"Mamah sudah sembuh pusingnya?" tanyaku.
"Iya, sekarang sudah membaik," jawabnya.
"Syukurlah," lalu kami masuk ke dalam rumah.
Selesai mandi dan mengganti baju aku membantu Mamah memasak, aku menyiapkan makananku sendiri.
"Kamu bikin apa?" tanya Mamah.
"Ini menu dietku Mah," jawabku.
"Semoga kali ini diet kamu berhasil ya," ucap Mamah.
"Iya Mah semoga saja,"
Selesai makan aku mengerjakan tugas sekolah, sedangkan Mamah sibuk dengan Ponselnya. Tugasku cukup banyak dan sulit membuatku sampai berjam-jam untuk menyelesaikannya, setelah selesai aku bermaksud untuk mencuci muka dan melakukan perawatan wajah karena aku akan tidur, tapi terdengar suara mobil dan Mamah langsung terbangun dan pergi ke luar rumah.
"Bagaimana keadaan kamu?" suara Om David samar terdengar.
"Sudah membaik, ayo masuk," jawab Mamah.
Mereka berdua masuk, Om David menunggu di ruang tamu sedangkan Mamah pergi ke dapur untuk membuatkan minuman.
"Siapa Mah?" tanyaku pura-pura tidak tahu.
"Oh iya, itu Om David," jawab Mamah.
Aku tidak menemuinya walaupun Mamah menyuruhku untuk menemuinya, aku lebih memilih untuk melakukan perawatan wajah dan tidur. Tapi saat mencoba tidur aku tidak merasa mengantuk sedikit pun, padahal tadi aku sangat mengantuk. Sudah hampir jam 11 malam tapi Om David belum pulang, aku menelepon Dea tapi tidak di angkat, mungkin dia sudah tidur.
Keesokannya.
Aku bangun kesiangan bahkan suara alarm tidak terdengar, mungkin aku tidur sangat pulas. Karena kesiangan hari ini aku tidak melakukan yoga, dengan cepat aku mandi dan bersiap lalu sarapan. Saat akan berangkat mobil Om David masih terparkir di depan rumah, apa mungkin dia menginap. Kalau pun menginap dia tidur di mana, karena kamar di rumahku hanya dua. Tadinya aku mau masuk kembali ke dalam rumah dan mengeceknya, tapi sudah siang aku takut terlambat sekolah.
Sesampainya di sekolah.
"Kamu kenapa murung begitu?" tanya Dea.
"Aku bingung menjelaskannya," jawabku.
"Kenapa bingung? Ayo bicara saja siapa tahu aku bisa bantu," ucap Dea.
"Baiklah," aku menceritakan semuanya dengan rinci.
"Kamu tidak tanya ke Mamah kamu?" tanya Dea.
"Tadi Mamah tidak ada, entah sudah berangkat kerja atau masih tidur," jawabku.
"Kalau Om David masih di rumah, berarti Mamah kamu ada di rumah," ucap Dea.
"Apa mungkin mereka tidur satu kamar?" aku menduga-duga.
"Kita tidak bisa berpikir seperti itu, karena kami tidak melihat mereka tidur bersama kan," ucap Dea.
"Jadi aku harus bagaikan?" tanyaku bingung.
"Nanti sepulang sekolah kamu tanyakan saja pada Mamah kamu," jawab Dea.
"Bagaimana kalau Mamahku marah?" aku merasa takut.
"Kalau kamu bertanya baik-baik Mamah kamu tidak akan marah," ucap Dea.
Bel masuk berbunyi, hari ini aku tidak bisa fokus belajar. Kepalaku serasa banyak beban, saat pulang sekolah Mamah tidak ada lagi di rumah. Dan aku yakin Mamah pasti pergi dengan Om David, saat aku telepon Mamah juga tidak mengangkat teleponnya. Aku merasa ini sudah keterlaluan dan aku tidak bisa membiarkan ini, aku menelepon Dea dan mengatakan akan ke rumahnya, selesai mandi dan mengganti pakaian aku langsung pergi.
Sesampainya di rumah Dea.
"Mau ke siapa Neng?" tanya Satpam rumah Dea.
"Saya mau menemui Dea," jawabku.
"Oh silakan masuk," aku masuk dan menunggu Dea.
Mbok Darsih membuatkan aku minuman, kemudian datang Dea menghampiriku.
