Tonah?

Deg....

Bersambung

Chapter 9

Sungguh saat ini aku sedang galau, galau dengan karena pada akhirnya aku akan mengetahui isi Wasiat Emak Tonah yang akan dibacakan esok hari, Aku melihat Emak Tonah saat ini terlihat begitu berbeda, wajahnya nampak begitu berseri-seri, tak henti-hentinya beliau tersenyum ke arahku. Tiba-tiba Emak pengen Makan, katanya sangat lapar, aku pun segera mengambil buah yang ada dinakas, aku kupaskan sedikit buah Pir yang hanya makan sedikit saja, aku mentap Emak seperti ada sesuatu yang ingin beliau utarakan .

" Mak, mau makan apa lagi?" tanyaku seraya menyuapkan sepotong pir kedalam mulutnya

" Emak Pengen makan sate kambing." Celetuk Emak

Aku sedikit heran dengan permintaan Emak, makanan seperti itu memang tidak diperbolehkan oleh Penderita Diabetes apalagi Emak juga punya darah tinggi saat ini. Aku pun tak menyetujui permintaan Emak saat ini.

" Yang lain saja ya Mak, makanan itu tak bagus buat Emak, kalau bubur bagaimana?" ucapku dengan nada merayu

" Tapi besok Emak sudah tak bisa makan itu lagi, Emak mau makan sekarang saja dari pada Esok emak tak bisa makan apa-apa." Ucapnya dengan jelas seperti orang tak sakit

Deg..

Tiba-tiba aku merasakan perasaan yang tak enak saat ini, aku seperti merasakan kesedihan yang entah itu apa yang saat ini sedang menyelimuti diriku saat ini

" Emak kok ngomongnya begitu seh, memang gak boleh makan seperti itu dulu Mak kalau Emak sudah sembuh baru bisa makan makanan yang seperti itu."

" Besok Emak sudah sembuh, sekarang pergi belikan Emak sate gih." Titahnya dengan menyuruhku keluar.

Aku menghela nafas panjan, aku tatap Mas Alan dan pak Dion sejenak berharap mereka membantuku untuk membujuk emak Tonah

" Belikan saja Fee, paling hanya dimakan Sepotong saja, lagi pula buat obat pengennya biar cepat sembuh. Ucap mas Alan

" Iya Fee , biar aku dan Alan yang belikan, kamu tunggu saja disini." Ucap Pak Dion

Aku sungguh kaget dengan apa yang mereka katakan, tak salah apa mereka berkata itu ? Bukannya menasehati yang benar tapi malah mendukung keinginan Emak Tonah saat ini. Akupun tak mamlu berkata lagi, mungkin memang saat ini Emak benar-benar pengen makan sate .

Aku menghela nafas lalu akhirnya aku mengangguk, aku menunggu Emak dan Mereka berdua membelikan sate buat Emak.

"Mak sudah sehat?" tanyaku dengan memberikan sepotongvpir ke mulutnya namun ditepis Emak

" Sudah Fee, besok Emak mau pulang."

kata-katanya sedikit ambigu, namun aku tak menghiraukan Emak, mungkin saat inj memang Emak sudah merindukan kampung halamannya karena sudah lama Emak tak pulang ke Rumah.

" Alhamdulillah Emak sudah sehat, nanti kita pulang sama-sama kalau Emak sudah sehat, nanti Fee akan mencari kerja disana sambil merawat Emak."

Ucapku dengan tersenyum kepada Emak

" Kamu tak perlu ikut Emak Fee cukup kamu terima warisan Emak dan laksanakan wasiat Emak."

Aku semakin bingung dengan apa yang Emak katakan . Warisan dan wasiat apa yang harus aku tetima dan aku laksanakan. Aku mencoba untuk bertanya kepada Emak

" Kalau boleh tau apa Isi wasiat Emak dan apa yang Emak wariskan kepada Fee?"

