Aku perlahan membuka mata, dan menemukan diriku terbaring di bawah sebuah pohon beringin. Ketika aku memutuskan untuk duduk dan membuka mata sepenuhnya, aku menyadari ada seorang gadis yang berdiri tidak jauh dariku. Sosoknya tidak begitu jelas, jadi aku tidak terlalu tahu siapa dia sebenarnya.
Dia tiba-tiba menoleh ke arahku. Pada titik ini, kami saling bertukar pandangan satu sama lain. Ketika dia menyadari bahwa aku sedang menatapnya, dia kemudian mendatangiku. Tanpa berkata-kata, aku langsung berdiri dan mulai berbicara dengannya.
"Kau..", ucapku.
"Ya..?", balasnya.
"Apakah ini adalah mimpi lagi?", tanyaku kembali.
"Tidak..", balasnya.
Aku seperti pernah melihat dan merasakan ini sebelumnya. Kapan? Aku tidak bisa mengingatnya, pikirku.
"Siapa dirimu?", tanyaku.
"Hanya seorang gadis..", katanya secara lembut dan perlahan. Gadis?
Meskipun dia kini berada tepat di depanku, entah kenapa.. wajahnya berbayang. Aku tidak bisa melihatnya terlalu jelas. Siapa dia? Siapa dia sebenarnya? Mengapa dia mendatangi aku?? Mengapa?.. --- Aku tidak bisa mengingatnya.
Seolah dia telah mengetahui isi pikiranku, dia tiba-tiba berkata.
"Kamu tidak perlu tahu siapa aku sebenarnya. Kamu tidak perlu tahu apa tujuan asliku. Itu tidak penting bagimu, setidaknya untuk saat ini.", ujarnya.
"Tunggu, aku.. aku.. Aku perlu tahu siapa kamu! Aku perlu tahu apa yang kamu inginkan dariku!", seruku.
Dia tersenyum mendengar perkataanku barusan. Kemudian, dia berkata dengan lemah lembut.
"Nanti ya.. aku akan menjawab itu di akhir pembicaraan kita. Untuk sekarang aku ingin bertanya banyak hal kepada dirimu. Boleh ya aku bertanya?"
Dia menatapku dengan matanya yang besar kurasa. Namun aku masih belum bisa melihatnya dengan jelas, baik matanya ataupun ekspresinya secara langsung.
"Aku ingin bertanya padamu, apa itu kehidupan bagimu?", tanyanya.
"Kehidupan.. Kehidupan adalah sesuatu yang menyenangkan.. sesuatu.. yang menarik. Kehidupan.. adalah sesuatu yang tidak pernah berakhir. Kehidupan itu indah. Kehidupan itu.."
"Menyenangkan?", celanya.
"Tidak semuanya. Tidak semua kehidupan menyenangkan. Tidak semua kehidupan, berawal dan berakhir menyenangkan.", ujarku.
"Seperti apa yang tidak menyenangkan itu bagimu?", balasnya.
"Ketika kehidupanmu terkekang, dikendalikan, palsu, terpaksakan, dirampas. Ketika kamu tidak lagi memiliki kendali atas kebebasan berpikirmu sendiri. Ketika kamu tidak lagi bisa mengekang perintah yang berlawanan keinginanmu. Ketika kamu tidak mempunyai emosi atas dirimu sendiri. Ketika kamu ingin bunuh diri. Ketika kamu merasa depresi. Ketika kamu merasa gagal melakukan sesuatu. Ketika.. Ketika.."
Aku tiba-tiba terjatuh. Tubuhku gemetar hebat. Tangan dan kakiku, semua bergetar. aku tidak tahu kenapa. Namun, satu hal yang aku sadari. Aku meneteskan banyak air mata.
