Chereads / warisan Emak Tonah / Chapter 4 - Chapter 4

Chapter 4 - Chapter 4

Dag dig dug, begitu lah aku rasakan jantungku yang tak karuan saat berada dalam mobil hitam daat ini. Entah kenapa aku seperti linglung saat ini, harapan untuk keluar dari Rumah Nek Ratih secara baik-baik tak aku dapati saat ini, aku resah memikirkan Nek Ratih dan juga Om Arul saat ini. Tante Vio kebetulan saat itu masih Kuliah jadi tak sempat aku pamit kepadanya.

Sepanjang jalan aku hanya mendengar suara Alan dan juga Dion yang entah mereka berdua membicarakan apa, aku tak menghiraukan mereka. Yang aku pikirkan saat ini aku segera bertemu dengan Emak Tonah yang terbaring tak berdaya akibat penyakit Diabetesnya. Di hari terakhir hidupnya nanti aku berharap bisa mendampingi nya untuk yang terakhir kalinya.

" Ehem...ehem.."

Terdengar suara deheman entah dari siapa saat itu, segera aku tegapkan tubuhku yang semula bersender dikursi bangku belakang.

" Kau sudah makan ?" Tanya Dion yang sedang menyetir Mobilnya

Aku hanya menggelengkan kepala dan menggigit bibir bawahku.

" Kita berhenti di Rest Area depan sana, kita makan siang dulu dan mengistirahatkan tubuh sejenak."

Ucapnya dengan menunjuk kearah depan dengan telunjuknya.

" Iya Mas."

Tak lama kemudian, mobil pun sampai di Rest Area . Kami bertiga segera turun dan menuju Restoran cepat saji fried chicken yang ada Rest Area.

" Kamu mau paha, dada apa sayap?"

Tanya Dion ke arah ku yang sedikit bingung dengan menu yang ada papan menu Restoran ini

" Hmm paha saja Mas."

" Minumnya?"

" Air mineral saja."

Dion pun segera memesan makanan, sementara aku dan Alan berjalan menuju kearah tempat duduk yang didekat jendela. Kami duduk sambil menunggu makanan kami datang, Tak lama kemudain Dion sudah membawah sebuah nampan besar berisi makanan kami. Diberikannya satu persatu Ayam dan minuman pesanan kami, aku sedikit heran Dion itu kan Bos kenapa dia seperti bawahan ya saat ini.

" Makan lah, perjalanan kita masih jauh." Ucap Dion dengan meneguk minumannya

" Memang kita akan kemana? " tanyaku agak membingungkan

Dion dan Alanpun saling memandang bingung dengan pertanyaanku

" Ehmm, maksud saya kita akan ke kota mana?"

" Jakarta." Jawab mereka serempak

Aku hanya manggut-manggut saja, aku selama inj tak mengetahui Emak Tonah jauh-jauh bekerja jadi ART di luar kota yang cukup jauh dari kotaku surabaya.

" Kau sudah pernah kesana?" tanya Alan menatap ku

Aku hanya menggelengkan kepala , selama ini jangankan kota jakarta pusat kota ku saja aku jarang kesana. Ya, sejak aku ikut Nek Ratih Ruang lingkup gerakku terbatas, boro-boro pergi ke Bioskop atau ngemall sekedar makan bakso di luar aku jarang, kecuali pacarku yang ngajak keluar . Nek Ratih tak pernah memberiku uang lebih meski kiriman dari Emak Tonah itu menurutku lebih-lebih.

" Nanti akan aku ajak kamu keliling kota, setelah Emak Tonah sembuh dari sakitnya, kita berdoa saja ya." Ucap Alan yang sedikit mwnghiburku

" Kalian jangan bicara terus, cepatlah makan. Al apa kita akan menginap dulu di Hotel?"

Tanya Dion kepada Alan

Aku makin aneh dengan sikap Dion , setiap akan melakukan sesuatu dia selalu bertanya sama Alan.

Saat aku tak sengaja menatap Dion, tiba-tiba Alan seperti mrmberikan sebuah kode ke arahnya, aku tak menghiraukan dirinya, saat ini aku hanya konsentrasi untuk segera menghabiskan makananku.

" Ehem, kita akan menginap di Hotel nanti malam, setelah makan mita akan melanjutkan perjalanan." Ucapnya singkat lalu beranjak pergi meninggalkan kami

Aku sedikit bingung, Dion seperti sengaja meninggalkan kami berdua, mungkin karena dia Bos jadi tak nyaman bila berada didekat bawahnnya.

Aku sudah menyelesaikan makananku begitu juga dengan Alan, setelah itu kami langsung keluar menghampiri Dion yang sudah berdiri di samping pintu kemudi mobilnya. Seperti halnya yang dilakukan kebayakan Pria, saat menunggu dan mengusir kebosanan selalu merokok disela-sela kegiatannya.

Saat melihat kami ke arahnya segera ia mematikan rokoknya dan segera langsung masuk kedalam kursi kemudinya, Alan pun masuk sebelah pintu samping kemudi sedangkan aku duduk di belakang sendiri.

Setelah kami semua sudah masuk, segera ia lajukan mobilnya membelah jalanan .

....

Pukul sepuluh malam, akhirnya kami sudah sampai di sebuah Hotel , kami pun segera turun. Dan masuk kedalam Hotel, aku dan Alan menunggu di Ruang tunggu sedangkan Dion memesan kamar untuk kami.

