Chereads / Stupid Bodyguard (But I Love You) / Chapter 1 - Bab1. Jambret

Stupid Bodyguard (But I Love You)

mentari93_
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab1. Jambret

Seorang wanita cantik, dengan rambut panjang tergerai bebas, pakaian elegan dan sepatu hak tinggi sedang berjalan di zebra cross.

Kacamata cokelat besar dan tas tenteng kecil semakin menyempurnakan penampilannya, ia berjalan bak seorang model disaat lampu lalu lintas berwarna merah.

Ia jadi satu-satunya yang menarik perhatian, diantara beberapa orang lain yang turut berjalan di sana, ia berjalan dengan pandangan lurus ke depan sana.

"Berikan," ucap seseorang merebut tasnya dan berlari.

Wanita itu kaget dan menjerit histeris.

"Jambret .... jambret," jeritnya nyaring.

Bersamaan dengan itu lampu lalu lintas berubah hijau, tanda jika kendaran di sana bisa melaju melanjutkan perjalanannya.

"Stop .... jangan ada yang maju, tolong kejar jambret itu," ucap wanita itu dengan berteriak.

Tak ada yang peduli, hanya suara klakson yang terdengar ramai memintanya minggir.

"Tolong .... jambret," teriaknya.

Seseorang datang dan mengangkat tubuh rampingnya itu ke pinggir jalan, dengan kaget wanita itu berteriak dan meminta di turunkan.

Saat lelaki itu menurunkannya, ia lantas mendorongnya hingga terjengkang.

"Jangan kurang ajar kamu ya!" bentak wanita itu.

Lelaki itu bangkit dan menarik lengan atasnya.

"Apa kamu tidak lihat lampu sudah berubah hijau, lihat laju kendaraan itu, apa ada yang santai, cari mati kamu."

Wanita itu mengernyit mendengar bentakan balik dari sang penolong, berani sekali dia membentaknya seperti itu.

"Tas mu hanya tas kecil, gak guna."

Mulut wanita itu seketika menganga mendengar ucapan santai sang lelaki, tangannya terangkat dan menjambak rambut setengah panjang milik lelaki tersebut.

"Aduh .... apaan sih ini, sakit."

"Kejar jambret itu atau aku laporkan kamu ke polisi atas tuduhan kerja sama dengan jambret tadi."

"Iya iya, lepas sakit."

"Ish ...."

Ia melepas jambakannya dan menendang kaki lelaki itu, tendangan itu membuatnya berlari untuk mencari jambret tadi.

"Menyebalkan sekali, tas kecil itu isinya selangit, dasar bodoh," ucapnya yang kemudian berjalan kearah yang sama, mulutnya tak henti mengomel mengingat perkataan lelaki itu tentang tas kecilnya yang tak berguna.

"Awas saja, kalau sampai tas itu tidak kembali, dan lelaki itu juga tidak kembali, aku akan benar-benar melaporkannya ke polisi."

Dengan segenap kejengkelan, wanita itu menghentakan kakinya dan melihat sekitar, kemana perginya jambret tadi kenapa harus ada perdebatan terlebih dahulu, sekarang sangat kecil kemungkinan tas itu akan kembali padanya.

"Nada," panggil seseorang di seberang sana.

Ya .... nama wanita itu adalah Nada, Nada Agatha Valery Atmadja.

"Apa lagi sih, masih saja mengganggu," ucap Nada.

Lelaki itu tampak berlari dan menghampiri Nada.

"Ada apa, aku sudah bilang jangan ikuti aku."

"Jangan marah-marah terus kenapa sih, aku kan sudah janji untuk antar kamu pulang."

"Gak perlu ih, berfungsi gak sih itu telinga, aku bisa pulang sendiri."

Nada kembali melangkahkan kakinya meninggalkan lelaki itu, tapi tak mau mengalah, lelaki itu juga tetap mengikuti Nada.

Nada menoleh sekilas dan berdecak, tasnya belum juga kembali tapi Nada sudah malas diikuti lelaki itu terus menerus.

Nada menghentikan taxi dan langsung memasukinya, Nada meminta taxi itu melaju cepat tanpa peduli dengan gedoran dari luar sana.

Nada tidak suka dengan lelaki itu, tapi kenapa ia terus saja mengejar Nada, memang tampan dan masuk kriteria pangeran idaman, tapi tidak sedikit pun menarik perhatian Nada.

