Chereads / Vorfreude: Rachel Richmann / Chapter 18 - Ketua Forum Niels Geyer

Chapter 18 - Ketua Forum Niels Geyer

Ruang Kerja Direktur

Cyclops Intelligence

18 Februari 2157

11.00 NAM

Sebuah dokumen dua halaman tengah dibaca teliti oleh Rachel di tabletnya. Dokumen yang baru diterimanya itu termasuk sangat penting dan membuatnya sedikit terkejut begitu mengetahui siapa yang menanda tangani surat itu di akhir. Niels Geyer, tertanda sebagai ketua penyelenggara pertemuan forum ilmuwan untuk membahas kelanjutan ICNG-257.

Rachel sekali lagi memastikan, memperbesar nama yang tertulis di bawah kaligrafi tanda tangan paling bawah surat formal dengan kop parlemen itu. Ah, rupanya Rachel memang tidak salah lihat. "Siapa dia sebenarnya?"

"Apakah dia orang parlemen?" tanyanya, pada Lars yang tengah meminum teh lewat jam istirahat. Ia tidak tidak mengangguk atau pun menggeleng, "Aku tidak tahu, dia terlalu misterius. Satu-satunya yang kuketahui adalah bahwa Niels seorang yang berpengaruh diam-diam di forum yang mengundangmu itu."

Rachel menghela, ikut menyesap teh di cangkir Lars, membuat si empunya gemas sendiri, "Bisakah kau hentikan kebiasaan menyerobot minumanku?"

"Tidak. Bekas bibirmu manis."

"Apa?!" Lars memekik dan tersenyum heran bersamaan. "Apakah otakmu baru saja mengalami dislokasi dan bergeser sekian inchi?"

Rachel menaruh kembali cangkir Lars, "Aku tidak mungkin mengatakan hal-hal diluar dugaan seperti ini pada Niels Geyer, bukan? Dia sama sekali tidak peduli padaku."

"Sesuai perkataanku, jangan berharap padanya."

"Siapa yang berharap? Aku hanya merespon sinyal-sinyal yang dia berikan padaku. Kau pikir apa maksudnya perhatian terhadap seorang wanita, menemaninya yang mengalami gangguan panik, memintaku baik-baik saja, dan… mungkin mendoakan keselamatanku?" jelas Rachel, menyebutkan satu per satu tingkah laku Niels yang membuatnya gelisah ketika pria itu menghilang selama seminggu lebih tanpa sepatah pun kata sapaan.

Lars menghela, membawa serta cangkir tehnya beranjak dari kursi, "Aku tidak akan ikut campur karena aku malas membahasnya, tapi jika dia benar-benar membuatmu marah, mungkin kau bisa…" Lars sedikit berpikir, memutar matanya mencari kata yang pas, "… memintaku menghajarnya? Ya, seperti itu."

"Wow, rupanya aku mempekerjakan seorang preman di perusahaan ini," cibir Rachel, kembali memajukan kursi kerjanya ke depan komputer. Lars hanya tersenyum, "Siapkan saja dirimu, Rachel. Niels mungkin menyeramkan dengan kekakuannya, tapi jangan sampai kau takut padanya."

"Untuk apa aku takut padanya? Dia belum apa-apa dibanding diriku dalam hal pencapaian." Rachel dan kesombongannya telah kembali, belum lagi gayanya itu. Lars yang selalu memperhatikan terkadang merinding, Rachel adalah wanita 'panas' yang sesungguhnya.

"Aku suka kepercayaan dirimu."

"Tapi Lars…" Rachel menahan Lars sebelum keluar ruangan, membuat pria itu sekedar menaikkan alis sebagai respon. "Kau dan Lore akan tetap percaya padaku, bukan?"

"Apa aku terlihat akan meninggalkanmu setelah kesuksesan yang kita buat bersama?"

Rachel tersenyum miring, "Mana yang lebih kau sukai? Harta, popularitas, atau kompetensi?" tanyanya memberi pilihan. Rachel sekedar ingin mempermainkan psikologi dan persepsi Lars, sedikit menggertak mentalnya intimidatif.

"Tidak ada dalam tiga pilihan itu."

"Lalu apa?"

"Dirimu."

"Apa maksudmu?"

"Berpura-pura bodoh? Aku baru saja kembali mengatakan bahwa aku sangat menyukaimu, lebih dari harta, popularitas, dan kompetensi."

****

Neo Cassian Residence

Westway, Hatemoor

21 Februari 2157

04.30 NPM

Rachel sedikit terdiam di depan pintu utama mansion sesaat setelah ia sampai disana. Tenor dan Bass datang menyambutnya, seperti biasa mengambil alih tas dan barang bawaannya yang sedikit berat kali ini karena menerima banyak sekali hadiah dari orang-orang yang datang ke konferensi pers perdananya.