"Kamu sudah lama?" tanyanya.
"Enggak kok," jawabku.
"Apa yang akan kamu lakukan, aku akan membantumu,? Tanya Dea.
"Tapi bagaimana caranya kita tahu mereka ada di mana?" tanya Dea.
"Aku tahu seseorang siapa yang bisa membantu," ucapku.
Aku teringat saat Angga membantuku mencari tas dengan cara melacak ponselku, dan aku rasa cara ini bisa dilakukan untuk mengetahui keberadaan Mamah.
"Aku minta tolong agar kamu menelepon Angga dan minta dia untuk menolongku," aku memohon.
"Baiklah aku akan meneleponnya." Dea menelepon Angga.
Ternyata Angga bersedia membantu, mungkin karena Dea yang menintanya. Kali ini aku tidak peduli, urusan Mamah lebih penting.
15 menit kemudian.
"Ah boleh aku minta minum, aku sangat haus," ucap Angga sambil duduk.
Angga seperti tidak canggung saat datang ke rumah Dea, Mbok Darsih membelikan minuman.
"Sebenarnya ada masalah apa?" tanya Angga.
Dea menceritakan semuanya dengan detail, termasuk tujuanku minta tolong.
"Baiklah aku akan coba," Angga mencoba melacak keberadaan Mamahku.
Angga menemukan kebenaran Mamah sekarang ada di sebuah hotel.
"Aku tidak percaya," ucapku.
"Kamu lihat saja sendiri," Angga menyuruhku melihat dengan mataku sendiri.
"Sedang apa Mamah di hotel?" aku sangat terkejut.
"Bagaimana kalau kita ke sana saja untuk memastikan kebenarannya," ajak Dea.
"Baiklah ayo," pikiranku kacau.
Kami pergi bertiga, Angga menyetir dengan Dea duduk di sampingnya dan aku duduk di kursi belakang. Yang ada di pikiranku hanya Mamah, aku ingin segera sampai di hotel itu dan bertemu dengan Mamah.
"Sudah jangan terlalu dipikirkan," ucap Dea kepadaku.
"Iya ini belum tentu juga Mamah kamu ada di sana," timpal Angga.
Saat sampai di sana aku lihat hotelnya cukup besar, dan aku bingung harus bagaimana mencari Mamah. Apalagi Mamah masih belum mengangkat teleponku, Dea menyuruhku menunggu di mobil lalu dia masuk ke dalam dan bertanya kepada Resepsionis apakah nama Om David atau Mamahku ada di daftar tamu. Beberapa menit kemudian Dea kembali ke dalam mobil dan mengatakan kalau nama Km David ada di daftar tamu, pikiranku rasanya tidak karuan dan banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepalaku.
"Kita tunggu saja di sini, dan kita lihat apakah Mamah kamu keluar dari hotel itu atau tidak," ucap Angga.
"Tapi sampai kapan kita harus menunggu di sini?" tanyaku.
"Bagaimana kalau kita langsung ke kamarnya saja," ucap Dea.
"Bagaimana kalau kita ke kamar itu, dan ternyata bukan Om David yang kita maksud?" tanya Angga.
"Kamu benar juga, lebih baik kita tunggu saja di sini," ucap Dea.
"Apakah kalian tidak keberatan menemaniku menunggu di sini?" tanyaku.
"Tentu saja tidak, kamu tenang saja kami ada di sini untuk membantu kamu," ucap Dea.
Syukurlah aku memiliki Temanya yang mau menolongku, Angga membelikan camilan untuk kami. Agar kami tidak kelaparan saat menunggu Mamah, tapi aku tidak merasa lapar, yang aku pikirkan hanya ingin menemui Mamah. Lama kami menunggu, mereka belum muncul juga padahal ini sudah jam 9 malam. Aku sempat berpikir mungkin mereka memang tidak ada di sini, aku mengajak untuk pulang saja, tapi pada saat kami hendak pulang Dea melihat Mamahku berdiri di depan hotel itu.
"Va, sepertinya itu Mamah kamu," ucap Dea.
"Mana?" Aku melihat ke arah hotel.
"Kamu jangan ke sana," ucap Angga.
"Kenapa?" tanyaku.
"Lebih baik kita ikuti saja mereka, jangan buat keributan di sini," jawab Angga.