Chapter 10 - Bab 10

Negeri yang merdeka

Diisi oleh jiwa-jiwa yang merdeka

Dan tubuh-tubuh yang merdeka.

Merdeka untuk menulis dan menari

Merdeka untuk menyayangi dan mencintai

Sejengkal tanah dan setangkup air

Tempat dimana ari-arinya terpendam sejak lahir.

Ibukota Kerajaan Blambangan. Seekor kuda berlari memasuki kota Blambangan dengan tergesa-gesa. Derap kakinya yang kencang membuat orang-orang memilih minggir daripada tertabrak. Pengendaranya adalah seorang laki-laki gagah bercaping lebar. Kuda itu menerobos keramaian dengan cepat. Menuju pintu gerbang istana kerajaan yang terjaga rapat.

"Berhenti! Kisanak darimana dan maksud apa?" Penjaga menghadang dengan tegas saat melihat kuda itu sepertinya tidak mau berhenti. Sang pengendara menghentikan kuda dan membuka capingnya yang lebar. Para prajurit penjaga pintu gerbang terkejut melihat wajah itu. Serentak mereka membungkuk hormat," Panglima Narendra, mohon ampun atas kelancangan kami. Silahkan masuk. Baginda sudah menunggu panglima."

Yang disapa mengangguk pendek dan segera menendang perut kuda yang segera melesat kembali menuju istana. Sesampainya di undakan istana, Panglima Narendra menyerahkan kuda kepada para penjaga. Buru-buru melepas capingnya dan memasuki istana raja. Di dalam rupanya para pejabat kerajaan telah berkumpul lengkap. Bahkan sang Raja Blambangan sendiri sudah duduk di singgasananya.

Panglima Narendra duduk bersimpuh memberi sembah," Ampun baginda raja. Hamba sedikit terlambat. Ada beberapa urusan dengan telik sandi yang harus hamba selesaikan sepanjang perjalanan pulang ke sini..."

Sang Raja mengangkat tangannya dan tersenyum," Duduklah panglima. Tak apa. Sekarang laporkan bagaimana perkembangan terakhir di perbatasan Garahan."

Panglima Narendra membetulkan letak duduknya," Paduka raja, telik sandi yang kita sebar sepanjang perbatasan Garahan mengatakan bahwa banyak pergerakan pasukan Majapahit di lereng Semeru baru-baru ini. "

"Pasukan Majapahit sedang mengepung sekutu kita. Bahkan paduka putri terluka parah oleh tokoh wanita penting dari Sayap Sima."

"Lima Begal Garahan yang selama ini menjadi dinding perbatasan telah tewas dua orang oleh seorang anak kecil yang menurut kabar berita adalah putra dari paduka Arya Prabu. Paduka Arya Prabu sendiri telah tewas dikeroyok oleh begundal-begundal dari Sayap Sima."

"Jika tidak segera kita bantu, paduka putri di Semeru tak akan sanggup bertahan lebih lama lagi. Pasukan Majapahit semakin merangsek ke puncak. Hanya masalah waktu hingga mereka bisa menemukan markas paduka putri."

"Apalagi sekarang Majapahit mengerahkan semua tokoh Sayap Sima ke Semeru. Ki Tunggal Jiwo sendiri turun tangan memimpin pasukan."

"Jika Semeru bisa ditaklukkan, mata Majapahit hanya akan tertuju kepada kita Paduka Raja. Menggeser pasukan dari Semeru ke Garahan tidak akan makan waktu lama." Panglima Narendra menjelaskan panjang lebar apa yang telah ditelisik oleh para telik sandinya di lapangan.

"Menurutmu bagaimana baiknya Paman Penasehat?" Raja menoleh kepada seseorang yang duduk tidak jauh dari singgasana.

