"Jangan seperti itu, bukankah waktu kita masih banyak selain hari ini. Lagian sekarang, kita sudah saling bertukar nomor. Tentu akan mudah bagi kita untuk saling berbagi cerita atau apapun. "Kalimat Alan mampu membuat senyum Angga terkembang.
Tak lama setelahnya terdengar ketukan pintu dari luar setelah suara deru mobil berhenti di halaman.
" Lihatlah, calon istriku datang, "Angga berucap sambil bangkit menuju pintu.
" Rei, masuklah... aku kenalkan dulu sama sahabatku, "pinta Angga.
" Kita sedang buru-buru sekarang, ngapain pake kenalan juga, "jawab perempuan bernama Kirei yang merupakan calon istri Angga.
Sontak Alan merasa tak enak dengan situasi ini, dirinya bangkit mendekati mereka. Tapi terlambat, Angga sudah keluar dengan tangannya yang ditarik secara paksa oleh Kirei. Alan tak habis pikir dengan pemandangan ini, perempuan macam apa itu. Bisa Alan lihat dengan jelas perlawanan Angga meski tak secara terang-terangan, Angga terus merayu Kirei supaya mau berkenalan dengan Alan. Tapi perempuan itu terus memaksa Angga untuk masuk ke mobilnya.
"Kalau mau kenalan sama aku, suruh saja sahabatmu itu datang di pernikahan kita besok, kenapa harus sekarang, sudah aku bilang kalau hari ini kita sedang buru-buru. "
Suara perempuan itu masih bisa Alan dengar meski mobil yang mereka tumpangi sudah mulai melaju, bagaimana tidak suaranya cukup keras dan Alan sudah berada di teras. Mimpi apa Angga mau menikahi perempuan yang mirip nenek sihir seperti itu. Alan mengelus dada.
Anggota keluarga Angga juga tidak ada yang keluar saat perempuan tadi datang. Apa yang sebenarnya akan terjadi dengan hubungan mereka?
Saat Alan melangkah memasuki rumah Angga, Pak Wisnu berjalan pelan ke arahnya.
"Maafkan nak Alan, calon menantuku memang seperti itu. Dirinya dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan harta yang berlimpah. Jadi begitulah. Semua sudah menjadi keputusan Angga,kami tak bisa apa-apa..." Pak Wisnu bercerita tentang Kirei calon menantunya. Tampak kekecewaan yang besar dari garis wajahnya.
"Di mana mereka bertemu pada awalnya Pak? " tanya Alan.
"Kirei asli dari Tangerang, mungkin di tempat kerja Angga. Kami tidak tau persis awal kisah cinta mereka. Tau-tau Angga pulang dan mengatakan niatnya untuk menikahi perempuan itu, " jawab Pak Wisnu.
"Lalu di mana Kirei tinggal selama di sini, apa dia baru datang dari Tangerang? "
"Dia menginap di hotel, bersama Mama dan adiknya. Rencananya besok mendekati hari H, keluarga besarnya baru ke sini bersama Papanya. "
Di mata Alan, Angga adalah sahabat yang baik. Selalu bisa mendengar keluh kesahnya, bersedia menampung kesedihan yang Alan rasakan dari keluarga yang tak utuh. Bahkan sekiranya Alan butuh nasehat, Angga selalu bisa memberikan masukan yang bisa Alan terima.Angga benar-benar bisa menjelma menjadi kakak, teman bahkan seorang Ayah bagi Alan.
Hingga seorang bernama Mai membuat hubungan mereka sedikit merenggang, karena keduanya sama-sama menyukai gadis kecil itu. Meski keduanya sepakat untuk bersaing secara sehat.
Waktu itu mereka kelas tiga SMP.
Mai, seorang gadis yang mereka ketahui belajar di sekolah sebelah. Sebuah sekolah elit, yang kebanyakan muridnya diantar dengan kendaraan roda empat. Tapi Mai selalu jalan kaki melewati sekolah Alan dan juga Angga, maka dari itu mereka jadi tau. Tak banyak yang bisa mereka lakukan karena Mai hanya sepintas saja melewati sekolah mereka dan tak pernah menghiraukan keduanya. Mungkin perasaan suka keduanya bisa disebut cinta monyet anak SMP. Sampai akhirnya setelah keduanya lulus, mereka sama sekali tidak mengetahui keberadaan gadis kecil bernama Mai itu.
Sudah hampir sepuluh tahun yang lalu kejadian itu. Sekarang Alan dan juga Angga sudah dua puluh tujuh tahun lebih. Alan memang sempat didekati beberapa gadis di desanya, namun Alan sepertinya belum ada niat untuk menikah. Lalu muncullah Rania dari pihak sang Ayah.