Tak lama kemudian Dion memanggil kami dan memberikan sebuar key Card kepada kami masing-masing. Syukur lah kamar kami bertiga satu lantai saat itu.

Ting..

Suara pintu lift terbuka, segera aku dan dua lelaki itu keluar dan menuju kamar kami masing-masing. Aku segera ke kamar mandi dan segers membersihkan diriku saat ini. Setelah itu aku segera memakai babydol celana panjang yang sudsh aku siapkan di tas ganti.

Tak lupa aku melaksanakan kewajibanku untuk sholat Isya. Ya, meski dalam perjalanan aku selalu tak lupa kewajibanku untuk melaksanakan sholat lima waktu.

Setelah ritualku selesai , aku sejenak mrlihat ponselku yang sejak tadi tak ku sentuh.

Aku begitu tercengang dengan 30 panggilan tak terjawab dan juga 25 pesan belum aku buka. Perlahan aku buka notif panggilan tak terjawab, aku lihat nama-nama yang ada , Tente Vio, Viko, Fandi, gali dan terakhir Om Arul.

Satu persatu aku buka pesan yang masuk dari aplikasi hijauku, pesan dari mantan-mantanku, tante Viona dan terakhir Om Arul. Mereka menanyakan keberadaanku, tanya apakah aku benar telah pergi, kapan aku kembali , rindu dan maaf itulah isi pesan mereka. Namun saat aku baca pesan dari Om Arul aku sedikit takut untuk membacanya.

[" Lebih baik aku mati saja fee, dari pada aku harus jaih darimu."]

[ " Kamu sungguh tega meninggalkanku disini Fee."]

[ " Kemanapun kamu pergi aku bisa menemukanmu Fee."]

Tak lama kemudian suara deringan telepon terdengar aku lohat nama dibalik layar ponselku. Om Arul yang saat ini menghubungiku, aku tak mengangkat teleponnya aku biarkan saja sampai deringan telepon itu mati dengan sendririnya.

Sedikit pengap akhirnya aku memutuskan untuk meraih jaket dan keluar kamar untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Saat aku keluar tiba-tiba Alan muncul dari balik pintu kamarnya, ia nampak melihatku yang sedikit gelisah saat ini, ia lalu menghampiri diriku.

" Malam-malam kenapa keluar kamar?" tanya nya dengan menatap wajahku

Jujur aku sedikit kik kuk saat berdekatan dengannya, Pria ini begitu membuat resah jantungku.

" Emm, anu..aku..aku hanya belum bisa tidur saja." Jawabku dengan grogi

" Mau aku temani nyari yang hangat-hangat di depan?" tawarnya

Aku hanya mengangguk saja. Jalan sebrang Hotel terlihat banyak penjual jajanan saat kami melintas tadi.

Dia pun segera melangkah menuju lift yang aku ekori dari belakang.

Sampai di pintu lobby Hotel, aku diajak berjalan kaki menyebrangi jalanan besar, aku cukup takut saat menyebrang sehingga Alan menggandeng tanganku. Saat sampai di sebrang jalanan ia melepas tanganku lali kami berjalan beriringan. Kami berjalan diantara para penjual makanan, langkah kami berhenti saat melihat Martabak manis .

" suka martabak?" tanyanya dengan menatap ke arah ku

" Suka, tapi aku.." omonganku terpotong saat ia menawarkan rasa martabak manis kepadaku

" Mau rasa apa?"

" Coklat pisang keju." Jawabku cepat

" Coklat pisang keju satu pak coklat kacang keju satu." Ucap Alan kepada penjual martabak

" Oke mas ditunggu ya." Ucap penjual martabak

Kami pun duduk di kursi yang sudah disiapkan oleh pedagang martabak manis.

" Mas aku tak pu...." ucapku terpotong

" Aku yang bayar, kau tak usah cemas. " ucapnya dengan tersenyum

Aku hanya terdiam menunduk malu. Ya , aku tak begitu banyak membawah bekal uang karena aku memang tak ada pemasukan, aku dilarang bekerja karena harus mengurus Rumah saat Tante Vio, Om Arul bekerja, Nek Ratih selalu pergi keluar yang entah kemana aku sendiri tak lernah tau.

Tak lama kemudian pesanan kami pun telah siap, dan Alan segeraembayar pesanan kami lalu mengajakku kemabli masuk kedalam Hotel.

Saat tiba di lobby ia mengajakku duduk di teras Hitel. Disana kami menikmati martabak manis yang kami pesan.

" Terima kasih sudah di traktir." Ucapku disela mrnikmati martabak manis

" Sama-sama."

" Hmmm, apa Mas Alan Tau kondisi Emak Tonah saat ini?"

" kritis, kondisinya cukup kritis saat ini dan dia ingin segera bertemu denganmu."

" Maaf Mas, Emak Tonah kenal mas Dion dan Mas Alan dari mana?"

" Beliau ART yang bekerja di keluarga Bos mas."

" O.. Bos Mas Alan orangnya baik ya, mau merawat Emak Tonah selama sakit disana."

" Iya, dia sangat baik karena Emak Tonah juga cukup baik sama Bos kami, dimana beliau juga memberikan sebuah warisan buat anak Bos besar kami, warisan yang sangat berharga dan tak ternilai harganya."

Aku makin penasaran, Emak Tonah yang hanya seorang Art biasa punya warisan yang tak ternilai harganya, bukan hanya aku yang menerima warisan itu tapi anak Bosnya?

Disini aku mulai berpikir tentang warisan Emak Tonah yang membuatku makin penasaran saja