Penyihir adalah manusia kuat yang diberkati kekuatan hebat. Ada berbagai macam jenis sihir yang tidak terhitung jumlahnya termasuk sihir kegelapan yang dikuasai oleh orang-orang jahat pada umumnya. Dan penyihir ini sangat dibenci oleh para penyihir lainnya karena kekuatannya yang tidak main dapat membunuh segala makhluk hidup yang tak terhitung jumlahnya. Tidak perduli makhluk itu lemah atau tidak. Penyihir kegelapan tidak akan pernah peduli itu.
Namun ada rumor yang mengatakan penyihir kegelapan telah menghilang begitu saja sejak 10.000 tahun dan sampai kini jejaknya sudah tidak ada di dunia ini setelah kehancuran dunia sudah diambang batas terakhir.
"Nah, dari situ kalian sudah paham kan penyebab dunia ini aman. Jadi akan sebaiknya kalian untuk menjadi penyihir yang baik."
Guru cantik bernama Alona, wanita berambut gelombang, berkacamata, dan pemilik dua benda besar sampai membuat pakaiannya sangat ketat dengannya. Ia mengakhiri pembelajarannya dengan seulas senyuman.
Namun ketika ia mengedarkan pandangan ke belakang, raut wajah ramahnya seketika berubah memerah marah menunjuk murid tersebut dengan satu meter bambu panjang di tangannya. "Kamu murid yang ada di belakang sana, sedang apa kamu?!"
Yohan murid yang ditunjukkan, pemuda yang asik sendiri dengan rubik di tangannya mendengus kesal mendengar Guru Alona menunjuk dirinya padahal ia sejak tadi diam saja. Sebenarnya apa salahnya sih bermain rubik di jam pelajaran? Mengesalkan! Ia berkali-kali mengumpati Guru cantik tersebut.
"Seperti biasa Bu, dia pasti tengah asik bermain dengan rubik kunonya," sahut pemuda beriris mata hazel tersenyum sinis ke arahnya.
Gelak tawa memenuhi ruangan kelas itu. Semuanya tertawa terbahak-bahak menertawai pemuda bermata biru safir dengan rambut kelabang menyatu pada rambut belakangnya, wajahnya sangat tampan dengan rahang tegas dan hidung mancung sebagai ukiran indah di wajahnya.
"Sudah-sudah, diamlah kalian, tidak baik terus-terusan mengejeknya, dia juga teman kita loh." Meski mengatakan untuk menghentikan tawa temannya, gadis berambut hitam pendek sebahu itu sebenarnya menyindir kasar Yohan pemuda yang tengah menjadi olokan temannya tersebut.
BRAKK!
Guru Alona memukul mejanya cukup keras hingga semua murid di kelas langsung diam.
"Berhentilah kalian! Jam pelajaran telah selesai, kalian bisa istirahat sekarang, dan kamu Yohan datanglah ke kantor saya!"
Guru Alona meninggalkan kelas dan kini para murid tengah berbisik tentang nasib yang akan menimpah Yohan.
"Lihatlah dia pasti akan mendapatkan hukuman Guru Alona. Padahal kemarin dia sudah mendapatkan masalah dengan Guru Pell karena gagal membuka gerbang sihirnya, sekarang dia menambah masalahnya lagi."
"Dia memang Dewa Kesialan."
Yohan menarik nafasnya pelan lalu membuangnya. Ia merasa jengah dengan kondisi di sekolahnya. Sekolah ini bukan sekolah biasa, melainkan sekolah para generasi penyihir hebat lahir.
Yohan Song, satu-satunya murid yang dianggap remeh di kelas ini. Kelas ini memang kelas terendah dari kelas penyihir lainnya, tapi walaupun terendah Yohan ia tetap menjadi bagian yang paling rendah di kelas ini.
"Ah~ " Ia mendesah pelan ketika telah berada di depan pintu ruangan Guru Alona berada.
Masing-masing Guru menempati ruangan yang berbeda, para Guru di sini sangat dihargai jasanya. Mereka akan diberikan fasilitas yang bagus di sekolah ini.
Ceklek!
Yohan membuka pintunya pelan.
