Clang!
Clang! Clang!
Para kesatria Silih berganti dikalahkan oleh Alexandra dengan cepat, mereka terengah-engah dan berkeringat karena melawan Alexandra.
Tuan mereka adalah kesatria yang kuat, mereka sudah tahu kalau mereka akan kalah.
[Duchess memang luar biasa.]
[Energi Duchess sama sekali tidak habisnya.]
Mereka semua berpikir betapa hebat Duchess yang mereka layani ini, suara pedang terdengar lagi, dan tubuh mereka terjatuh, terdorong, serta bersimpuh karena mereka kalah hebat dari Duchess Alexandra Rissingshire.
Walaupun mereka dikalahkan, tapi mereka semua terlihat senang dengan hal itu.
Alexandra menyarungkan pedangnya, di depannya lima belas kesatria bersimpuh dan menunduk pada Alexandra.
"Terima kasih atas pembelajaran yang sangat berarti ini, Duchess!"
Mereka semua berteriak, dan Alexandra berbalik. Dia melihat Lucian yang duduk di belakangnya memandang dengan mata bersinar mengagumkan, sungguh sesuatu yang menyegarkan untuk dilihat ketika habis melakukan sesuatu yang melelahkan seperti ini.
Seolah matanya itu adalah berlian yang terkena sinar matahari.
Alexandra mencoba tenang walaupun wajahnya tersipu Semerah stroberi yang dia makan tadi pagi.
"Bagaimana menurutmu?" Alexandra bertanya lagi Lucian yang duduk di depannya, dia melihat Lucian tepat di bawah dagunya.
Melihat keindahan Lucian dan mengaguminya berulang kali di dalam dirinya.
Terkadang tangannya tanpa sadar mau memegang Lucian tapi dia menahannya cukup baik.
[Imut sekali. Sangat bersinar]
Alexandra sungguh lemah sesuatu yang terlihat manis. Tidak ada yang tahu tentang itu, dia merahasiakannya.
Tadi, Lucian ingin ikut latihan pagi bersama dengan Alexandra. Mengingat dirinya juga merupakan kesatria Rissingshire, tapi Alexandra menahannya. Dia tidak mau makhluk semanis Lucian terluka, dia ingin menjaganya seperti boneka porselen yang dia miliki saat dia kecil.
Jika Lucian menjadi suaminya, dia akan bekerja keras, urusan perang dan lainnya dia percaya diri, dan dia sendiri telah diakui oleh pihak kekaisaran. Lucian hanya perlu duduk manis dan memberikannya anak. Itulah yang dia harapkan, bahkan dia telah memikirkan jumlah anak yang akan dia miliki nantinya. Dia ingin tiga anak dengan satu anak perempuan, itu akan sangat luar biasa sekali.
"Anda sangat hebat sekali. Tapi bukankah bahu Anda sakit?"
Alexandra menyipitkan kedua matanya, saat Lucian mengatakan tentang bahunya dia baru saja merasa bahunya sakit.
[Ada apa ini?]
"Saya rasa Anda terlalu menggunakan kekuatan yang ada di antara bahu Anda, padahal hanya dengan tenaga yang di pergelangan tangan Anda saja, Anda bisa menjatuhkan mereka semua."
Lucian menjelaskan sambil tersenyum, dia menatap Alexandra yang menatapnya dengan kening berkerut yang malah terlihat seperti sedang kesal padanya.
"Menyebalkan," ucap Alexandra membuat Lucian terkejut.
[Sepertinya aku telah menyinggungnya ....]
Alexandra adalah kesatria yang sangat hebat, dia memenangkan banyak perang, dan dengan gagah berani membawa kepala musuh, menggulingkannya di tanah untuk membungkam mulut para pengkhianat.
Dengan kemampuan sehebat itu, dia yang bukanlah apa pun berani mengoreksi Alexandra, tentu saja dia sangat kurang ajar sekali. Dia yang telah berulang kali turun ke medan perang ini bahkan mendapatkan sesuatu yang harus dia pikirkan ulang.
Bahkan para kesatria yang ada di belakang Alexandra saat mendengar Lucian mengatakan itu menatap Lucian tajam penuh permusuhan. Sombong sekali, dan Lucian harus sadar diri, dia hanyalah kesatria bayaran yang tidak pastinya tidak lulus dalam penyaringan kesatria resmi mana pun
"Kenapa bahasamu formal sekali padaku? Aku ini tunanganmu."
