" Fee, kok diam saja seh, cepat bawah kesini minumannya."
Ucap Nek Ratih langsung membuyarkan lamunanku. Duh malunya aku saat ini saat tiba-tiba lelaki itu menatapku dengan senyuman manisnya.
" Ah pria sangat meresahkan pikiran dan hatiku." Aku bergumam dalam hati
Segera alu mrlangkahkan kaki untuk memberikan teh itu kepada masing-masing orang yang ada disana, Nek Ratih, Satu pria dengan stelan kemeja warna abu dan saat aku memberikan cangkir tepat dihadapan pria yang memakai kemeja warna navy tiba-tiba saja cangkir itu tumpah begitu saja ke paha pria itu.
" Aw..panas.." pekiknya
Aku langsung panik dan tanpa basa basi langsung berjongkok bermaksud melap paha yang ketumpahan teh yang aku bawah kan itu dengan bagian bawah baju atasanku yang aku aku pakai.
Aku gosok-gosok pahanya dengan baju bawah atasanku mirip menggosok lampu ajaib aladin.
Namun di tengah kegiatanku itu tiba-tiba saja aku tak sadar menggosok pahanya sampai ke atas, membuat si empunya seperti menahan sesuatu dengan wajah yang sangat memerah.
" Hentikan kamu menggosok pahaku seperti ini, kamu membuatku tersiksa saja."
Ucapnya dengan nada sangat jelas
Sekejap aku menghentikan gerakan tanganku , lalu aku mendongak ke atas, aku lihat wajah Pria itu sudah merah padam karena ulah ku
" Kau bukan saja membuat ku tersiksa namun kamu akan membangunkan sesuatu yang tak seharusnya bangun diwaktu yang tak tepat."
" Maaf Om, eh Pak apa itu?" tanyaku tanda tak mengerti apa yang dimaksud
Ia langsung membisikkan sesuatu di telingaku yang membuatku cukup tercengang
" Burungku Nona Shafeeya , apa kamu mau tanggung jawab nantinya?"
Blush...
Wajahku seketika merah padam, bodohnya diriku bertanya seperti itu, aku merutuki kebodohanku sendiri. Aku langsung berdiri menjauh dan segera melangkahkan kaki ku ke arah dapur untuk mengganti minumannya yang tumpah tadi. Om Arul yang melihat interaksi kami seketika mengekoriku ke dapur.
" Apa yang dia katakan kepadamu?"
Ucap Om Arul saat aku melakukan kegiatanku membuat teh untuk lelaki tadi yang belum sempat aku berkenalan
Aku sengaja tak menghiraukan ucapannya, aku tak mau nanti membuatnya salah paham dan akan membuat onar nantinya.
" Feeya, kenapa kamu tak menjawab pertanyaanku, hmm? "
Kali ini ia mengucapkan dengan sedikit nada marah
" Bukan apa-apa Om, tak perlu khawatir. "
Ucapku dengan menghadap ke arahnya
" Kamu jangan bohong!."
Ucapnya kali ini dengan melangkahkan kakinya menuju ke arahku, pelan-pelan dia mulai mulai maju hingga aku tak bisa bergerak kemana-mana karena tubuhku sudah mentok berdiri di belakang kompor. Ia lalu mengapitku dengan kedua tangannya disisi kanan dan kiri aku berusaha menahan tubuhnya yang kini sudah mendekat.
" Om, lepaskan tolong jangan begini."
Aku berusaha untuk mendorong tubuhnya kebelakang namun tak bisa
" Fee..."
Ah sialan dia mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku, seperti mau menciumku
" Om jangan mesumin aku." Mohonku di tengah isakanku
Namun ia tak mau mendengatkan aku , hingga akhirnya tiba-tiba
" Ehem..."