Guru Alona tengah duduk di kursi memandangnya sesaat lalu mengabaikannya. "Duduklah," perintahnya.
Yohan duduk di kursi di depan meja Guru Alona.
Guru Alona melipat tangannya di dadanya menatap tajam pemuda di hadapannya. "Katakan, apakah rubik itu lebih baik dari pembelajaran di kelas ku? Kenapa kau terlihat asik sendiri dengan rubik mu itu dibandingkan mendengarkan penjelasanku tadi."
Yohan menggeleng. Ia menjawab dengan jujur, "Anda salah, saya mendengarkan semua penjelasan Anda."
Guru Alona menaikkan sebelah alisnya. "Benarkah? Lalu mengapa kau terlihat asik sendiri dengan rubik mu?"
"Benar. Itu karena saya menyukai rubik." Yohan menjawabnya dengan tenang.
Wanita cantik itu berbicara pelan dengan kesabaran menangani muridnya yang terlihat begitu tenang dalam menjawab segala lontaran pertanyaan yang ia berikan. "Apa hanya dengan begitu kamu sampai mengabaikan pembelajaran ku? Kamu 'kan bisa memainkannya nanti."
"Maaf, saya tidak mengabaikan pembelajaran Guru, saya tetap memperhatikan dan mendengarkan dengan baik pembelajaran yang Guru berikan."
Guru Alona semakin merasakan kesabarannya habis. Tapi ia tetap bersabar berkata, "Apakah kamu memiliki bukti mengulang kembali penjelasan pembelajaran saya tadi?" Sekarang ia akan memberikan jebakan yang maksimal untuk murid pendiam yang menjengkelkan di hadapannya.
Yohan menatap lekat Guru Alona kemudian bibirnya bergerak mengeluarkan suara dalam satu tarikan nafas ia berkata, "Aku akan menyingkatnya, karena Guru menjelaskannya sangat panjang. Bagian pertama pembelajaran Guru tentang berbagai jenis Demon yang telah berkeliaran di dunia ini, apalagi bagaian yang mengerikan Demon yang telah muncul sudah mencapai level tahap menengah Bumi yang umumnya para penyihir Class Menengah susah menanganinya kecuali Class Atas. Namun mengetahui mengerikannya Evolusi Para Demon, Class Atas para Penyihir Class Atas semakin menipis. Lanjut di penjelasan lain Guru tentang jenis Plakat Penyihir sesuai Class-nya,
Penyihir Class Rendah Plakat yang akan di miliki:
-Bronze โ โ โ
-Beonze โ โ
-Bronze โ
Penyihir Class Menengah Plakat yang akan di miliki:
-Silver โ โ โ
-Silver โ โ
-Silver โ
Penyihir Class Atas Plakat yang akan di miliki:
-Gold โ โ โ
-Gold โ โ
-Gold โ
Dan untuk setiap plakat sendiri di taruh di baju khusus penyihir tepat di bahu kiri.
Untuk penjelasan Anda yang terakhir tentang penyihir kegelapan yang rumornya telah musnah. Sekarang apakah Anda puas Guru Alona?"
Tercengang rasanya. Guru Alona yang berniat menyudutkan Yohan mendadak kedua matanya tak bisa berhenti menatap terkejut Yohan Song pemuda yang sejak awal telah menarik perhatiannya, dikarenakan keburukannya dalam menguasai sihir di sekolah ini.
Guru Alona sadar. Ia berbatuk pelan mencoba menenangkan dirinya sekalian. "Yohan sikap mu itu bisa Ibu toleransi sekarang, tapi lain kali Ibu tidak bisa menoleransinya. Sekarang kamu bisa pergi istirahat."
Yohan hanya diam tak berniat membalasnya. Ia pergi begitu saja dengan wajah datarnya.
Guru Alona sampai berdecak kagum setelah ia pergi. Ia menopang dagunya di meja menunjukkan seringai tipis. "Murid yang menarik."
Yohan tidak berjalan ke kantin melainkan memilih berjalan ke kelasnya kembali.
Ia memainkan rubiknya dengan tenang tanpa ada gangguan temannya lagi.