Melihatku seperti itu, gadis itu lalu langsung meletakkan tangannya di pipiku. Rasa gemetar yang tadi kurasakan, hawa dingin yang menjalari seluruh tubuhku. Semuanya hilang seketika. Sentuhannya menghilangkan semua itu. Sentuhannya menghangatkanku, walau mukanya masih tak bisa aku lihat dengan jelas. Masih berbayang.
"Apa yang membuatmu sedih? Kebebasanmu? Tekananmu? Atau Kegagalanmu dalam melakukan sesuatu itu?", tanyanya.
"Kau tahu. Semuanya... benar. Aku malu mengatakan hal ini.", ucapku sembari mengusap air mata. Diapun kemudian menunggu aku selesai membersihkan air mata.
Setelah aku selesai melakukannya, dia mulai bertanya kembali padaku.
"Apakah kamu telah menemukan apa yang kau cari?", tanyanya.
"Apa yang aku cari?", ujarku kebingungan.
"Rahasia atas hidupmu.", balasnya.
Rahasia? Atas hidupku? Sejak kapan hidupku mempunyai rahasia? Aku sama sekali tidak mengerti maksud ucapannya.
"Apa maksudmu?", tanyaku.
"Kau telah mengetahui arti dari kehidupan. Kehidupan yang umumnya terjadi di sekitarmu. Tapi apa kau mengetahui tentang hidupmu sendiri? Tujuan hidupmu sendiri? Arti dari hidupmu sendiri?", tuturnya.
Aku hanya bisa terperangah mendengar perkataan tersebut.
"Dan apa alasan kamu untuk hidup? Alasanmu tetap ada di dunia ini? Alasanmu lahir ke dunia ini?", lanjutnya.
Semua pertanyaan itu, sungguh memborbardirku. Semua itu, membuatku bingung dan pusing.
"Bisakah kau menjawab pertanyaanku?", ujarnya sembari memberikan senyuman kecilnya.
Rasa takut yang entah berasal darimana, tiba-tiba menghantuiku tanpa sebab.
"Aku.. Tidak bisa..", balasku sembari menundukkan kepala.
"Kamu bisa. Aku bisa melihatnya dari matamu. Kamu tahu jawabannya. Kamu pasti bisa memberikan jawaban atas arti hidupmu.", ujarnya sembari meyakinkanku.
"Hidupku...", ujarku sembari menerka-nerka.
Dari dulu, aku selalu mengabaikan makna hidupku. Aku selalu membiarkan makna itu, mengalir sendiri bagaikan arus sungai. Makna hidupku selalu berubah-ubah, itu yang aku tahu dan pahami sejak dari kecil. Aku biasanya mendedikasikan hidupku untuk kebahagiaan orang lain, kesuksesan orang lain, keberhasilan orang lain. Apakah dengan itu, arti dari kehidupanku adalah membantu orang lain? Aku biasanya mendedikasikan hidupku untuk menyelesaikan kegiatan apa yang aku sukai secara detail dan seksama. Apakah dengan itu, makna hidupku adalah menyelesaikan apa yang aku sukai dengan keakuratan tinggi? Masih banyak lagi yang aku pikirkan tentang makna hidupku selama ini. Aku biasanya menjalani hidup tanpa pernah satukalipun memikirkan makna dan mengapa kita hidup di dunia ini.
"Hidupku.. adalah..", ujarku mencoba menjawab pertanyaannya.
"Cukup. Nanti saja jawabnya di akhir. Aku ingin memberimu pertanyaan lain.", tuturnya.
"Pertanyaan lain?", tanyaku bingung.
"Pertanyaan dengan jawaban yang akan kau berikan nanti bisa menentukan keseluruhan hidupmu.", ujarnya sembari mentap langit.
Akupun kemudian ikut menatap langit dan memikirkan apa pertanyaan selanjutnya yang akan ia ajukan. Apa maksudnya dari "jawaban yang bisa menentukan keseluruhan hidupku"?