Emak tersenyum ke arahku

" Kamu hanya cukup melaksanakan Wasiatku untuk mendapatkan warisanku yang sangat berharga untukmu juga anak cucu mu nanti."

Aku begitu bingung dengan apa yang kini Emak Tonah katakan.

" Kalau boleh tau aku harus melaksanakan wasiat Emak seperti apa?"

" Cukup cari diantara mereka yang bisa menuntunmu menuju warisanku, aku cukup tua untuk menjagamu cu, umurku sudah berada diambang pintu, tiba saatnya kamu yang akan mewarisi Ilmu untuk mendoakan aku dan kedua Orang tuamu menuju pintu surga. Jadilah wanita yang baik, istri yang baik dan Ibu yang baik."

Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang Emak katakan, mereka ? Aku harus milih salah satubdiantara mereka? Mereka itu siapa. Lalu aku mau menanyakan kembali tiba-tiba Emak Tonah sudah tertidur pulas.

Aku menyelimuti tubuhnya lalu aku tinggalkan Emak untuk melaksanakan Sholat magrib yang hampir mau habis , aku tak sadar melewatkan waktu sholatku saat itu, bergegas aku tinggalkan Emak menuju musholla dekat dengan Kamar Emak, aku ambil wudhu lalu segera aku sholat.setelah itu terdengar suara adzan isya akupun sekalian melaksanakan sholat isya.

Sepuluh menit kemudian aku berjalan menuju ruangan Emak, tak sengaja aku melihat Mas Alan dan pak Dion nampak membicarakan sesuatu. Aku pun berjalan pelan ke arahnya, namun saat mas Alan menyebut namaku, aku segera menghentikan langkah kaki ku. Aku terpaksa bersembunyi dan terpaksa menguping apa yang mereka bicarakan saat ini.

" Ternyata Fee itu adalah warisan Emak yang sangat berharga, aku harap suatu saat nanti kita menghormati keputusan Fee, aku ingin kita tetap menjadi saudara meski salah satu diantara kita bukan pilihannya."

" Tenang Brother dia akan tau siapa yang harus menjaganya nanti." Ucap Pak Dion

Aku sedikit bingung dengan apa yang dikatakan oleh Pak Dion dan Mas Alan, apa maksud semua ini, kenapa warisan dan wasiat Emak mereka dilibatkan .

Aku segera melangkahkan kaki ku menuju kamar Emak, aku lihat mereka berdua nampak menatap ke arahku, aku mencoba bersikap biasa saja. Aku hampiri mereka yang saat ini terlihat sedikit gugup, mungkin mereka tau kalau saat itu aku sudah mendengar percakapan mereka.

" Loh Mas Alan , Pak Dion kok cepet beli sate kambingnya, beli dimana memangnya? " tanyaku dengan memandangi mereka secara bergantian.

" Di depan Fee, dekat kok. Kamu dari Mushollah ya?" ucap Mas Alan

" Iya Mas, maaf lama ya nunggu saya?"

" Ah tidak kok, barusan saja kita nyampek, oh ya sate udah aku taruh nakas." Ucap Mas Alan kembali

" Iya Mas, terima kasih." Jawabku

" Ada satu bungkus nasi uduk buat kamu makan Fee, malam ini kamu belum makan." Pak Dion menimpali

Sedikit kaget seh kala pak Dion membelikan nasi uduk buat aku.

" Terima kasih Pak Dion." Jawabku

" Kalau begitu kita permisi dulu Fee , kita mau cari kopi dan makan dulu diluar." Ucap Pak Dion kembali

" Iya pak, Mas silahkan. "

Mereka pun berlalu dari hadapanku, setelah itu aku bergegas menuju kamar Emak Tonah. Saat aku buka pintu kamar, terlihat Emak masih tertidur, aku pun segera mengambil nasi uduk yang dibelikan Pak Dion kepadaku.