Suara deheman dari arah dapur terdengar, lelaki yang ketumpahan teh ku tadi kini mulai mendekat ke arah kami sehingga menghentikan Om Arul melancarkan aksinya untuk mencium ku tadi, sontak aku mendorong tubuhnya hingga terhuyung ke belakang meja makan, pinggangnya tak sengaja mengenai sudut meja makan hingga ia memekik kesakitan
" Aww..fee sakit." Ucap Om Arul dengan memegang pinggangnya
Aku segera berlari menjauh darinya, lelaki itu melihat ke arahku yang terlihat ketakutan, ia sepertinya tau jika Om Arul berbuat macam-macam kepadaku.
" Maaf, Toilet dimana ya? Celanaku sepertinya lengket kena tumpahan tehmu tadi, aku mau mengganti celanaku." Ucapnya dengan wajah biasa saja
" Disebelh sana om lurus saja lalu belok kiri." Ucapku dengan gerakan tangan mengarahkan rute arah Toilet Rumah ini
" Hmm bisakah kau mengantarkanku saja?" pintanya sembari menatap wajahku dengan tajam
Aku pun seperti menerima sinyal jika dia bermaksud untuk menjauhkan aki dari Om Arul saat ini
Aku pun mengangguk dan berjalan kedepan untukengantarkannya ke arah Toilet, dia pun mengekoriku dari belakang. Sedangkan Om Arul yang melihat kami hanya bisa mendengus kesal .
Tak butuh lama, Pria itu pun keluar dari Toilet setelah mengganti celana lamanya dengan celana yang baru. Ia lalu menenteng celana kotornya yang ditaruh di kresek warna hitam.
" Siapa namamu?" ucapnya dengan tersenyum ke arahku
Senyuman yang membuat debaran jantung tak menentu itu.
" Nama aku Shafeeya panggil saja Fee pak, bukannya Bapak sudah tau namaku dari Emak Tonah?." Ucapku menunduk
" Aku sudah tau namamu, hanya memastikan saja dari orang nya langsung." Ucapnya dengan tersenyum
Aduh makin greget sama dia , kenapa seh dia kalau senyum mengalihkan cicak merayap didinding.
" Nama Bapak siapa?" aku pun bertanya balik kepadanya
" Memangnya aku Bapak Kamu? Namaku Alan, panggil saja Mas Alan. Dan yang disana adalah Dion Bos aku." Ucap nya dengan menjelaskan
Aku merasa tak percaya kalau si Dion itu adalah Bosnya, karena dari cara bicara dan juga pembawaannya Alan lebih cocok jadi Bos.
" Siapa dia yang bebuat jahil kepadamu tadi di dapur? "
Deg..
Aku sedikit tersentak dengan apa yang dia katakan tadi, pasti saat Om Arul berbuat tak senonoh tadi dia sudah melihat sebelumnya. Wah gawat, bagaimana nanti kalau Alan cerita kepada Nek Ratih? Ini tidak boleh terjadi bisa jadi nanti aku yanh di fitnah seperti cerita novel yang sering aku baca.
" Mas Alan tolong ya jangan cerita ini sama Ibu dia Om Aku, aku sudah berusaha untuk menghindar namun dia terus mendekatiku." Mohonku dengan memelas
" Kenapa tak boleh cerita? Dia kan sudah berlaku kurang ajar kepadamu?"
Kali ini aku langsung panik, aku meremas ujung bawah atasanku yang aku pakai
" I-iya mas, nanti kalu Mas Alan cerita bisa-bisa Om Arul memutar balikkan fakta, aku yang menggodanya dan Ibu bakal menuduhku yang macam-macam. " terangku dengan isak tangisanku
Alan seketika menatapku dengan iba, ia memberikan sapu tangnnya ke arahku
" Jangan menangis, hapuslah air matamu. Aku akan cerita bukan kamu yang cerita, hari ini aku akan membawahmu keluar dari Rumah neraka ini. "
Ucapnya dengan melangkahkan kakinya keluar.
" Mas..Mas Alan tolong jangan bilang sama Ibu ya Mas."
