Chereads / Vorfreude: Rachel Richmann / Chapter 22 - Bunga Ungu dari Siapa?

Chapter 22 - Bunga Ungu dari Siapa?

Altius Memorial Hospital, Mazsea, Hatemoor

25 Februari 2157

Niels duduk di atas tempat tidur. Kedua kaki sampai pinggangnya masih tertutup selimut meski sebenarnya udara tidak terlalu dingin. Pria itu baru saja membuka matanya beberapa jam lalu, maka tak heran jika wajahnya masih sangat pucat dan tubuhnya masih lemas. Dokter sudah memeriksanya, menyampaikan beberapa hal tentang kondisi kesehatan setelah dirinya pingsan tiba-tiba di Cyclops Intelligence.

Niels paham, kesehatannya memburuk belakangan.

Namun, bukan itu yang menjadi pusat perhatiannya saat ini.

Sebuah kotak kaca dengan dua sisinya yang retak diamatinya sedari tadi. Niels sedang mengingat-ngingat siapa yang memberikan passion flower ungu itu padanya. Niels sama sekali tidak ingat dari mana ia mendapatkan bunga eksotis itu. Apakah dia membelinya? Tapi di mana? Siapa juga yang masih menjual koleksi bunga eksotis yang berasal dari vegetasi hutan yang telah punah dan tandus? Jika pun ada, harganya pasti akan sangat mahal, dan Niels tidak akan mau mengeluarkan uang sebanyak itu meski untuk hobinya.

Pintu ruangan terdengar dibuka.

Oh, rupanya itu Isabela.

"Niels!"

Gadis itu memeluk Niels erat-erat, begitu juga dengan Niels. Kakak beradik itu memang terlihat tidak saling peduli, tetapi sesungguhnya saling menyayangi satu sama lain. Niels bahkan mengetahui sendiri Isabela yang menangis panik setiap kali dirinya dilarikan ke rumah sakit seperti kemarin.

"Aku baik-baik saja, Isa."

"Baik-baik apanya? Apa yang dikatakan dokter?"

"Mereka memintaku melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sepertinya pemindaian otak. Tapi aku menolaknya, lebih baik aku berkonsultasi dengan dokterku nanti."

Isabela menghela. "Tapi Rachel telah membayar itu semua. Lakukan saja, hitung-hitung kau menghargai kebaikannya."

"Rachel?" Niels kembali kesulitan mengingat-ngingat. "Rachel... Richmann?"

"Ya. Kau ingat?"

Niels mengangguk. "Ya, aku mengingatnya karena... aku sempat bertemu dengannya di forum akademisi? Ya, kalau tidak salah."

"Kau memang bertemu dengannya di sana, kemudian kau berkunjung ke perusahaannya, Cyclops Intelligence. Kau pingsan di perusahaannya, Niels, maka dari itu dia membawamu ke sini dan membayar semuanya."

"Oh, begitukah? Astaga, memalukan sekali."

"Bagaimana lagi? Tapi tenang saja, sepertinya Rachel tidak masalah dengan itu. Dia bahkan memintaku mengabarinya jika kau sudah sadarkan diri."

"Ngomong-ngomong, apa itu?" Isabela menunjuk bunga ungu dalam kotak kaca di tangan Niels. "Ini? Aku juga tidak tahu dari mana aku mendapatkannya."

"Aneh."

Terus keduanya berbicara satu sama lain, hingga tak sadar jika seseorang tengah mengamati mereka dari kaca jendela ruang inap. Seharusnya ia masuk, tetapi ia segan dan masih terlalu sentimental untuk menjumpai Niels.

Rachel, ia memutuskan untuk kembali usai memastikan Niels telah sadarkan diri. Anggap saja ia juga sudah menepati janjinya dengan datang beberapa jam setelah mendengar kabar sadarnya pria itu.

Jika saja Rachel tidak mengetahui suara Niels dalam forum akademik, mungkin ia akan menghampiri, menyapanya dan memulai ramah tamah. Sayang sekali Rachel terlalu kesal meski ia tetap khawatir pada kesehatan Niels, pria yang diharapkannya menjadi seorang pendukung alih-alih penentang.

