Chereads / Duchess Yang Menginginkan Suami / Chapter 11 - Konflik

Chapter 11 - Konflik

Lucian membuka matanya yang berwarna hijau seperti peridot berkualitas terbaik. 

Hari ini seperti hari biasanya, dia harus sarapan bersama dengan Alexandra yang katanya sangat menyukai makan bersamanya. Walaupun ada butler yang mendatangi kamarnya untuk mempersiapkan segalanya dengan baik, Lucian tidak begitu bergantung pada mereka. Lucian bukanlah orang yang akan meminta servant hanya untuk memakaikannya baju. 

"Tuan Lucian, hari ini Duchess Rissingshire tidak akan sarapan bersama Anda." Niles, seorang servant berambut coklat dengan kening terbuka memberitahu Lucian dengan penuh hormat. 

Lucian menghentikan aktivitas mengancing kemejanya yang disediakan oleh Alexandra. Kening Lucian yang mulus muncul kerutan karena mendengar kabar itu. 

"Apa terjadi sesuatu pada Lexa?" tanyanya khawatir. 

"Duchess harus ke wilayah perbatasan dengan segera karena ada pertemuan mendadak dengan pangeran putra mahkota yang datang secara tiba-tiba."

Suara helaan napas dengan suara yang amat halus terjadi, Lucian yang mendengar apa yang dikatakan oleh Butler tersebut. 

Datang secara mendadak adalah sesuatu yang tidak menyenangkan bagi para bangsawan yang selalu mempersiapkan sesuatu dengan baik. Dibandingkan utusan yang datang, sekarang Alexandra yang harus segera menghadap.

Apa memang dia mendapatkan izin?

Lucian menghentikan mengunyah makanannya, matanya yang tenang itu sedikit merenda dan itu membuat pelayan bingung 

"Ada masalah, Tuan Lucian?" 

Lucian langsung melihatnya, mata yang sangat berbeda dengan yang tadi dia lihat.  polos dan terlihat sangat cerah, seperti sinar matahari pagi.

"Sarapan yang selalu enak." Lucian tersenyum saat dia menyelesaikan sarapannya, dia meletakan sapu tangan putih polos yang disediakan di atas meja, di sebelah kirinya. 

Dua detik setelah melakukan itu, dia baru saja berdiri dan berjalan. Sebuah pedang yang sejak tadi ada di pinggang kirinya di sentuhnya dengan tenang. Langkah kakinya membimbing Lucian ke arah suara teriakan dari para pria terkuat di sana berkumpul. 

Tidak seperti kemarin, tidak ada pembicaraan mengenai dia yang tidak mampu memegang pedang. 

Saat Lucian masuk ke dalam lapangan latihan, dia mendapatkan perhatian dari semua yang ada di sana. Tanpa lawan, Lucian mengayun pedangnya sebagai bentuk menggerakkan otot-ototnya. 

"Aku sudah merasa berbeda dengan ilmu pedang yang dia gunakan." Suara seseorang kesatria terdengar, dia sedang mengelap keringat di wajahnya. Kesatria muda berambut kemerahan seperti rambut jagung. 

"Tentu saja berbeda, para ksatria resmi menerima pelajaran dasar yang sama. Berbeda dengan kesatria bayaran yang sering kali tidak mendapatkan dasar dari kemampuan berpedang. Bahkan di Rissingshire saja, kita memiliki kemampuan berpedang yang berbeda." 

Kesatria lainnya menjawab apa yang menjadi rasa penasaran kesatria baru itu di saat Lucian menyarungkan pedangnya, matanya tenang melihat ke arah mereka yang entah kenapa membuat mereka terdiam. 

Udara dingin yang mengejutkan, ya, tidak mungkin dari jarak jauh seperti ini Lucian bisa mendengar obrolan mereka. 

Lucian beristirahat sebentar sambil memperhatikan langit cerah di atas kepalanya. 

"Sedang apakah sekarang?"

**

Suara kuda terdengar sangat besar. Saat orang-orang yang ada di sana melihat bendera yang sedang berkibar, mereka semua tahu siapa yang datang. 

Di depan tenda paling besar, Alexandra menghentikan kudanya, dan turun dengan kuda. 

Kesatria penjaga tenda dengan segera masuk ke dalam untuk menyampaikan kedatangannya. Kesatria tadi kembali dengan segera dan membukakan pintu tenda. 

"Duchess Alexandra Rissingshire menemui Putra mahkota." 

Alexandra melewati pintu dengan tenang, keadaan di dalam tenda terlihat tenang. Sang putra mahkota sedang duduk di kursinya dan menatapnya dengan mata yang ramah. 

"Pada sang matahari kekaisaran Asteorene yang memancarkan sinarnya, saya Duchess Alesandra Rissingshire menghadap Anda dengan hormat." 

Alexandra yang berdiri memberikan hormat sambil menunduk.

"Angkatlah kepalamu, Duchess." 