Yang ditanya adalah seorang pria paro baya kurus kecil berbaju gemerlap. Matanya buta sebelah dan ditutup menggunakan kain berwarna hitam. Menambah seram wajahnya yang merah karena kebanyakan tuak. Bahkan di samping tempat duduknya berjejer botol-botol tuak yang masih belum dibuka. Pria ini dikenal sebagai salah satu tokoh sakti di tanah Jawa yang pernah menggegerkan dunia persilatan beberapa belas tahun lalu. Kala itu dia sendirian mendatangi istana raja Majapahit dan berusaha mengobrak-abrik istana. Ratusan prajurit pengawal kerajaan tewas oleh pria sakti ini, sebelum akhirnya Ki Tunggal Jiwo dan Ki Biantara datang mengalahkannya. Kala itu dia masih berhasil melarikan diri walaupun terluka parah dan kehilangan satu matanya. Pria bernama Ki Hangkara yang dikenal dengan julukan menyeramkan, Hulubalang Setan Tanah Baluran. Salah satu kemampuannya yang aneh dan mengerikan adalah dia bisa membangkitkan pasukan dari yang sudah mati.

Ki Hangkara adalah andalan Raja Blambangan. Selain punya ilmu kanuragan mengerikan, dia juga terkenal sebagai seorang ahli perang. Beberapa kali dia berhasil mempertahankan perbatasan ketika pasukan Majapahit mencoba menerobos. Ki Hangkara dibantu oleh tiga orang tokoh tua blambangan yang dikenal sebagai Tiga Danyang Kawah Ijen. Tokoh-tokoh Blambangan semuanya mempunyai kemampuan lebih dalam hal ilmu tak kasat mata. Tiga Danyang ini juga tidak terkecuali. Mereka sangat lihai dalam pertempuran jarak jauh menggunakan kemampuan yang mereka miliki. Saat Ki Hangkara memimpin pasukan mempertahankan perbatasan, Tiga Danyang Kawah Ijen membuat kocar-kacir pasukan Majapahit dengan mengirimkan teluh dan sihir yang beraneka rupa.

"Saya pikir kita harus memecah kekuatan mereka paduka raja. Mereka terlalu kuat bagi kita. Pasukan yang besar dan tokoh-tokoh sakti berkemampuan tinggi di belakangnya. Selama ini konsentrasi mereka terpecah ke paduka putri di Semeru dan kita."

"Kirimkan utusan ke kerajaan Galuh Pakuan. Kita bisa mengadakan perjanjian persekutuan dengan mereka. Umumkan kesepakatan itu. Majapahit harus tahu. Sehingga mereka akan membelah kekuatannya di timur dan di barat. Selain itu, kita juga harus bantu memindahkan markas paduka putri dari Semeru. Gunung Raung adalah pilihan terbaik."

"Saya akan mendatangi Raja Iblis Nusakambangan. Dia orang yang mudah dihasut. Dia juga punya pasukan begal dan bajak laut. Saya akan bujuk dia supaya membuat kekacauan di wilayah selatan Majapahit. Sebagian kekuatan akan kembali terpecah ke daerah selatan."

"Saya juga mendengar bahwa Laksamana Utara punya ambisi lain meski dia adalah bagian dari Sayap Sima. Dia kecewa terhadap Mahapatih Gajahmada yang lebih memilih Ki Tunggal Jiwo dibanding dirinya ketika Arya Prabu mengundurkan diri dulu. Dia sedang menyusun kekuatan bersama negeri seberang di pantai utara."

"Dari Nusakambangan saya akan pergi ke Istana Laut Utara. Saya akan ambil putrinya yang lihai itu menjadi murid saya sebagai bukti persekutuan."

Ganti sekarang Ki Hangkara yang menjelaskan secara panjang lebar strateginya kepada Raja Blambangan yang terlihat manggut-manggut setuju.

Pertemuan itu ditutup dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh Raja Blambangan berdasarkan strategi yang disampaikan Ki Hangkara tadi. Setelah para pejabat, panglima dan hulubalang telah pergi dari ruang pertemuan. Raja Blambangan memberi isyarat kepada Ki Hangkara untuk mendekat.

