Chereads / Stupid Bodyguard (But I Love You) / Chapter 3 - Bab3. Kembali

Chapter 3 - Bab3. Kembali

Ketika pagi datang, Wira dan Delina kembali ke rumah, Wira baru di perbolehkan pulang pagi ini.

Keduanya keluar dari dalam mobil, sang sopir pun membantu memapah Wira untuk memasuki rumah.

"Papah sih, di suruh ambil kursi roda malah gak mau." ucap Delina.

"Papah gak lumpuh, ini masih bisa jalan."

Delina mengangguk saja, tangannya terangkat hendak membuka pintu.

"Permisi."

Tangan itu kembali turun, ketiganya menoleh bersamaan.

"Permisi, apa benar ini rumahnya Nada."

Tak ada yang menjawab, mereka memilih fokus memperhatikan orang tersebut.

Lelaki kucel, tidak ada segar-segarnya, ada tas kecil di tangannya dan tentu saja mereka tahu jika itu adalah tas Nada.

Wira melirik Delina, bukankah kemarin Delina bilang jika Nada kena jambret di jalan, dan tasnya hilang tak bisa diselamatkan.

"Atau saya salah alamat?"

Wira melepaskan tahanan Delina dan Hasim, Wira berjalan menghampiri lelaki itu dan menarik bajunya.

"Kamu yang jambret anak saya kemarin, berani sekali kamu datang kesini sekarang."

Delina dan Hasim berjalan bersamaan menarik Wira menjauhi lelaki itu, Wira tidak boleh terlalu stres bukankah kesehatannya sedang tidak baik.

"Saya laporkan kamu ke polisi, gak tahu malu."

"Papah, tenag." ucap Delina.

"Maaf Pak, tapi saya bukan jambretnya, saya berhasil dapatkan tas ini dari jambret itu, tadinya mau langsung saya kembalikan tapi kemarin pemiliknya hilang dari lokasi."

"Bohong kamu."

"Papah."

"Dia pasti berbohong, Nada pasti sudah lapor polisi, dia tidak mau ditangkap makanya dia kembalikan tasnya, mamah lihat isinya pasti sudah pada hilang."

Delina melirik tas kecil itu dan memintanya, Delina melihat isinya, memang hanya ada ponsel dan kartu-kartu bank dan tanda pengenal Nada saja.

"Hilang kan?"

"Sepertinya tidak, Pah."

"Bagaimana mungkin."

"Saya tidak mengambil apa pun dari tas itu, saya hanya merebut tas itu dari jambret."

"Sebentar Pah, Pak Hasim tolong masuk ya panggil Nada suruh kesini."

"Baik, Bu."

Hasim lantas memasuki rumah untuk memanggil Nada, Delina dan Wira masih saja memperhatikan lelaki itu, apa benar dia bukan jambret tapi bagaimana bisa tasnya ada bersama dia.

"Saya tidak bohong Bu, maaf saya memang membukanya tapi saya cuma lihat KTP saja untuk tahu alamtnya, dan saya langsung kesini sekarang."

Delina mengangguk, biar saja dulu, biar nanti Nada yang jawab dan pastikan semuanya,Delina atau pun Wira tidak tahu apa-apa tentang semua itu.

"Ada apa sih, Mah?"

Nada datang dan langsung merebut tas di tangan Delina.

"Tas aku balik."

Nada langsung memeriksa isinya, masih lengkap berarti tidak ada yang hilang satu pun.

"Ada yang hilang?" tanya Wira.

"Tidak, isinya masih lengkap, ponselnya aku ada dan kartu aku juga ada."

"Kamu tahu siapa lelaki itu?" tanya Wira lagi.

Nada menoleh dan mengernyit, tentu saja Nada tahu karena lelaki itu yang kemarin dengan kurang ajar menggendong Nada.

"Ngapain disini?" tanya Nada sinis.

"Kembalikan tas itu."

Nada kembali melihat tas kecilnya, jadi benar lelaki itu bisa merebut kembali tas Nada, apa benar jika lelaki itu bukan komplotan jambret kemarin.

"Kalau gitu saya permisi, tasnya sudah kembali."

Lelaki itu lantas pergi meninggalkan semuanya, Nada terdiam menatap punggung yang semakin menjauh itu, Nada harus pastikan jika isi atmnya masih utuh.

