Chapter 15 - Bab 15

"Ya sudah aku menginap saja di sini menemani kamu," ucap Dea.

"Apa Ayah kamu tidak akan marah?" tanyaku.

"Tidak akan, sekarang aku akan telepon Ayah dulu," Dea mengambil ponselnya.

Aku terus menelepon Mamah, tapi tidak di angkat. Aku takut terjadi sesuatu kepada Mamah, kalaupun aku keluar mencari Mamah, aku tidak tahu harus mencari ke mana.

"Kamu punya nomor Om David?" tanya Dea setelah selesai menelepon Ayahnya.

"Aku tidak punya, nomor Teman-teman Mamah aku juga tidak punya," jawabku.

"Kita tunggu saja, kamu harus rileks dan berpikir positif kalau Mamah kamu baik-baik saja," Dea berusaha menenangkanku.

Aku menuruti perkataan Dea, dia mengajak menonton acara yang kami berdua sukai. Tapi tidak lama setelah menonton Dea tertidur, aku lihat jam ternyata sudah jam 23:49 WIB. Dan sepertinya Mamah tidak akan pulang, aku membangunkan Dea untuk mengajaknya pindah ke kamarku tapi dia tidak bangun. Ponselnya berbunyi dan itu panggilan dari Angga, aku membangunkannya lagi dan Dea terbangun.

"Itu Angga menelepon," ucapku.

"Biarkan saja," Dea tidak mengangkat telepon dari Angga.

"Mamah kamu tidak pulang?" tanya Dea.

"Tidak," jawabku.

"Mungkin Mamah kamu menginap di rumah Temannya," ucap Dea.

"Iya mungkin," perasaanku tidak tenang.

"Ya sudah ayo kita tidur saja aku sudah sangat mengantuk," ajak Dea dengan mata yang terlihat sangat mengantuk.

"Iya ayo." Kami masuk ke kamarku dan mulai tidur.

Keesokannya

Alarm berbunyi aku terbangun dan melakukan senam yoga di ruang tengah sendiri, aku tidak mau Dea terbangun, karena aku lihat tidurnya sangat pulas, selesai yoga aku beres-beres dan menyiapkan sarapan.

"Wah kamu bangun dari jam berapa?" tanya Dea.

"Aku bangun jam 5 pagi, aku selalu melakukan yoga setiap pagi," jawabku.

"Wah semangat ya," ucap Dea.

"iya, sekarang ayo kita sarapan dulu," ajakku.

"Oh iya, Mamah kamu belum pulang juga?" tanyanya.

"Belum, kalau selesai sarapan Mamah belum pulang juga, aku akan mencarinya," jawabku.

"Iya nanti akan aku temani," ucap Dea.

"Terima kasih,"

Kami hanya sarapan roti dan susu saja, saat kami sedang makan Mamah pulang tapi hanya sendirian tidak diantarkan Om David.

"Mamah dari mana?" tanyaku.

"Maaf Mamah tidak pulang, semalam kepala Mamah sakit tidak kuat berdiri, jadi Mamah menginap di rumah Teman Mamah," jawabnya.

"Tapi apa sekarang Mamah masih sakit?" tanyaku.

"Sekarang Mamah baik-baik saja, Mamah mau istirahat dulu, Tante masuk kamar dulu ya," ucap Mamah kepada kami.

Entah kenapa hatiku tidak percaya dengan perkataan Mamah, tapi aku tidak boleh berpikir buruk dan harus percaya kepada Mamah. Selesai makan aku ke kamar Mamah untuk mengecek keadaannya, takutnya malah semakin parah.

"Tok! Tok! Tok! Mah." Aku masuk ke kamar Mamah.

"Eh va ada apa?" tanya Mamah.

"Mamah benar tidak apa-apa?" tanyaku.

"Iya Mamah hanya perlu istirahat kok," jawabnya.

"baiklah, kalau ada apa-apa panggil saja aku ya Mah," ucapku.

"Iya," Mamah kembali tidur.

Dea masih di rumahku, katanya dia malas untuk pulang karena di rumahnya tidak ada Teman untuk mengobrol, semua orang fokus pada pekerjaannya masing-masing. Aku menanyakan bagaimana masa kecil Dea, dia bercerita kalau masa kecilnya lebih bahagia karena ada Mamahnya yang selalu bersamanya. Bukan berarti dengan Ayahnya tidak bahagia, hanya saja Ayahnya terlaku sibuk dengan pekerjaannya jadi mereka jarang bertemu.