"Eeee?" Lucian terkejut, dia menatap Alexandra dengan tatapan heran. Dia mengamati, bukan hal yang umum bagi bangsawan untuk bertunangan dengan orang biasa.
"Lexa, panggil aku Lexa dan jangan gunakan bahasa formal padaku. Itu membuatku kesal."
Alexandra memiringkan sedikit kepalanya, menatap Lucian yang mulutnya sedikit terbuka dan sekarang tersenyum.
Ekspresi matanya itu berubah cepat dan dapat menenangkan ombak besar yang datang.
"Maafkan aku, Lexa. Aku masih belum terbiasa."
Alexandra mengangguk memahaminya. Tentu saja orang-orang akan kesulitan bersikap biasa padanya yang luar biasa ini. Alexandra percaya diri kalau orang-orang pasti sangat mengaguminya.
Kemudian dia menyentuh pundaknya, merasakan apa yang dikatakan oleh Lucian. Dia mungkin terlalu stres hingga mengeluarkan gerakan yang tidak perlu dan memberatkan tubuhnya.
"Terima kasih atas , Lucian. Aku memang merasakan sedikit sakit di bahu, mungkin karena perubahanku kemarin."
Alexandra mengulurkan tangannya, Lucian menyambut uluran tangan Alexandra, dia berdiri dan sekarang dialah yang menatap Alexandra dengan sedikit menunduk.
Dia mungkin pria yang manis, tapi dia pria yang cukup tinggi. Tingginya dan Alexandra berbeda 20 sentimeter, yang harus membuatnya menunduk kalau sedang bicara dengan Alexandra.
Tangan mereka masih saling memegang, tidak ada niatan dari Alexandra untuk melepaskan genggaman tangannya, dia menarik Lucian dan mereka berjalan bersama melewati lorong-loring besar dan panjang dari mansion miliknya.
"Bagaimana menurutmu tentang tinggal di sini?" Alexandra bertanya pada Lucian yang berjalan di sampingnya.
Para kesatria dan pelayan yang melihat mereka berdua menunduk, setelah mereka berlalu, mereka mengutuk Lucian yang mereka anggap sebagai pria yang hanya seperti lintah saja.
"Sungguh mansion yang luar biasa. Aku selalu mengagumi, dan para kesatria di sini juga sangat hebat. Orang-orangnya ramah."
Lucian tersenyum walaupun ada kebohongan dalam apa yang dia katakan tadi.
"Aku senang kalau kau senang tinggal di sini."
Sekarang mereka memasuki taman mansion Rissingshire, berbeda dengan tempat pertemuan mereka, di sini lebih banyak ditumbuhi dengan bunga mawar merah yang sangat pekat.
Lucian memegang bunga mawar tersebut dan mengusap kelopaknya.
"Kau heran dengan warna merah di kelopak mawar di sini?" tanya Alexandra yang membuat lamunan Lucian hilang. Dia memperhatikan dengan seksama wajah Lucian, selain karena dia terpukau tapi karena dia menyukai wajahnya.
Dia melihat Alexandra yang telah melepaskan tangannya dan menyentuh bunga mawar lalu menciumnya.
[Cantik.]
"Itu karena bunga mawar di sini berasal dari darah."
Kedua mata Lucian sedikit berkedut mendengar penjelasan Alexandra. Terdengar menyeramkan untuk hal seindah ini.
"Ada yang mengatakan kami mengubur semua musuh kami di atas tanah ini, sehingga tentang cerita bunga merah yang sepekat merahnya darah muncul."
Alexandra meremas bunga mawar yang dia pegang tadi, kemudian dia menjatuhkan kelopaknya di atas tanah.
"Tapi sebenarnya warna merah pekat itu karena darah naga yang mengalir di mansion ini." Alexandra tersenyum yang membuat Lucian tersenyum.
Lucian mengambil tangan Alexandra, dia melihat ada luka gores di sana dan mengecupnya sekali dengan tatapan mata yang membuat gelombang kejut pada Alexandra.
"Apa pun itu, kuharap kau berhati-hati dalam mengambil tindakan. Sekarang wanita tidak boleh terluka, Lexa."
Lucian tersenyum dan seketika langsung menghapus semua logika Alexandra. Dia terdiam di tempatnya dengan jantung yang berdetak kencang seolah itu adalah teriakan.