Aku segera makan nasi uduk yang sudah aku buka di meja sofa yang ada depan ranjang Emak.

Perlahan aku masukkan nasi kedalam mulutku hingga akhirnya nasi uduk yang aku makan telah habis. Setelah itu , aku perlahan menuju tempat duduk dekat Emak, aku cium krning Emak dan aku cium tangan Emak Tonah.

Perlahan aku mataku mulai berat, rasa kantuk mendera akhirnya aku memutuskan untuk merebahkan diriku di sofa hingga akhirnya akupun terlelap dengan nyenyak.

Bersambung..

Hai readers dukung karya Novel aku ini ya, nantikan kelanjutan cerita warisan Emak Tonah esok hari ya

Chapter 10

Klontang..

Aku terkesiap saat aku tiba-tiba mendengar suara benda yang jatuh saat itu, segera aku bangun dan mengucek mataku , samar-samar aku melihat dua sosok lelaki yang kini berada tepat di hadapan ku. Aku pun terlonjak kaget karena mereka berdua menunduk saat aku bangun dan terduduk di sofa panjangku.

" Loh Mas Alan dan Pak Dion, kenapa kalian menunduk seperti ini?" tanyaku dengan sedikit memundurkan badanku dari wajah mereka

Mereka tak langsung menjawabku, aku lihat keduanya mulai membetulkan posisinya menjadi berdiri dan Pak Dion segera menjauh dari Kami. Aku merasa sangat hetan dengan tingkah mereka saat ini, Bos dan bawahan sama-sama berada di Rumah sakit sampai selarut ini.

" Emm, Anu..tadi aku tak sengaja menjatuhkan piring , maaf ya.."

Ucap Mas Alan gelagapan

" Untung bukan Beling mas, asa-ada saja kamu ini." Jawabku dengan mulai mengambil piring yang jatuh dibawah kursiku.

" Kamu gak istirahat di Kontrakan saja Fee ?."

Tanya Mas Alan dengan menatap ku

" Gak usah Mas, saya niatnya kan jaga Emak Tonah bukan Istirahat." Jawabku sambil duduk di kirsi sofa kembali

" Kamu juga perlu istirahat Fee, lebih baik kamu Istirahat di Kontrakan nanti biar Mas dan Pak Dion yang jaga Emak."

Serius ? Mereka berdua mau jaga Emak? Seistimewahkan Emak dihadapan mereka? Sungguh tak masuk diakal .

" Loh kok jadi Mas Alan dan Pak Dion yang hatus jaga Emak, bukankah Emak Tonah itu Nenek aku?" Jawabku dengan kaget

" Bukan begitu Fee, Emak Tonah juga bagian dari kami karena beliau sudah memberikan wasiatnya kepada Kami." Jawab Pak Dion tiba-tiba

Aku bingung pikiranku melayang-layang dengan apa yang mereka katakan, saat ini aku bahkan tak menemukan jawaban dsri pertanyaanku.

" Aku bingung loh dengan Wasiat Emak Tonah yang dititipkan kepada Mas Alan dan Pak Dion, apa bisa aku sedikit saja menerima bocorannya."

Aku melihat Mas Alan dan Pak Dion saling berpandangan, mereka seakan masih enggan untuk mengatakan, aku seperti dihadapkan tentang teka teki yang harus aku jawab sendiri.

" Besok pagi kau juga akan tau, sabar saja Fee." Jawab mas Alan

Aku hanya mengangguk pasrah, segera aku langkahkan kakiku menuju bangkar Emak Tonah, nampak dia terlihat terridur pulas, sesaat aku melihat jantungnya apa masih berdetak dan perutnya apakah masih bergerak, ternyata masih. Aku langsung menghembuskan nafasku lega.

Tak lama setelah itu Pak Dion mendekati diriku dan berdiri di dekat ku.