"Ya, Dokter Albert. Ini aku, Rachel."

"Tolong pastikan Niels menjalani seluruh pemeriksaan kesehatannya dan kabari aku tentang hasilnya nanti. Terima kasih."

"..."

"Privasi pasien?"

"..."

"Baiklah. Lakukan saja dulu. Aku akan mengurusnya nanti."

****

Ruang Rapat Utama Cyclops Intelligence

26 Februari 2157, 09.00 NAM

Delapan orang anggota dewan direksi berkumpul di meja rapat pagi ini, pertama kali setelah hampir satu bulan Rachel selaku CEO berkutat penuh di laboratorium. Sesuai rencana, ada banyak agenda bisnis yang perlu didiskusikan menyusul selesainya uji klinis manusia tahap satu.

"Sylvia, bagaimana hasil evaluasi minggu pertama? Apakah ada kendala dalam operasional laboratorium produksi?"

Sylvia, Direktur Riset dan Pengembangan itu melirik sekilas layar tabletnya. "Sejauh ini kami hanya menemukan satu masalah, Rachel, yaitu pada integrasi kontrol."

"Tidak ada masalah dalam proses seleksi material sampai penggabungan gen dan microchip. Namun, kami menemukan masalah kontrol itu di produk ICNG-257 yang sudah jadi."

"Sebagai contoh, jika kau dan Finn sama-sama memilikinya di batang otak kalian, performa kerjanya akan berbeda, dan itu bukan karena faktor respon tubuh." Sylvia memberikan simulasi yang lebih mudah dipahami.

"Bukankah itu memang diatur berbeda?" tanya Finn, Direktur Relasi Publik yang baru saja dijadikan contoh.

"Ya, Finn. Tapi ada beberapa bagian di microchip dan gen itu yang perlu diseragamkan di seluruh resipian. Apalagi, kita akan membuat produk ini dalam skala komersil."

"Itu benar. Sebaiknya kita jangan dulu berbicara tentang prospek komersialisasi. Fokus saja pada uji klinis dengan 21 subjek yang telah kita kumpulkan. Jika masih ditemukan masalah, terus ulangi proses itu hingga ICNG-257 aman dan sempurna. Kita akan meminta pendampingan MEDC juga untuk itu," ujar Rachel.

Semua orang tampak mengangguk setuju.

"Rachel, tapi kau tahu sendiri, investor kita tidak bisa menunggu. Jika terlalu lama, kita akan kehilangan mereka." Theo kali ini, berbicara sesuai bidangnya di bidang bisnis dan pemasaran.

"Katakan pada mereka untuk menunggu lebih lama. Aku akan melobi beberapa investor besar yang sejak dulu berada di sisi kita untuk tidak berpaling ke perusahaan lain. Mereka paham sisi ilmiah dari produk bisnis kita, jadi seharusnya itu bukan hal sulit untuk mereka."

"Ah, baiklah. Kabari aku jika kau akan bertemu dengan salah satu mereka."

"Tentu saja."

"Oh ya, selain masalah investor yang ingin menanam modal mereka, kita juga mendapat beberapa tawaran kolaborasi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang yang sama, Rachel."

"Perusahaan mana? Untuk kerja sama apa?"

"Menyambung dari permasalahan produk yang disampaikan Sylvia tadi, Ben dari Seawares menghubungiku minggu lalu, ia meminta dijadwalkan untuk bertemu denganmu."

Rachel menaikkan sebelah alisnya arogan. "Ben? Seawares?"

"Kurasa kau perlu menemuinya, Rachel," usul Sylvia.

"Kenapa kau berpikiran begitu? Lini bisnis kita berbeda dengan Seawares, dan kau tentu tidak lupa apa yang mereka lakukan pada perusahaan kita di kerja sama sebelumnya, bukan?"

"Ya, tapi saat ini tidak ada perusahaan yang memiliki sistem kontrol AI dan microchip lebih baik dibanding Seawares. Kita membutuhkan produk mereka, Rachel."

Rachel tampak berpikir, menimbang-nimbang cepat. "Baiklah, jadwalkan pertemuanku dengan Ben lusa jam sepuluh pagi di luar CI."