Chereads / bintang terang untukku / Chapter 7 - 6.Aku panggil Maira

Chapter 7 - 6.Aku panggil Maira

"Apa aku harus memberi tau Angga tentang Rania yang ternyata adalah Mai?" tanya Alan dalam hatinya.Banyak pertimbangan dalam benak Alan, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi seandainya Angga ia beri tau.

"Sepertinya memberi tau Angga bukanlah keputusan yang benar, sebentar lagi Angga menikah. Sedangkan hubungan Angga dan Kirei seperti itu. Bisa-bisa Angga membatalkan pernikahan mereka dan kembali menjadi sainganku lagi. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan. Tapi aku akan terlihat egois karena memikirkan diriku saja. Hem...Biar saja kali ini aku egois. Aku tak akan memberi tau apapun padanya. Aku cukup datang di hari pernikahannya dan mengucapkan selamat pada pernikahan mereka, "keputusan Alan membawanya terlelap.

Keesokan harinya Alan di rumah saja, ia tak ke kandang karena kemarin baru saja panen. Biasanya tak banyak pekerjaan setelah masa panen. Alan memutuskan untuk mengunjungi sangat Ayah. Jarak yang cukup jauh membuat Eyang sempat melarang, tapi Alan berhasil membujuk sang nenek yang selalu memanjakannya. Bagi Alan perjalanan satu jam setengah bukanlah halangan untuknya bertemu dengan orang yang dirindukan, meski Alan tidak mengatakan kepentingan untuk bertemu Pak Candra pada neneknya. Selain sang Ayah, tentu saja alasan utamanya adalah Rania alias Mai.Perempuan yang akhir-akhir ini selalu muncul dalam hati dan pikirannya.

Dalam perjalanan, Alan memikirkan bagaimana nanti kalau sudah berhadapan langsung dengan Rania. Tujuannya bukanlah rumah Pak Candra seperti waktu itu, ini bukan hari libur. Kemungkinan Pak Candra dan Rania berada di toko. Maka Alan langsung menuju toko. Alan tak mengetahui bahwasanya Pak Candra hari ini di rumah, penyakit fertigonya kumat. Makanya Pak Candra menyerahkan toko pada Rania untuk mengurusnya.

Memasuki kawasan ruko, Alan mengurangi kecepatan motornya. Alan sengaja memarkirkan motor agak jauh dari toko Ayahnya. Tampak Rania sedang melayani pembeli dari kejauhan. Memakai atasan dengan motif bunga-bunga dan berhijab biru tua. Tampak cantik seperti biasanya. Tapi Alan tak menemukan keberadaan Pak Candra.

"Kenapa Ayah tak tampak membantu Rania, apa mungkin Ayah sedang di dalam membereskan sesuatu? " tanya Alan pada dirinya sendiri. Semakin dekat dengan tempat berdirinya Rania,detak jantungnya semakin tak karuan.

"Rania... " sapa Alan.

Rania yang sedang menulis pesanan otomatis mendongak ke sumber suara yang menyebut namanya.

"Iya..., " jawab Rania. Pandangan mereka bertemu, Rania melotot,tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Selama Rania bekerja ikut Pak Candra,belum pernah sekalipun Alan datang ke toko.Makanya Rania kaget.

"Mas Alan?? "

Alan tertegun. Bukan Rania yang ia lihat saat ini, tapi Mai-nya versi dewasa.

"Mas Alan ke sini sendirian? "

Mata Alan mengerjap beberapa kali. Kesadarannya telah kembali.

"Iya... iya aku sendirian, Ayah di mana? " tanya Alan.

Rania memandang Alan penuh tanya, sekarang Mas Alan menyebut dirinya aku saat berbincang dengannya??

"Pak Candra di rumah, apa Mas Alan tak tau kalau Pak Candra sedang sakit? "

"Ayahku sakit, sakit apa? " tanya Alan.

"Fertigo Mas, sudah dua hari Pak Candra nggak ke toko."

Alan mengangguk dan duduk di kursi plastik yang sudah tersedia. Alan memikirkan sang Ayah sedangkan Rania menyelesaikan urusan dengan pembeli. Tak butuh waktu lama bagi Rania untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tinggallah mereka berdua saat ini. Suasana mendadak jadi canggung. Rania terlihat mencari-cari kesibukan dengan menata barang dagangan di etalase toko. Alan hanya bisa memandanginya saja.

"Maira... " tiba-tiba Alan memanggil Rania dengan nama yang berbeda.

