Chereads / Stupid Bodyguard (But I Love You) / Chapter 2 - Bab2. Penyumbatan Jantung

Chapter 2 - Bab2. Penyumbatan Jantung

Dengan tergesa, Delina menyusuri lorong rumah sakit, Delina bertanya pada bagian informasi dimana suaminya sekarang.

"Permisi, saya mau tanya pasien atas nama Wira yang baru masuk hari ini."

"Sebentar, Bu."

Delina mengangguk dan diam menunggu, tak lama kemudian Delina mendapatkan dimana suaminya berada.

Delina lantas berlalu dengan langkah cepat, dokter pasti sedang menunggu di sana, dan Delina harus cepat menemuinya.

Delina melihat dokter yang sedang berbincang dengan suster di sana, mereka berbincang di depan pintu kamar rawat Wira.

"Permisi, Dokter."

Keduanya menoleh bersamaan, Delina memperkenalkan diri sebagai istri dari pasien.

"Baguslah, Ibu sudah datang."

"Bagaimana keadaan suami saya, Dokter?"

"Terjadi penyumbatan di jantungnya, sehingga membuat jantung tidak bisa berfungsi dengan normal, tadi pasien sempat tak sadarkan diri tapi sekarang sudah lebih baik."

"Kenapa bisa seperti itu, Dokter?"

"Penyumbatan yang terjadi bisa membuat jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh, sehingga bisa jadi sesak nafas."

"Tapi tadi pagi, suami saya baik-baik saja."

"Begitulah Bu, gangguan jantung memang kerap tiba-tiba."

"Tapi bisa sembuh kan, Dok?"

"Untuk penyakit jantung sendiri akan sulit untuk disembuhkan, tapi bisa dikurangi resiko kumatnya."

"Suami saya tidak bisa sembuh?"

"Penyakit jantung memang tidak bisa 100% disembuhkan Bu, hanya saja kita bisa mengurangi resiko untuk kumatnya penyakit tersebut."

Delina diam, kenapa harus seperti itu, padahal tadi pagi Wira sangat baik-baik saja, tidak terlihat ada sakit sama sekali.

"Mungkin selama ini, Bapak kerap merasa sesak nafas atau merasakan gejala lainnya?"

"Tidak, suami saya baik-baik saja, dia sehat Dokter."

Dokter mengangguk, tapi mau bagaimana lagi karena keadaan sekarang memang Wira sakit.

"Lalu harus bagaimana, Dokter."

"Kita tunggu saja perkembangannya, kalau memang tidak ada kemajuan untuk membaik, maka kami harus melakukan operasi."

Delina berpaling, takut sekali Delina mendengar kalimat itu, Wira harus baik-baik saja tidak boleh sampai sakit parah.

"Berdoa saja Bu, saya sudah berikan obat tadi, kalau nanti perkembangan baik, saya tidak akan melakukan operas tapi kalau justru sebaliknya, tidak ada pilihan lain."

Delina mengangguk, Delina hanya ingin Wira kembali sehat seperti sebelumnya, Wira harus sehat agar bisa tetap bersama Delina dan putri mereka.

"Baiklah Bu, kalau begitu saya permisi dulu, nanti kalau memang ada apa-apa silahkan beri tahu saya."

"Terimakasih, Dokter."

"Sama-sama."

Dokter lantas berlalu bersama suster meninggalkan Delina, kaki Delina terayun memasuki ruangan Wira.

"Papah," panggil Delina.

Wira menoleh dan tersenyum, ia membalas pelukan Delina yang lengkap dengan tangisnya.

"Tidak perlu seperti ini, Papah baik-baik saja."

Delina tak menjawab, ucapan dokter tentang operasi itu terus terngiang di telinga Delina, semoga saja tidak perlu sampai di operasi.

"Dokter hanya melebih-lebihkan saja, Papah tidak apa-apa."

"Diamlah, jangan banyak bicara."

Wira tersenyum dan mengecup kepala Delina, kenapa harus menangis seperti itu bukankah Wira juga masih hidup sekarang.

"Nada mana, kenapa gak ikut kesini?"

Delina melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya.

"Nada di rumah, tadi dia dijambret di jalan."

"Apa, jambret, lalu bagaimana keadaannya sekarang?"

"Nada tidak apa-apa, hanya tasnya saja yang hilang."

"Syukurlah, sudah lapor polisi?"

"Nada tidak mau itu, dia malah suruh tunggu saja."

"Tunggu, tunggu apa?"

