Setelah memastikan kedatangan Rania melalui telpon, Pak Candra menyuruh Alan untuk membeli beberapa camilan dan tiga porsi bakso kuah. Sebenarnya Alan curiga saat bakso yang dibelinya tiga porsi. Bukankah mereka hanya berdua. Tapi setelah melihat perempuan berhijab biru tua di depan tadi, Alan mengerti.
Sebentar-sebentar Pak Candra melirik ke arahnya, Alan menyadari hal itu.
"Siapa sebenarnya perempuan tadi, calon istri Ayah? Bukankah perempuan itu terlihat seumuran denganku??Apa yang sebenarnya akan Ayah sampaikan padaku, mengenalkan calon istri yang seharusnya menjadi anaknya?Dasar gila!! " batin Alan yang masih terus terlihat memainkan ponselnya.
"Hei, lama nunggu ya?? Ini silakan diminum dulu, " Pak Candra duduk sambil meletakkan gelas berisi teh hangat di depan Rania.
"Terimakasih Pak, jadi ngrepotin..., " suara Rania terdengar sungkan.
"Oh, tentu tidak repot... maaf ya Ran, yang masuk tadi Alan anak saya. Dia tinggal bersama nenek dan Ibunya. Pagi tadi Alan datang karena saya menyuruhnya ke sini. Sore nanti dia pulang. "
"Iya Pak, " jawab Rania sambil mengangguk beberapa kali menanggapi penjelasan Pak Candra.
"Silakan diminum dulu,saya masuk sebentar, " pamit Pak Candra yang hanya dijawab dengan senyuman tipis Rania.
Sambil melangkah masuk, Pak Candra menghela nafas pelan.
"Bagaimana aku jadi mak comblang dalam situasi seperti ini, Alan sangat cuek bahkan terkesan dingin dengan perempuan. Sedangkan Rania tidak tau apa-apa tentang rencanaku, " batin Pak Candra.
Alan masih terlihat serius dengan ponsel di tangannya. Perlahan Pak Candra mendekatinya.
"Alan, Ayah berencana untuk... " ucapan Pak Candra terpotong karena jawaban Alan yang membuat sang Ayah kaget.
"Menikahi perempuan itu!!!Apa Ayah tidak pernah berpikir kalo perempuan itu seumuran denganku? "Alan tampak kecewa.
Pak Candra menggeleng cepat, tapi Alan salah mengartikannya. Belum sempat Pak Candra membela diri Alan bangkit dari duduknya.
" Aku lebih baik pulang sekarang.Salam saja buat calon istri Ayah itu, tapi dengan alasan apapun tidak ada perempuan manapun yang bisa menggantikan Ibuku, tidak akan ada. "
Alan berjalan cepat lewat pintu belakang, tak sudi Alan melihat perempuan itu lagi. Dengan berlari Pak Candra menghalangi kepulangan anaknya. Dengan cepat Pak Candra menyambar kunci motor Alan yang masih terpasang.
"Apa-apaan Ayah, kembalikan kunci motorku!! "
"Tidak, sebelum kamu dengar penjelasan Ayah yang sempat terpotong oleh pendapatmu sendiri... "
"Aku sudah tidak akan mencampuri semua urusanmu lagi, karena sekarang sudah ada seseorang yang akan mengurus semuanya. Mungkin setelah ini, aku juga tidak akan ke sini lagi. "
"Berhentilah Alan, Ayah akan jelaskan semuanya. "
"Apa semuanya masih kurang jelas? Kembalikan kuncinya padaku, " Alan mencoba merebut kunci di tangan Pak Candra tapi gagal.
"Ayah ingin kamu menikah dengannya, " ucapan Pak Candra membuat Alan kaget. Keningnya berkerut, dan matanya membulat.
"Apa yang Ayah katakan? "Alan merasa tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
" Iya, awalnya Ayah akan memintamu menikah dengan Rania. Dia pegawai di toko. Ayah sudah lama mengenalnya dan Rania adalah seorang gadis yang baik. "
"Aku belum pernah berpikir tentang menikah... " Alan mendadak lemas dengan tubuh dan perasaan yang entah seperti apa.
"Kembalilah masuk, Ayah ingin kamu berkenalan dulu dengan Rania. Mungkin dengan saling mengenal, kalian bisa lebih dekat. "
Sebenarnya apa yang terjadi dengan Alan, tubuhnya menuruti kemauan sang Ayah untuk kembali masuk ke dalam rumah.