"Apa kabar gadis itu sekarang, " batin Alan. Dalam hatinya, sebenarnya Alan selalu memikirkan Rania. Lebih tepatnya penasaran dengan sosok seorang Rania. Tiba-tiba ponselnya bergetar tanda ada pesan masuk.
[Lan,aku minta maaf atas sikap Kirei siang tadi... seharusnya kamu tak melihat kejadian seperti itu. ]Sebuah pesan dari Angga. Dengan cepat Alan membalasnya
[Tak usah dibahas, aku doakan hubunganmu dengannya membaik dan semoga kamu tak salah memilih istri]
Alan membaca percakapannya dengan Angga di ponsel berulang kali.
"Apakah Angga mencintai calon istrinya dan calon istrinya mencintai Angga? Aku seperti tak melihat kebahagiaan itu dari keduanya. Lalu atas dasar apa mereka akan melanjutkan hubungan ini? Bagaimana seorang Angga memutuskan untuk menikah dengan perempuan yang lebih mirip nenek sihir itu?"
Malam semakin larut tapi Alan belum bisa memejamkan matanya. Ia raih ponsel yang terletak di meja kecil dekat tempat tidurnya. Alan mencari kontak dengan nama Rania dan ia terperanjat dengan mata yang terus menatap ponsel intens. Foto profil Rania sudah diganti, bahkan yang membuat Alan terperanjat kaget adalah seseorang yang bersama Rania dalam foto itu adalah Sabrina, teman sekelasnya dulu.
"Berarti mereka saling mengenal, " pikir Alan. Cepat-cepat Alan mencari kontak Sabrina dan mengetik pesan untuknya.[Bri,apa kabar? ]
Lama Alan menunggu balasan, tapi jangankan Sabrina membalas, membaca saja tidak. Karena terlalu bersemangat, Alan tak menyadari waktu yang sudah mendekati tengah malam. Tentu saja Sabrina sudah tidur pada saat ini.
Bunyi alarm membuat Alan terbangun, ia meraih ponsel dan mematikan alarm yang sudah berbunyi dari tadi. Biasanya Eyang akan membangunkan Alan kalau Alan tak segera bangun. Tapi hari ini Eyangnya pergi ke pasar bersama Bu Dewi. Jadi Alan sendirian di rumah.Karena sudah kesiangan, Alan langsung bergegas membersihkan diri di kamar mandi yang terletak tak jauh dari kamarnya. Selesai mandi Alan langsung teringat pesan yang ia kirimkan ke Sabrina.
Saat memegang ponsel,senyuman manis tersungging di bibirnya. Ada notifikasi balasan pesan dari Sabrina. [Hei temanku yang tampan tapi sombong, kabarku baik alhamdulillah, tumben... ada apa ini malam-malam kirim pesan ke aku]
Alan langsung mengirimkan foto profil Rania ke Sabrina, di mana di foto itu mereka berdua sedang sama-sama tersenyum manis di sebuah pantai. Keduanya memakai topi lebar dan Rania memakai kerudung warna putih tulang. Setelah pesan dibaca, panggilan masuk ke ponsel Alan.
"Hallo, " Alan menerima panggilan masuk dari Sabrina.
"Dari mana kamu dapat foto itu Lan,foto itu sudah lama sekali. "
"Dari seseorang, siapa perempuan yang bersama kamu itu, sepertinya aku tak asing dengan wajahnya? "
"Oh ya,, benarkah kamu tak mengenali gadis cantikmu dulu? Pasti kau dapatkan foto itu darinya kan? "
Alan semakin tak mengerti, gadis cantiknya dulu, mendapat foto dari dia... Siapa sebenarnya perempuan itu??
"Alaaan, kenapa kamu diem aja? "
"Iya iya, aku masih dengerin kamu ngomong... jangan teriak teriak seperti di hutan, kebiasaan kamu. "
Terdengar tawa renyah dari Sabrina.
"Bri,aku benar-benar tak mengerti... siapa yang berfoto denganmu itu. "
"Mungkin dengan mendengar namanya kamu akan tau. "
"Benarkah, siapa namanya? " tanya Alan bersemangat.
"Mairania Zulfa Haq, sudah mengerti? "
"Aku masih belum paham, siapa itu Mairania Zulfa Haq? "
"Alaan, kenapa kamu tak mengerti juga? Dia adalah gadis kecil yang sempat kamu perebutkan dengan Angga saat sekolah dulu, " penjelasan Sabrina membuat Alan syok. Ponsel dalam genggaman tangannya sempat jatuh ke kasur. Beruntung benda itu masih menyala. Dengan tangan yang gemetar, Alan mencoba meraihnya lagi.
"Benarkah yang kau katakan barusan Bri? "
"Untuk apa aku berbohong, lagian aku sudah lama tak bertemu dengan Maira. Entahlah, di mana Maira sekarang? "
"Maira, siapa lagi Maira? "
"Mairania Zulfa Haq, aku biasa memanggilnya Maira. "