Ditengah langkah kaki kami aku terus memohon kepadanya agar tak mengatakan apapun ke Nek Ratih, namun tak di gibrisnya.aku mulai ketakitan, aku terus saja memohon hingga saat kami tiba di Ruang tamu aku langsung tak berani berkata apa-apa.
" Pak Dion bisa bicara sebentar?"
Alan memanggil bosnya
Dion hanya menganggu dan melangkah keluar, diikuti dengan Alan yang mengekorinya.
Sejenak aku was-was, aku menatap Wajah Nek Ratih yang kini sedang menatapku tajam, ia sepertinya mengisyaratkan sesuatu yang akan terjadi saat ini, aku terlihat gelisah begitu juga dengan Om Arul yang nampak begitu cemas .
Akankah nanti akan ada perang keluarga? Pikiranku terus saja melayang tak karuan.
Aku mencoba untuk tetap tenang, aku mulai duduk di depan arah Nek Ratih yang saat ini sedang mengipasi dirinya dengan kipas kebesarannya.
Akhirnya tak lama mereka keluar mereka pun segera masuk kembali kedalam Rumah.
Kini Dion membawah sebuah map dan Koper besar tak tau apa isi nya.
" Maaf telah menunggu lama."
" Ah tidak apa-apa Pak Dion." Jawab Nek Ratih sumringah setelah melihat Dion bawh koper besar
" Begini, kedatangan saya kemari untuk mengurus warisan Emak Tonah yang dititipkan kepada anak buah saya Alan."
Aku tak mengerti kenapa Emak Tonah seperti Orang Penting saja saat ini warisan dititipkan kepada Bosnya si Alan? Aku jadi bingung
" Hubungan Kami cukup dekat, Emak Tonah punya Warisan yang sangat berharga yang harus diberikan kepada ahli Waris satu-satunya yaitu Nona Shafeeya, terlepas dari itu Nona Shafeeya harus menanda tangani dokumen penting yang saya bawah dan selanjutnya saya akan memberikan Uang 500 juta kepada Ibu Ratih untuk pelunasan Hutang Nona Shafeeya dengan perjanjian surat sertifikat harus benar-benar diambil ."
" Cih, Kakak ku memang punya warisan dari mana sampai punya uang sebanyak itu." Celetuk Nek Ratih merasa tak suka
" Ibu Ratih tidak perlu tau dari mana, kalau Ibu Ratih tak berkenan menerimanya tidak apa-apa , uang dalam koper ini saya masukkan kembali."
Ucap Dion dengan mengambil tas kopernya yang diletakkan di meja Ruang tamu.
Nek Ratih yang saat itu melihat Dion akan membawah kopernya seketika panik
" T-tunggu, kenapa kopernya dibawah ? Aku akan menerimanya, letakkan aku akan mrngambil sertifikatku di bank besok, sebagai bukti akan aku video saat pengambilan nanti." Jawab Nek Ratih dengan cepat
" Bagus, sekarang Ibu Ratih juga harus menandatangani ini. Perjanjian melepaskan Shafeeya dan ikut kami untuk bertemu dengan Emak Tonah, selanjutnya dia akan mrngikuti petunjuk warisan dari Emak Tonah." Ucap Dion dengan tersenyum smirk
Brak..
Meja langsung di gebrak oleh Om Arul yang saat itu sedang mendengarkan mereka
" Apa-apaan ini, mana mungkin kau bisa mengambil Shafeeya. Dia tak akan kemana-mana."
Om Arul sedikit menaikkan intonasi nada suaranya saat itu, dia marah saat Dion mengatakan akan mengajakku oergi dari sini.
Om Arul lalu berjalan menuju ke arahku yang saat ini sedang mematung, aku dipeluknya seketika. Reflek aku memberontak karena ia melakukannya dihadapan mereka semua
" Om Arul apa yang kamu lakukan, lepaskan om." Pekikku dengan memberontak
Nek Ratih yang melihat kami seketika murka
" Arul apa yang kamu lakukan, hentikan krlakuan tidak warasmu itu." Nek Ratih menunjuk ke arah anaknya
" Tidak Ma, aku tidak akan melepaskan Shafeeya.. Dia milikku."