Tanpa mereka sadari, Rania mengetahui semua yang terjadi dan mendengar percakapan mereka. Rania mengintip lewat jendela saat terdengar ada kegaduhan dari samping rumah. Ternyata Pak Candra dan anaknya. Sekarang mendadak tubuh Rania gemetaran dan mencoba duduk untuk menenangkan diri.
"Menjadi istri dari Alan si anak bos yang sombong itu, apa yang akan terjadi padaku setelah ini? " batin Rania.
Saat akan menuju ruang tamu, mendadak Alan merasa takut, ia urungkan langkah kakinya dan membalikkan tubuhnya.
"Kenapa Alan? " Pak Candra merasa heran dengan putra semata wayangnya.
"Sepertinya aku ragu untuk menemui perempuan itu, kira-kira dia mendengar perdebatan kita tadi apa tidak Ayah? "
"Benar juga katamu, " Pak Candra juga menghentikan langkahnya dan mulai berpikir sambil duduk. Teringat tadi saat bersama Alan, kata-kata Alan cukup keras, kemungkinan besar Rania mendengar semuanya. Tiba-tiba Pak Candra bangkit dari duduknya menuju dapur. Alan hanya mengekori sang Ayah.
"Ayah akan panaskan kuah bakso yang tadi kamu beli, dan tolong kamu siapkan mangkok serta sendoknya. Kita akan makan bertiga. "
Melihat Ayahnya yang antusias sekali menyiapkan bakso, Alan sadar bahwa Ibunya tak pernah melakukan itu semua.Meski mereka tinggal serumah. Sedangkan Pak Candra selalu melayani kebutuhan Alan, saat Alan berkunjung ke rumahnya. Ayahnya mungkin lebih pandai memasak dibandingkan sang Ibu.
"Cepat Alan, bawa peralatan itu mendekat ke sini agar Ayah tidak terlalu jauh mengangkat kuah panasnya, " suara Pak Alan mengembalikan kesadaran Alan.
Di ruang tamu, Rania sebentar-sebentar melihat pintu yang menuju ke dalam. Ada rasa khawatir, takut , panik dan bingung yang bercampur jadi satu. Akhirnya ia keluarkan ponsel dari tas kecilnya kemudian mulai memainkannya. Sebenarnya Rania paling menghindari bermain sosial media, selain akan membuang waktu dengan percumah, Rania juga tidak punya banyak teman di dunia maya. Hingga dua orang laki-laki muncul dari dalam. Masing-masing membawa nampan di tangannya.
Rania mendongak, merasa penasaran dengan apa yang mereka bawa. Bukankah di meja sudah ada camilan dan minuman, lalu apalagi? Aroma kuah bakso mulai memenuhi ruangan. Alan dan Ayahnya duduk setelah menata bakso di meja. Tak lupa juga ada saos sambal botol, kecap dan sepertinya sambal bikinan sendiri.
"Alan tadi saya suruh beli bakso di luar, sekarang kita makan bertiga... , " Pak Candra membuka suara.
"Saya merasa tidak enak Pak, banyak merepotkan Bapak dan anak Bapak. "
"Sama sekali kami tidak merasa direpotkan,mari makan tak usah malu-malu.Silakan... "
Mereka bertiga makan bakso dengan suasana tenang, tak ada suara selain garpu dan sendok yang menyentuh mangkok. Setelah selesai,Pak Candra segera membereskan semuanya. Rania berusaha untuk membantu Pak Candra, tapi ditolaknya secara sopan.
"Ada yang akan saya sampaikan kepada kalian berdua, " Pak Candra membuka obrolan setelah mereka bertiga larut dalam keheningan masing-masing. Tampak Rania juga Alan memperhatikan Pak Candra.
"Pertama-tama perkenalkan dulu ini Alan anak saya Ran, " ucapannya terjeda sambil menoleh ke arah Rania setelah sebelumnya menepuk bahu Alan yang duduk di dekatnya.
"Dan Rania ini adalah pegawai di toko Ayah, "kata Pak Candra sambil menunjuk Rania yang berada di depannya dan terhalang meja. Alan dan Rania saling bertemu pandang. Hanya sekilas. Mereka berdua masih diam.
" Saya berencana untuk membuat kalian mengenal satu sama lain dan siapa tau kalian berjodoh. "