Sampai di rumah, Nada berjalan dengan malas memasuki rumahnya, tas kecil itu tetap menjadi fokusnya saat ini.

Sial sekali Nada hari ini, untuk pertama kalinya Nada mengalami hal seperti itu, jambret ternyata ada dan sekarang Nada melihatnya sendiri.

"Sayang, kamu sudah pulang?"

Nada tak menjawab dan memilih duduk saja,

Delina, ibu dari Nada yang kerap memanjakan Nada dalam segala hal.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Delina seraya mengusap kepala Nada.

"Aku dijambret, tas aku lenyap."

"Apa?"

Delina menggeleng, bagaimana bisa seperti itu, kasihan sekali putrinya itu.

"Dimana, kamu sudah lapor polisi?"

Nada menggeleng, lihat saja nanti kalau sampai malam tas itu tidak kembali padanya, maka ia akan melaporkan keduanya, termasuk yang berniat menolongnya juga.

"Dimana kejadiannya, biar Mamih yang lapor."

"Gak usah, aku bisa lapor sendiri nanti."

"Gak bisa nanti dong Sayang, sekarang, lebih cepat lebih baik."

"Mamih, tenang saja, Nada, tahu harus seperti apa."

Delina menggeleng, memang selalu saja seperti itu putrinya, Nada selalu menganggap enteng semua hal.

"Aku mau ke kamar dulu."

"Nada, kamu tidak boleh sesantai itu."

"Sudahlah, Mamih tenang saja, tunggu sebentar lagi saja Nada akan lapor polisi."

Nada lantas berlalu meninggalkan Delina, tak ada yang bisa dilakukan Delina sekarang, Nada selalu saja seperti itu dalam menyikapi hal serius.

"Dijambret, kenapa bisa seperti itu, tidak bisa dibiarkan lagi kalau sudah seperti ini."

Delina beranjak dari tempatnya, tapi bersamaan dengan itu ponselnya berdering, Delina kembali duduk dan menjawab panggilannya.

Beberapa saat terdiam, Delina syok mendengar kalimat panjang dari seberang sana.

Wira, suaminya masuk rumah sakit karena serangan jantung, sambungan terputus dan dengan tergesa Delina berlalu ke kamarnya.

Delina membawa tasnya dan kembali keluar, Delina harus segera ke rumah sakit untuk mengetahui keadaan suaminya.

"Pak Hasim, Pak .... ayo jalan, Pak."

"Mau kemana, Bu?"

"Ke rumah sakit, Bapak masuk rumah sakit."

"Baik Bu, silahkan."

Delina mengangguk dan memasuki mobil setelah pintunya terbuka, Pak Hasim pun turut masuk dan melajukan mobilnya.

"Cepat sedikit ya."

"Baik, Bu."

Delina begitu gelisah berada di tempatnya saat ini, Delina ingin segera melihat suaminya di sana.

"Cepat, Pak."

"Sabar Bu, kita juga harus tetap hati-hati, jangan sampai ikut celaka."

Delina menggeleng, bagaimana caranya Delina sabar sekarang, keadaan suaminya entah seperti apa dan Delina ingin segera melihatnya.

"Neng Nada tidak ikut, Bu?"

"Tidak, Nada juga kena jambret tadi, dia sedang di kamarnya.

"Kena jambret Bu, ya ampun Bu, saya minta maaf karena tidak berhasil membujuk Neng Nada untuk diantar tadi."

"Sudahlah Pak, biarkan saja, biar Nada tahu bagaimana akibatnya jika hanya memikirkan keinginan sendiri."

"Tapi Neng Nada tidak terluka, Bu?"

"Sepertinya tidak, Nada hanya kehilangan tasnya saja, tapi dirinya tetap baik, Nada juga masih bisa ngomel saat datang."

"Syukurlah Bu kalau memang tidak terluka."

"Iya Pak, Nada baik-baik saja sekarang."

Pak Hasim mengangguk dan kembali fokus menyetir, Delina memang benar, Nada memang harus merasakan terlebih dahulu akibat dari keras kepalanya itu.

"Pak cepat ya, Pak"

"Iya Bu, ini sebentar lagi sampai."

Delina mengangguk, baguslah karena Delina benar-benar tidak bisa bersabar lebih lama lagi sekarang.

Bagaimana keadaan Wira di sana, tadi suster bilang jika Wira sangat kritis dan butuh penangan serius secepatnya.