Ucapnya dengan mata memerah dan mengeratkan pelukannya
" Hentikan , apa maksudmu dia itu bukan adik kandungmu lepaskan dia, biarkan dia pergi dan bertemu dengan Nek Tonah. "
Ucap Nek Ratih dengan marah
Nek Ratih agaknya tak mengerti apa yang dirasakan Putra nya terhadapku saat ini.
Aku menangis saat itu, pikiranku kalut hingga akhirnya Alan tiba-tiba datang kearah kami lalu menghempaskan tangan Arul yang memelukku.
" Lepaskan dia, tidakkah kau melihat saat ini Fee ketakutan?"
Ucap Alan dengan menarikku kearah belakang tubuhnya.
" Kau tak punya hak, kembalikan dia kepadaku." Ia mengeratkan giginya menandakan dia sangat marah
" Kau Om gila, tak sepantasnya kau bertindak melecehkan keponakanmu sendiri."
Deg..
Hal yang aku takutkan terjadi, Alan menceritakan secara gamblang, aku lihat ekspresi Nek Ratih begitu kaget saat itu.
" Apa?! Dia melecehkanmu?" tanya Nek Ratih tak percaya
" Iya dia memeluk dan mencium krponakannya sendiri saat tak ada Bu Ratih. Aku melihatnya sendiri tadi."
Jawaban Alan mmebuatku tercekat, aku ketakutan dan hanya bersembunyi dibalik tubuhnya yang besar saat ini.
" Dasar kau Arul, apa salah didikanku kepadamu? Kau tumbuh bersama dia, dia itu keponakan mu."
" Aku tak peduli Ma! Aku mencintai dirinya."
Plaaaakk!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Om Arul
Om Arul tak perduli dia hanya mengelus pipinya brkas tamparan dari Nek Ratih, sungguh aku tak menyangka jika Nek Ratih akan membelaku saat itu.
Dengan segera Nek Ratih mengambil dokumen dari Dion, lalu dia menandatanganinya dan diambil sebuah photo copy ktp yang sudah ia siapkan dan diberikan kepada dion setelah dokumen itu selesai ditanda tangani.
" Aku sudah menandatangani ini, cepat bawah pergi dia, aku tak mau anakku rusak otaknya gara-gara dia masih berada disini."
" Kau Shafeeya cepat pergi dan bawah barang-barangmu segera."
Bi Ratih terlihat sangat marah saat itu. Akupun segera mengambil semua barang-barangku dan langsung mendekat ke arah Alan namun langkahku terhenti saat Om Arul memelukku dari belakang,
" jangan pergi Fee , jamgan tinggalkan Om."
Aku hanya diam dan berusaha melepas tangannya dari perutku, namun ia tak bergeming hingga Nek Ratih menghamipirinya dan memukul punggung om Arul dengan kipas yang selalu dibawahnya. Dia tak perduli, malah semakin memelukku erat, hingga akhirnya Alan melepas tangannya dengan paksa..ia mendorong Om Arul hingga terjungkal ke belakang. Tubuhnya jatuh dan dia mulai menangis seperti anak kecil.
Aku melihat Om Arul sedikit tak tega, tapi kelakuannya membuatku semakin jengah. Aku terus dibawah ke arah Dion dan menginstruksikan untuk segera membawahku keluar.
" Jangan mesum sama keponakan sendiri. Pwrbuatanmu itu bisa berurusan panjang dengan hukum." Ucap Alan sebelum keluar
" Bajingan, kau tak berhak membawah Feeya..Feeya jangan tinggalkan Mas Fee..mas sayang sama kamu. " teriakan Arul meraung dari ruaang tamu.
Aku tak perduli lagi, aku segera masuk kedalam mobil. Aku berharap drama penjemputan ini segera berakhir .
Aku duduk di belakang sedangkan Dion dan Alan berada di Depan dengan Dion yang mengemudikan mobil berwarna Hitam itu.