"Rachel Rachel, ayah, ibu, dan Lissa menunggumu sejak dua jam yang lalu. Mereka ingin mengucapkan selamat untukmu," ujar Tenor memberikan laporannya.

Rachel mengangguk, "Ya, sepertinya," ujarnya kemudian lanjut melangkah, sedikit tersenyum tipis karena ibunya yang melambaikan tangan begitu mendapati kedatangan Rachel.

"Hai, Rachel. Selamat atas keberhasilanmu, aku menyaksikan konferensimu hari ini," ujar sang ibu. Rachel tersenyum sumringah, memeluk ibunya kemudian, "Terima kasih, Bu."

"Kami bangga padamu, Rachel," tambah Alan, pria itu mengelus rambut (palsu) Rachel sayang, membuat hati anaknya menghangat. "Terima kasih juga, Ayah."

"Selamat, Rachel. Memang sebuah kehormatan menjadi sepupumu." Lissa menyambung. Rachel mencubit saja pipi tirusnya sampai si empunya meringis, "Kau memang sepupu kesayanganku karena tidak pernah membuat ulah."

"Hey, kita tidak ingin membicarakan aib keluarga disini," sindir Alan, membuat tiga orang itu terkekeh. "Maaf, Ayah. Aku memang tidak bisa menjaga mulutku."

"Tapi setidaknya kau bisa menjaganya untuk tidak terlalu sering makan sekarang," celetuk Lissa, kembali memecah tawa hangat di antara mereka. "Tenang saja, Liss. Aku tidak akan berhenti membelikanmu makanan yang enak-enak agar kau tidak kekurangan gizi."

"Aaaa senang sekali, sepupuku sangat kaya raya!"

Rachel hanya tertawa, Lissa memang selalu bisa memecah suasana, mewarnai suasana pertemuan keluarga yang biasanya akan dingin-dingin saja jika gadis itu absen. Lebih baik lagi jika ia membawa Jackson, karena mereka akan membuat kekacauan sesungguhnya.

"Setelah ini apa, Rachel? Kau bilang perizinan dengan MEDC?" tanya Alan.

"Ya, Ayah. Tapi itu sepertinya tidak akan terlalu lama karena ketuanya sudah sering berbicara denganku, dan mereka cukup optimis ICNG-257 akan aman diterapkan pada manusia, terlebih ketika aku keluar dengan kondiri baik-baik saja seperti ini."

Alan dan Eva mengangguk, namun ekspresi mereka itu cukup berbeda, tidak secerah sebelumnya. Rachel lekas menyadari, dan nyatanya benar saja.

"Rachel, sejujurnya aku masih sangat khawatir."

"Hm. Tentang apa?"

Alan menghela. "Kau mungkin keluar selamat kali ini, tapi jika eksperimen itu dilanjutkan pada orang-orang berbeda, apakah hasilnya akan terjamin sama? Karena sepengetahuanku, kondisi fisik, metabolisme, anatomi, dan keseluruhan biologis setiap manusia bisa merespon perlakuan pada tubuh mereka berbeda-beda. Bukankah begitu?"

"Ya, memang begitu," angguk Rachel. "Tapi Ayah, tidak selamanya risiko ada untuk dihindari. Jika seseorang ingin membuat perubahan, risiko itu ada untuk dihadapi…"

"Kau juga mengajarkan itu padaku sebagai sesama pebisnis. Lalu kenapa kau sekarang terlalu khawatir dan… meragukanku?"

"Aku tidak meragukan kompetensimu, Rachel. Kau adalah ahli biomedis terbaik di negara ini, bahkan mungkin di dunia. Tapi siapa yang bisa menduga masa depan? Lebih baik kau menekan ambisimu, cukup sampai disini dan biarkan orang lain yang melanjutkan tahapan lebih berisiko selanjutnya." Alan berujar panjang lebar, sementara Eva dan Lissa hanya diam menyimak. Sejatinya mereka setuju dengan Alan, tidak netral-netral saja.

Rachel menghela, tersenyum miring, "Terus saja semua orang meragukanku, bahkan kalian yang kuharapkan mendukung penuh sekali pun… juga, orang yang selama ini kukira mendukungku malah balik menentangku..."

"Rachel…"

"Tidak apa-apa, halangan itu wajar. Aku akan tetap melanjutkan apa yang sudah kumulai dan membuktikannya pada kalian bahwa aku mengambil keputusan yang benar."