Nada membuka ponselnya dan mengecek rekeningnya yang memang bisa melalui ponsel, Nada tersenyum karena isinya tidak berkurang, itu artinya lelaki itu bukan komplotan jambretnya.

"Nada, ada apa?" tanya Delina.

Nada menoleh dan menggeleng, Nada tidak perlu mengatakan apa pun juga sekarang, yang penting tasnya sudah kembali dan masih lengkap dengan isinya.

"Papah, sudah sembuh, maaf ya Nada gak ke rumah sakit, Nada kesal banget karena tas ini kemarin hilang."

"Tidak apa, sekarang tasnya sudah kembali dan kamu harus lebih hati-hati."

"Oke, pasti, ayo Nada bantu Papah jalan ya."

Nada turun memapah Wira memasuki rumah, Pak Hasim kembali ke tempatnya membiarkan mereka semua masuk.

"Nada, lelaki tadi siapa?" tanya Delina.

Keduanya membantu Wira untuk duduk dan turut duduk juga kemudian.

"Nada gak tahu, dia kemarin datang saat Nada teriak jambret."

"Dia tolong kamu?"

Nada mengangguk, Delina dan Wira saling lirik, rupanya masih ada juga orang baik yang masih peduli dengan orang lain.

"Tapi dia itu kurang ajar."

"Kurang ajar?" tanya Wira.

"Iya, masa aku digendong segala sama dia, gak sopan kan."

Wira mengernyit, kalau tahu seperti itu, tadi Wira sudah jadi untuk memukul lelaki itu.

"Tapi kenapa, kenapa harus digendong?"

"Ya karena .... karena .... karena pengendara di jalan mau nambrak Nada."

Delina dan Wira saling lirik, keduanya menggeleng bersamaan.

"Kurang ajar kan?"

"Ya enggaklah, itu kan bentuk penyelamatan, kalau gak gitu kamu kan sudah ditambrak."

Nada mendelik mendengar ucapan Delina, kenapa jadi membela lelaki itu, padahal anaknya sendiri diperlakukan tidak sopan.

"Nada, Papah mau bicara serius sama kamu."

"Bicara apa?"

"Papah rasa sudah cukup untuk kamu santai sekarang."

"Maksudnya?"

"Kesehatan Papah sekarang sudah tidak sebaik dulu, Papah rasa tidak sanggup lagi mengurus perusahaan sendiri."

"Papah apaan sih, malas ah."

"Nada, kalau bukan kamu yang bantu lalu mau siapa lagi?" ucap Delina.

"Ya nanti saja, kalau Nada masuk perusahaan, nada gak bebas, Papah saja tidak bisa bebas kan pergi kesana kesini juga."

"Iya, Mamah tahu, tapi kan kamu sudah dewasa, kamu sudah mengerti tentang itu, dan kamu juga tahu kan untuk solusinya."

"Ya ampun, lagian kenapa sih Papah harus jadi pengusaha besar seperti sekarang, mending Papah sumbangkan saja sebagian saham perusahaannya ke orang, pasti ada yang butuh."

"Nada, kalimat macam apa itu?"

Nada diam, kenapa Delina jadi marah seperti itu, apa yang dikatakan Nada kan memang benar.

Sudah banyak, terus saja di perbanyak, jadi repot kan, sekarang Nada juga harus ikut repot.

"Nada, kamu sudah dua tahun loh seperti itu, kegiatan kamu cuma main saja, sekarang sudah waktunya kamu bantu Papah ya."

"Mamah sajalah."

"Kamu dong, Sayang."

Nada menghembuskan nafasnya sekaligus, baiklah apa lagi yang bisa dilakukannya sekarang selain menyetujuinya.

"Tenang saja, Papah akan cari pengawal untuk kamu."

"Apaan sih, lebay."

"Kok lebay sih, kalau kamu sudah masuk lingkup perusahaan, akan banyak orang yang kenal kamu, mereka akan tahu kalau kamu anak Papah sama Mamah, itu bahaya."

"Ya tapi gak usah pengawal juga, Pak Hasim saja cukup."

"Pak Hasim kan sopir, dia urus semua bukan cuma kamu, beda lagi."

"Aduh sudah ah pusing, terserah Papah saja Nada gak mau berdebat sama kalian, takut dosa."

"Makanya nurut saja sama Papah."