"Mana Mamah tahu, Nada bilangnya seperti itu."

Wira menggeleng, kasihan sekali Nada, pasti ketakutan karena kejadian itu.

"Papah tidak perlu fikirkan itu, sekarang yang penting adalah kesehatan Papah."

"Papah tidak apa-apa, jangan percaya sama Dokter."

"Papah."

"Tadi Dokter bilang apa sama Mamah?"

"Katanya Papah kritis dan butuh penanganan segera."

"Dan sekarang yang terlihat?"

Delina tersenyum dan mengusap tangan Wira, Wira terlihat baik-baik saja sekarang, dan itu membuat Delina sedikit tenang.

Tapi meski begitu, ucapan Dokter juga ada yang membuatnya khawatir dan lebih baik Delina simpan sendiri saja tanpa harus ada yang tahu, bahkan Wira sendiri.

"Jangan berfikir apa pun yang tidak baik, Mamah harus berfikir baik agar hasilnya juga baik."

"Iya, ya sudah Papah mau apa sekarang?"

"Mau pulang."

"Kok pulang, kan belum dibolehkan sama Dokter."

"Papah harus melihat Nada di rumah."

"Nanti saja, Nada baik-baik saja di rumah, kenapa Papah tidak percaya?"

"Bukan, Papah mau lihat sendiri saja."

Delina menghembuskan nafasnya sekaligus, baiklah terserah Wira saja karena yang jelas Wira belum boleh pulang sekarang.

"Papah, mau makan?"

"Enggak, tadi Papah sudah makan."

Delina mengangguk, baiklah karena Delina juga sudah makan di rumah tadi.

"Sepertinya, Papah harus mulai libatkan Nada di perusahaan."

Delina mengernyit, kenapa seperti itu dan lagi Nada belum tentu bisa.

"Papah sepertinya sudah terlalu lelah mengurus semuanya sendiri."

"Tapi Nada belum tentu bisa, jangan sampai nanti malah merugikan."

Wira tersenyum dan mengangguk, itu memang benar adanya, tapi mau siapa lagi kalau bukan Nada yang bisa Wira percaya.

"Mamah coba bicara sama Nada ya, bantu Papah di kantor."

"Iya, nanti Mamah coba bicara sama Nada."

"Harus bisa ya."

Delina hanya tersenyum, entahlah, Delina tidak yakin dengan persetujuan Nada nantinya.

"Mamah."

"Mamah usahakan, tapi perlahan saja tidak perlu dipaksa, kan tidak akan baik juga hasilnya kalau dipaksa."

Wira mengangguk setuju, tapi semoga saja Nada bisa mengerti dan mau membantunya, lagi pula Nada sudah cukup dewasa untuk mulai mengurus perusahaan.

"Kata Dokter, kapan Papah boleh pulang?"

"Gak tahu, Mamah gak tanya itu."

"Tanya dong, mungkin saja sekarang sudah boleh pulang."

"Amin, nanti saja kan pasti kesini lagi buat periksa."

"Nunggu nanti lama."

"Ih kok gitu sih, kayak anak kecil, gak ada sabarnya."

Keduanya tersenyum bersamaan, Wira tidak akan betah berada di rumah sakit, karena fikirannya selalu saja terarah pada pekerjaan.

"Oh iya, Mamah diantar kan kesini?"

"Iya."

"Pak Hasimnya pulang lagi?"

"Enggak, nunggu di mobil."

"Nanti kalau Nada mau pergi gimana?"

"Ya pergi, Nada kan selalu nolak kalau mau diantar-antar, dia selalunya ingin pergi sendiri dengan taxi atau apalah itu namanya."

"Tadi pas pergi gak diantar juga."

"Enggak, makanya Nada sampai kena jambret seperti itu."

Wira menggeleng seraya memejamkan matanya, itulah putrinya keras kepala dan selalu melakukan semua semaunya saja.

"Biar saja, biar Nada berfikir setelah kejadian tadi."

"Papah jadi semakin yakin untuk memberi Nada kepercayaan di kantor."

"Iya tapi pelan-pelan ya, jangan dipaksa agar semuanya juga jadi baik."

"Iya, Papah tahu."

Delina mengangguk, mau bagaimana pun Nada masih begitu ingin bebas dan melakukan semuanya sendiri sesuai keinginannya.

Nada tidak akan bisa dipaksa-paksa apa lagi untuk hal perusahaan, Nada pasti tidak akan bisa bekerja dengan baik jika didasari dengan paksaan.