" Emak Tonah adalah Sosok Ibu yang baik, yang bisa mengayomi dan menyayangi sepenuh hati." Ucapnya dengan tersenyum

Aku langsung mendongak ke wajah Pak Dion, bagaimana dia bisa mengatakan itu tentang Emak Tonah, apakah dia ini adalah anak majikan Emak sewaktu bekerja? Aku sempat berpikir dalam hati

" Bapak Sepertinya cukup kenal dengan Emak Tonah, apa Pak Dion adalah Anak yang beliau rawat sewaktu bekerja? "

" Beliau merawatku sejak aku berusia delapan tahun dan merawat alan sejak dia berusia sepuluh tahun."

Ucapnya dengan tersenyum

Aku benar-benar kaget saat itu, apakah mereka bersaudara? Tapi tak nampak wajah mereka ada kemiripan.

" Apa kalian bersaudara?"

" Saudara Tiri, dia kakakku dan aku adik tirinya."

Aku sedikit terkejut saat mengetahui mereka ternyata saudara tiri.

" Tapi Kenapa dia memanggilmu Pak Dion? Bukankah seharusnya dia memanggilmu nama saja atau dik? " tanyaku

" Dia tidak mau identitas tentang dirinya sebagai CEO perusahaan diketahui banyak orang, makanya dia menyembunyikan identitasnya dari semua orang dan aku yang menggantikan posisinya."

Sejenak aku merasa kagum dengan mas Alan yang rendah hati.

" Tapi kenapa pak Dion tak merahasiakannya dari aku?"

" Karena kau salah satu bagian dari kami."

" Maksudnya?" aku memkncingkan sebelah alisku

" Kamu adalah warisan Emak Tonah yang dititipkan kepada kami dan kamu harus melaksanakan wasiat Emak Tonah nantinya, kamu harus bisa menentukan pilihan hidupmu disaat Emak Tonah nanti tak lagi bisa menjagamu."

Melaksanakan Wasiat Emak Tonah denvan menentukan pilihan hidupku? Aku benar-benar tak mengerti apa maksud semua ini.

" Kau jangan banyak berpikir terlalu keras, besok kau juga akan tau. " ucapnya dengan terkekeh

Aduh melihat dia tersenyum seperti itu hatiku merasa meleleh Mas Alan dengan wajah gantengnya dan Pak Dion dengan wajah wibawahnya.

" Hmm.. Kau sudah buka kedokku ternyata. "

Tiba-tiba aku dengar suara bariton mas Alan di belakang ku.

" Hehehe..tak apalah Brother, dia juga bagian dengan kita." Ucap Dion dengan menepuk pundak Alan

" Kamu nampaknya makin akrab saja." Celetuk Alan

" Santai Bang, kamu juga yang biasanya selalu dekat dengannya. Apalagi sudah tinggal bersamanya."

Aku sedikit salah tingkah dengan tingkah mereka, sungguh kali pertama aku melihat mereka nampak akrab dan tak seperti hari -hari sebelumnya, tapi aku cukup senang akhirnya mereka berdua bisa terbuka denganku. Jadi kalau ada apa-apa aku tak sungkan untuk bertanya kepada mereka.

" Kalian apa tidak sebaiknya pulang saja? Besok datang pagi kesini bawahkan aku baju ganti Mas Alan." Ucapku dengan tersenyum malu

" Iya kami mau pulang, lagian mau tidur dimana, gak baik perempuan sendiri ditemani dua laki-laki. " ucap Alan

" Hmmm iya lagi pula juga gak ada alas dan bantalnya." Tukasku

" Oke kalau begitu kami pamit dulu ya. Esok kami akan kesini lagi." Ucap Mas Alan

" Iya mas, silahkan ..hati-hati dijalan." Ucapku dengan berdiri

" Iya Fee, jangan lupa kabari kalau ada apa-apa. " ucap Mas Alan

" Ya Mas."

Setelah itu mereka mulai berlalu dari kamar Emak Tonah segera aku tutup pintunya dan mulai melanjutkan tidurku kembali di kursi sofa.