"Ki Hangkara, aku ingin kau mengirim utusan mencari putra dari Arya Prabu. Aku rasa dia sudah menjadi pemuda sekarang. Bagaimanapun dia adalah kerabat Kerajaan Blambangan. Di dalam darahnya mengalir darah Blambangan. Cari tahu di mana dia berada. Ajak pulang ke Blambangan. Biar Blambangan yang membesarkan anak-anaknya sendiri."

Ki Hangkara menganggukkan kepalanya kemudian berbalik dan bersiap melangkah pergi. Tertahan saat sang raja berkata," Tunggu... satu lagi. Kalau tidak salah, beberapa tahun lagi Naga Api akan muncul. Dapatkan mustika yang akan dikeluarkannya. Aku ingin melengkapi warisan kuno berumur ribuan tahun kerajaan yang baru mempunyai mustika air. Aku ingin melengkapinya menjadi air dan api.."

Kembali Ki Hangkara menganggukkan kepalanya. Bergegas dia keluar ruang pertemuan. Dipanggilnya seorang gadis muda manis dengan dandanan aneh yang sedang berdiri menunggu di luar.

"Anakku Arawinda. Pergilah cari seorang pemuda yang bernama Arya Dahana. Kabar terakhir aku hanya tahu dia tinggal bersama Ki Gerah Gendeng di lereng Gunung Arjuna. Bujuklah dia agar mau kembali ke Blambangan. Katakan kalau Raja Blambangan memintanya tinggal di istana."

Si gadis manis bernama Arawinda itu menganggukkan kepalanya dengan acuh.

"Jangan lupa kau singgahlah ke Lembah Mangkubumi. Sampaikan suratku ini kepada ayahmu. Katakan juga bahwa empat tahun lagi aku membutuhkan bantuannya di puncak Merapi. Jangan lupa selama pengembaraanmu, berlatihlah terus Ilmu Mengumpulkan Roh yang tidak kamu sukai itu. Aku sudah berjanji kepada ayahmu agar kau bisa menguasai ilmu langka itu."

"Baik Paman Guru. Saya akan berangkat hari ini juga menunaikan tugas dari Paman Guru. Apa ciri-ciri pemuda yang bernama Arya Dahana itu Paman Guru?" Arawinda bertanya.

"Aku tidak pernah mengenalnya. Aku hanya mengenal ayahnya. Barangkali ada satu petunjuk yang berguna bagimu. Jika ada orang yang menguasai ilmu Geni Sewindu, maka dia adalah ciri-ciri keturunan Arya Prabu..."

Arawinda mengangguk lagi. Dia menyambar buntalan pakaian yang diletakkan di lantai. Kemudian dengan santainya beranjak pergi. Ki Hangkara melihatnya dengan tersenyum. Boleh jadi dia adalah tokoh hitam yang tidak peduli dengan nilai dan norma. Namun dia sangat sayang pada keponakan muridnya yang selama ini telah dianggapnya sebagai anaknya sendiri. Arawinda adalah putri dari seorang tokoh aneh di Padepokan Mangkubumi bernama Ki Mangkubumi. Tokoh yang tidak pernah mencampuri sedikitpun urusan dunia persilatan kecuali sangat terpaksa. Tokoh yang lebih suka menyendiri di padepokannya di lembah Merapi. Ki Mangkubumi adalah kakak seperguruan Ki Hangkara saat mereka dulu menjadi murid Setan Sihir Negeri Seberang.

Setelah Arawinda pergi melaksanakan tugas darinya. Ki Hangkara memberikan beberapa perintah lain kepada anak buahnya. Ada 4 pasukan yang disuruhnya menyelesaikan tugas. 2 pasukan bertugas menyelamatkan dan memindahkan markas Perkumpulan Malaikat Darah, 1 pasukan mempersiapkan markas baru di Gunung Raung dan 1 pasukan bertugas membawa persembahan persahabatan ke Kerajaan Galuh Pakuan. Dia sendiri harus segera menemui Raja Iblis Nusakambangan dan Laksamana Utara.

**********