"Ha..., " reflek Rania menoleh ke samping di mana Alan sedang duduk.

"Dari mana Mas Alan tau nama Maira? "

"Namamu Mairania bukan? " bukannya menjawab pertanyaan Rania, Alan malah bertanya.

"Iya, benar... itu namaku, dari mana Mas Alan tau nama itu? "

"Dari seseorang yang selalu memanggilmu begitu. Dia temanku, namanya Sabrina. "

"Sabrina??" Rania tampak mengingat-ingat, terlihat dirinya mengerutkan dahi.

"Sejauh yang aku ingat, aku tak punya teman bernama Sabrina Mas, Sabrina siapa ya? " tanya Rania kemudian.

"Benarkah, bagaimana kalau kau lihat foto profil kamu." Alan memberikan saran seraya mengambilkan ponsel Rania yang terletak di atas rak dekat etalase.

"Jadi namanya Sabrina? " Rania kembali bertanya pada Alan setelah memandangi layar ponselnya.

"Apa kau benar tak mengenalnya, lalu kenapa dalam foto itu kalian tampak bahagia layaknya berpose dengan sahabat? "

"Maaf Mas, sebenarnya aku sakit. Banyak yang aku lupakan setelah peristiwa itu. Aku sengaja memasang foto itu untuk mencoba menggali ingatanku, tapi aku belum bisa. " Rania menunduk lemah.

"Maksudnya kamu kecelakaan dan lupa ingatan, begitu!!" Alan berseru tak percaya. Rania hanya mengangguk lemah.

Kenyataan apa lagi ini, Rania hilang ingatan. Pantas saja dirinya tak tau Alan sama sekali. Niat Pak Candra untuk menjodohkan Alan dengan Rania sempat diragukan Alan. Alan juga pernah bilang pada sang Ayah agar jangan berharap lebih dengan hubungannya bersama Rania meski Alan sempat merasa pernah mengenal dengan baik sosok seperti Rania.

Sekarang ceritanya jadi lain lagi. Sebenarnya Rania hilang ingatan adalah sesuatu yang baik untuk Alan. Mereka bisa menjalani hubungan yang baru tanpa bayangan Angga, karena Rania pasti melupakan Angga. Tapi keadaan ini juga bisa menjadi bumerang bagi Alan di kemudian hari, seandainya Alan tidak membuka hubungan mereka di masa lalu.

Sore ini Alan memutuskan untuk menginap di rumah Ayahnya. Seperti biasanya setelah menutup toko, Rania mampir ke rumah Pak Candra untuk menyerahkan kunci toko dan juga membawa buku laporan keuangan. Alan memasukkan motornya ke toko sebelum dikunci karena dia telah memaksa Rania untuk berboncengan ke rumah Pak Candra. Sempat Rania menolak,tapi Alan berhasil merayunya.Bagi Alan, ini kesempatan yang sangat langka untuk lebih dekat dengan Rania.

Bahagia sekali Pak Candra melihat Rania berboncengan dengan Alan.

"Bagaimana kamu bisa sama-sama Rania begini nak? " tanya Pak Candra dengan binar bahagia yang jelas terlihat di matanya.

"Tadi aku ke toko, katanya Ayah sedang sakit. Makanya motorku aku tinggal di toko, biar bisa irit bensin. Lagian Rania juga biasa ke sini sepulangnya dari toko. "

Pak Candra mengulum senyum mendengar penjelasan anak semata wayangnya. Alan pun langsung masuk ke kamar dan Pak Candra menyambut laporan Rania.

"Tadi saya nambah barang yang kemungkinan perlu ditambah stoknya Pak, barang yang lama sudah saya taruh di depan. Sedangkan barang yang tadi baru datang saya taruh di dalam biar nggak ketuker saat menjual. "

Penjelasan Rania panjang lebar, tapi Pak Candra tak menggubrisnya.Ia tampak memperhatikan Rania, tapi benar-benar tak mengerti ucapan Rania. Baginya laporan Rania tak lebih penting dari kebahagiaannya mendapati Rania sudah mau berboncengan dengan Alan.

Setelah selesai, Rania pamit pulang. Pak Candra berpesan agar Rania hati-hati di jalan. Melepas kepergian Rania, Pak Candra melambaikan tangan. Sambil masuk rumah, dirinya bergumam.

"Calon menantuku... "

"Apa Ayah tau kalau Rania sempat hilang ingatan? "