Tak terasa, matahari sudah mau terbenam. Aku bisa melihat pemandangannya dari sini sangat jelas. Aku hanya bisa termenung melihat pemandangan ini.
"Apakah kamu sudah menikmati momen atas hidupmu? Apakah kamu sudah menemukan teman terbaikmu? Apakah kamu sudah membuat memori bersama mereka? Apakah kamu memiliki orang yang kamu sayangi?", tanyanya penasaran.
Aku yang sedang termenung melihat pemandangan matahari terbenampun seketika kaget mendengarkan pertanyaannya. Banyak namun menohok. Itu gambaran yang tepat tentang pertanyaannya.
"Jawab aku..", tanyanya dengan nada serius kali ini.
"T..Tidak tahu.", ujarku bingung. Aku tidak tahu dan tidak bisa menjawabnya.
"Mengapa kamu selalu menjawab tidak tahu terus. Apa kamu tidak pernah merasa itu pernah ada di kehidupanmu?", tanyanya keheranan.
Aku terus merenungi perkataannya. Aku terus mencari memori dimana apa yang ia bilang itu terjadi. Namun, aku tidak pernah menemukannya. Semakin aku mencari memori itu, semakin pusing aku derita. Aku tidak tahu kenapa.
"Hei?! Kamu tidak apa-apa?", ujarnya khawatir.
"Tidak... apa-apa..", balasku pelan.
"Sini, aku rebahkan kamu di bawah pohon.", ujarnya.
Akupun dituntun ke bawah pohon beringin oleh dia. Kepalaku saat ini seolah berputar dengan hebat. Aku bahkan merasa ingin muntah kini. Setelah direbahkan, aku menaruh telapak tangan kanan di dahiku agar pusingnya mereda. Apa maksud dari pusing tiba-tiba ini? Apa ini menandakan bahwa aku melupakan sesuatu yang penting?
"Tenang saja. Istirahat saja jika kamu kecapekan. Aku akan tetap di sini.", ujarnya sembari memangku kepalaku di kakinya.
"Hei.. Apakah aku melupakan sesuatu? Daritadi, kamu bertanya padaku seolah kamu sudah mengetahui jawabannya. Apa yang aku lupakan sebenarnya?", tanyaku bingung dengan nada lemas.
Dia terdiam sejenak mendengar pertanyaanku barusan. Apa yang terjadi?
"Iya. Kamu melupakan semuanya.", ujarnya.
"Apa?!", ujarku kaget,
"Kau melupakan semuanya. Momen yang kau alami, teman berhargamu, masa lalumu, semuanya.", balasnya dengan perubahan nada bicaranya yang drastis.
Semuanya... Bagaimana bisa? Mengapa itu bisa terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi? Itu semua masih menjadi misteri di pikiranku.
....
Ah... Aku mulai merasakan sensasi kantuk yang luar biasa kini. Aku bisa merasakan bahwa perlahan namun pasti, kesadaranku mulai memudar. Sepertinya aku sangat lelah. Mungkin aku perlu istirahat dan memikirkan semuanya nanti setelah bangun. Ya, hanya ini satu-satunya cara yang terpikir olehku sekarang.
"Hei! Tetap sadarlah! Jangan sampai tertidur!", ujarnya terdengar samar-samar.
"Maafkan aku.. Jika aku tertidur, maafkan aku. Jika aku tidak bisa bangun lagi.. maafkan aku.", ujarku dengan kesadaran yang melemah.
"Hei! Apa yang kau bicarakan? Kau pasti akan bangun! Jangan tertidur lagi.. tolong..", ujarnya.
Tertidur lagi..? Apa maksudnya.. Aku akan memejamkan mataku untuk sementara dulu, Karena mataku kini sudah semakin berat sekarang. Kesadaranku semakin meredup dan meredup saja. Hingga akhirnya aku benar-benar terlelap dan tertidur yang dalam.
"Gou Akira!!!", ujarnya terakhir yang kudengar.
***