....

Jam begitu cepat terlewati tepat pukul tujuh pagi aku yang sudah selesai membersihkan diri kini menunggu pakaian gantiku yang akan dibawah Mas Alan hari ini. Aku duduk di Sofa sambil menunggu Emak Tonah bangun dari tidurnya. Tak lama kemudian ada seorang perawat membawah sarapan untuk Emak Tonah, dia meletakkan nampan yang berisi menu sarapan Emak di Nakas, segera aku menuju kursi dekat bangkar Emak Tonah, aku mencoba membangunkan Emak saat ini, satu menit dua menit hingga sepuluh menit berlalu namun Emak tak kunjung membuka matanya. Aku merasa panik saat ini, segera aku memencet tombol untuk memanggil Dokter.

Tak lama kemudian Dokter pun datang, beliau memeriksa kondisi Emak Tonah di senteri Mata Emak yang lagi terpejam, setelah itu dicek gula darahnya ternyata Gula darah Emak saat ini drop, dokter segera memberikan suntikan lewat infus.

" Dok, bagaimana keadaan Nenek saya?" tanyaku dengan panik

" Maaf Mbak, keadaan Nenek Mbak mengalami Drop, mbak berdoa saja supaya Nenek Mbak cepat sembuh. "

" Apakah nenek saya akan baik-baik saja setelah ini Dok?" Tanyaku dengan berlinang air mata

Dokter tak langsung menjawab pertanyaanku sejenak aku lihat Dokter itu menghembuskan nafasnya panjang, lalu perlahan dia menggelengkan kepalanya. Pertanda memang tak ada harapan bagi Nenek ku Emak Tonah untuk sembuh.

Sekujur tubuhku terasa lemas saat ini, sulit bertumpu diatas kaki ku saat ini namun aku mencoba untuk tetap tegar.

Setelah Dokter menyuntikkan obat kedalam infus Emak Tonah , Dokter segera pamit pergi . aku pun duduk di kursi dekat Emak Tonah, kuraih tangannya lalu kucium lembut punggung tangannya.

Mataku kini luluh , aku terus berbicara pada Emak, berharap beliau akan meresponku.

Tak lama kemudian , Mas Alan dan Pak Dion datang kesini. Mereka kaget melihatku nagis sesegukan, segera Mas Alan menghampiri diriku

" Ada apa Fee, kenapa kau menangis?"

Ucap mas Alan dengan beejongkok kearahku.

" Emak Tonah Sepertinya kritis, Saat ini kondisinya Drop."

" Apa?" tanya mereka berdua kaget

" Bukankah kemarin masih baik-baik saja?" tanya Pak Dion merasa heran

" Iya, aku juga tak tau Pak, tiba-tiba saja Nenek gak bangun-bangun tadi pagi." Ucapku dengan terbata-bata

Tak lama kemudian Emak Tonah mulai menggerakkan tangannya lalu dia seperti ingin mengatakan sesuatu saat ini namun suaranya tak terdengar, tetpaksa aku meletakkan kupingku mendekati mulut Emak Tonah

" Sudah saatnya bacakan wasiat ku." Ucapnya saat itu yang aku ikuti apa yang Emak katakan

Mas Alan dan Pak Dion lalu menatap ke arahku

" Fee, mungkin ini sudah saatnya kamu harus tau apa Wasiat dan warisan Emak Tonah."

Ucap Mas Alan saat itu

" Aku akan menghubungi Pak Haris untuk secepatnya datang kesini. " Lanjut Pak Dion

" Bacakan selagi aku masih hidup." Ucap Emak dengan nada suara mulai melemah

Deg..

Bersambung..

Hai para Readers tetap dukung dan beri konstribusi untuk karyaku ini ya, semoga semakinenarik cerita kedepannya. Tetima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti ceritaku sampai disini

Happy reading