Mendengar suara putra mahkota  Shamus Asteorene, Alexandra mengangkat kepalanya. Seperti biasa rambut pirang Shamus terlihat begitu berkilau, dan mata biru seperti laut.

Alexandra melihat Shamus yang menatapnya sambil tersenyum. Ada di daerah perbatasan seperti ini, seharusnya putra mahkota memberitahu secara resmi terdulu sebelum datang. 

"Tatapan matamu selalu berani dan penuh semangat, Alexandra." 

"Karena saya yang akan menjadi pedang Anda di sini, Putra Mahkota Shamus."

Mendengar jawaban Alexandra, Shamus berdiri, dia berjalan dan sekarang ada di depan Alexanda dengan jarak tiga puluh sentimeter.

"Apa kau kelelahan karena datang ke sini dengan tergesa-gesa?" tanya Shamus pada Alexandra.

"Tidak, pangeran."

Jawaban Alexandra membuat Shamus bergumam sekali, dia kemudian mengarah ke pintu keluar. "Baiklah, kalau begitu kita sekarang bergerak."

Alexandra dan pengawal pribadi Shamus langsung mengikuti Shamus. Ada beberapa urusan yang akan mereka lakukan, dan itu sangat menyibukkan mereka. 

**

Shamus duduk di kursinya, wajahnya terlihat lelah. Dua orang yang ada di sisinya sejak tadi mendengar suara helaan napasnya. 

Shamus mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Alexandra. 

"Tanpamu, kurasa konflik akan terus muncul di sini."

Sebenarnya daerah perbatasan masuk ke dalam wilayah Marquis Collwell tapi karena ketidakmampuannya, konflik terus muncul di sana dan membuat warna kekaisaran Asteorene menderita. 

Sebelum matahari terbit Alexandra mendapatkan surat bersegel kekaisaran, dan itu berasal dari putra mahkota. Untuk mencapai wilayah perbatasan seharusnya itu memakan waktu setidaknya empat hari. 

Tapi karena di Rissingshire memiliki penyihir dan portal, mereka menggunakan itu untuk mempercepat perjalanan, Alexandra juga hanya mampu membawa lima kesatrianya tanpa sempat memberitahu Lucian. 

"Ketika mereka melihat contohnya, mereka akan memahami kalau kita serius." Alexandra menatap lurus ke Shamus. Tidak pernah sedetik pun Shamus terbiasa dengan tatapan mata Alexandra itu. Membuat Shamus sedikit gelisah tapi dia menutupinya dengan ketenangan yang telah diasah sejak dia kecil. 

Contoh yang Alexandra katakan ini adalah langsung menghabisi para bandit di sana dan menggantung mereka di alun-alun, bahkan saat ada para prajurit kekaisaran tetangga berusaha menyusup dan membuat keributan, Alexandra menangkap mereka semua. 

Tiga puluh kesatria musuh yang ada di perbatasan cukup disebut sebagai ajakan perang. Karena itulah Alexandra membunuh dua puluh Sembilan orang, dan mengeluarkan jantung mereka, memasukkannya ke dalam peti yang kemudian dia berikan pada satu kesatria yang masih hidup. 

"Katakan pada kaisarmu, lain kali yang ada di peti itu adalah jantungnya." Aura intimidasi yang beresonansi dengan lambang keluarganya membuat prajurit itu ketakutan. Bahkan untuk berjalan pun dia kesulitan, terjatuh berulang kali karena tubuhnya yang kehilangan tenaga. 

"Karena permintaanku ini, pesta pertunanganmu akan mengalami kemunduran jadwal." Shamus menatap merasa bersalah. 

Alexandra menarik sudut bibir kanannya ke belakang sedikit. 

"Tidak, Pangeran. Pesta itu akan berjalan sesuai dengan jadwalnya. Besok aku dan parah kesatriaku akan kembali ke Rissingshire." 

Mata Shamus berkedip, dia menatap Alexandra dengan tidak percaya. 

"Aku masih di sini selama seminggu ke depan, kau seharusnya mengawali." 

"Maaf Putra mahkota Shamus, tapi memiliki kesatria pribadi yang sudah disumpah oleh Anda dan saya bukanlah kesatria itu. Tugas saya untuk menyelesaikan konflik." 

Alexandra mengatakannya dengan tegas. Shamus sedikit menggigit bibirnya, beginilah Rissingshire, mereka bertindak sesukanya. 

"Bahkan konflik itu belum selesai." 

Drap! Drap! Drap!

Suara kaki kuda terdengar dari balik tenda. 

"Saya rasa para kesatria saya sudah menyelesaikannya, putra mahkota Shamus. Yang akan melayani Anda sekarang adalah Marquis Collwell, karena ini wilayah kekuasaannya. Saya mundur diri dulu." Alexandra menunduk dan langsung keluar dari tenda. 

Tangan putra mahkota menggenggam dengan sangat erat. Wajahnya menggelap karena merasa diabaikan oleh Alexandra.