"Dari kecil aku berteman dengan Angga, karena Orangnya juga berteman dengan Orang tuaku, aku menganggapnya sebagai Kakakku karena dia selalu menolongku," ucapnya.

"Tapi sepertinya Angga memiliki perasaan yang berbeda," ucapku.

"Iya aku tahu," ucap Dea.

"Terus apakah kamu juga menyukainya sekarang?" tanyaku.

"Itu semua akan sulit kalau hubungan kami berubah jadi semacam itu," jawabnya.

"Kenapa sulit?" tanyaku penasaran.

"Hubungan percintaan selalu banyak konflik, dan akan membuat hubungan merenggang, aku tidak mau itu sampai terjadi, aku ingin selali Angga bersamaku terus seperti ini," jawabnya.

Ternyata itu alasannya, tapi tidak menutup kemungkinan kalau Dea jua menyukai Angga. Mereka sudah bersama cukup lama, menurutku pasti tumbuh perasaan sayang lebih dari Sahabat pada mereka. Hanya saja cara berpikir Dea yang terlaku takut, mungkin karena dia sudah kehilangan orang ya g penting di hidupnya, jadi dia tidak mau hal itu sampai terjadi lagi.

"Kamu menyukai Angga ya?" tanya Dea sambil menggodaku.

"Ah enggak kok, mana mungkin orang sepertiku menyukai Laki-laki seperti Angga," ucapku.

"Kenapa tidak, Angga baik dan kamu juga orang baik," ucap Dea.

"Tetap saja tidak mungkin, lihat saja kita ini bagaimana bumi dan langit," ucapku, Dea tertawa mendengar hal itu.

"Aku pikir keinginan kamu diet dan perawatan, salah satu alasannya adalah Angga," ucap Dea.

"Ah enggak kok, aku hanya lelah di hina terus," ucapku.

Padahal Angga memang salah satu alasanku untuk berubah, tapi aku tidak yakin kalau aku berubah apakah Angga akan melirikku, karena hubungannya dengan Dea sangat erat.

"Aku menumpang mandi ya, badanku gerah," ucapnya.

"Iya, kamu mau pinjam bajuku, tapi bajuku ukurannya besar semua," ucapku.

"Tidak usah, nanti Sopirku akan membawakan bajuku kok," ucapnya.

"Baiklah kalau begitu,"

Badanku juga sama sudah gerah, selesai Dea mandi giliranku yang mandi. setelah aku selesai Sopir Dea belum juga datang, mungkin jalannya macet.

"Sopir kamu belum datang?" tanyaku.

"Belum, mungkin sebentar lagi," jawabnya.

Beberapa menit kemudian Sopirnya datang, aku membantu Dea untuk membawakan bajunya ke Pak Sopir. Selesai berpakaian Dea pulang, dia tidak pamit dulu ke Mamah, karena takut mengganggu istirahat Mamah. Setelah Dea pulang radanya sepi, Mamah juga belum bangun, "Ah aku menonton TV saja," ucapku sambil menyalakan TV. Ponselku berbunyi ternyata ada sebuah pesan, ternyata itu Angga, aku menyimpan nomornya saat dia membantuku mencarikan tasku. Dn ternyata dia juga menyimpan nomorku, entah kenapa hatiku rasanya sangat senang.

[Apakah kamu bersama Dea?] isi pesan Angga.

[Dea sudah pulang barusan,] balaku.

[Baiklah terima kasih,] balasnya.

[Iya sama-sama,] balasku.

Sekhawatir itu Angga kepada Dea sampai-sampai dia mengirim pesan kepadaku untuk menanyakan Dea, ternyata Angga benar-benar mencintai Dea. Apa aku masih bisa mengambil hati Angga, tapi bagaimana caranya, kalaupun aku menjadi cantik tidak menjamin Angga akan berpaling kepadaku. Seketika itu aku tidak bersemangat, bahkan menonton acara kesukaanku pun aku tidak semangat. Aku memilih untuk masuk ke kamar, dan merebahkan badanku sebentar untuk menjernihkan pikiranku. Tapi tidak terasa aku tertidur, namun aku terbangun oleh suara klakson mobil, "Siapa itu." Aku kaget dan melihat dari jendela. Ternyata itu Om David, dan Mamah keluar menemuinya dengan pakaian yang sudah rapi, sepertinya mereka akan pergi bersama lagi, tapi kenapa Mamah tidak memberitahuku.