'[Sampai kapan kamu akan berpura-pura lagi? Apa kau tenang saat keberadaan mu dianggap hilang, Penyihir Kegelapan]'
Yohan mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia merasa kesal dengan suara di otaknya. 'Sebaiknya kamu diam, atau aku tidak segan-segan menyingkirkan mu!' tekan Yohan kepada suara di otaknya.
'[Sampai kapan kamu menjadi Yohan Song, Collis Daxter? Kau senang dihina seperti ini terus?]'
'Hentikan Earl, biarkan mereka puas dulu dengan kebanggan mereka, lalu aku akan perlahan menghancurkan dunia ini sekali lagi, kita lihat dulu sampai sejauh mana dunia ini berkembang dan sampai sejauh mana langit memihak dunia ini lagi.'
Yohan menarik senyuman miring dalam dirinya yang menunduk.
Jam pulang sekolah...
Yohan Song berjalan dengan rangkulan temannya Flint dari Ruangan Kelas lain berbeda dengan Yohan. Flint berasal dari Ruangan Kelas 1-B dan Yohan berada di Ruangan Kelas 1-D yang merupakan kelas terbelakang dari kelas lainnya.
"Katakan kepadaku Yohan bagaimana dengan kelas hari ini?" Flint bertanya dengan semangat kepadanya.
Yohan hanya bisa mendengus berkali-kali. Ia sebenarnya merasa tidak nyaman dengan perlakuan Flint darinya. Sejak kecil Flint pasti akan mengganggu ketenangannya, ia menjadi merasa risih atas keberadaannya.
Flint pemuda pemilik netra Kuning, ia disebut penyihir Element Cahaya dengan kekuatannya sebagai penyembuh dan penghancur, sungguh Element Cahaya adalah Element terkuat sebelas-dua belas dengan Element Kegelapan yang Yohan miliki secara diam-diam.
"Hei, kawan kau selalu saja diam, tidak bisakah kau sehari saja banyak bicara sepertiku, huh! Menjengkelkan!" Flint memukul lumayan kuat kepala Yohan sampai pemuda itu hanya bisa mengumpatinya salam hati, 'Sialan!'
Mobil sedan mewah telah menanti dua pemuda berwajah rupawan namun dengan karakteristik wajah yang berbeda, yang satunya cenderung kaku dan yang satunya sangat ramah.
Flint melambaikan tangannya. "Paman Bibi kami datang!"
"Flin! Yohan sayang!"
Seorang wanita cantik berambut putih menjuntai panjang ke bawah terikat kelabang rapi berlari cepat keluar dari mobilnya menyadari sang putra telah datang bersama teman dekatnya โ Flint.
Yohan di situ sudah tersenyum kaku sendiri dibuatnya. Perlakuan buruk ibunya mulai lagi jika bertemu dengannya, wanita itu pasti akan langsung bersikap kekanakan melancarkan pelukan maut dan ciuman bertubi-tubi pada pipinya.
"Yohan Song putraku!"
Flint langsung melepaskan rangkulannya dengan Yohan. Masalah kebersamaan Ibu dan anak ia tidak bisa ikut campur.
Melihat Yohan yang merasa tertekan seperti itu, Flint menjadi kasihan padanya.
Sudah tidak di herankan lagi atas perlakuan wanita paru baya yang cantik bagaikan gadis muda itu kepada putranya telah menarik perhatian para murid bahkan orang tua murid yang melewati mereka.
"Ya, ampun mengapa di sini aku yang malu sendiri yah, untung aku bukan kau Yohan," gumam Flint menutupi wajahnya merasa malu dengan perlakuan Ibunya Yohan dengan Yohan.
Pada diri Yohan ia sudah menjerit meminta tolong, ia sudah tidak tahan dengan wanita cantik ibunya sendiri ini.
Selang beberapa menit akhirnya wanita itu menghentikan aksinya. Yohan sendiri ia sudah dalam keadaan berantakan, dari atas hingga bawah. Pipinya bahkan sudah dipenuhi lipstik merah dari bibir ibunya.
Sungguh, ia sangat tertekan bahkan jalan saja sampai dibantu Flint. Untunglah Flint masih bisa waras kepadanya dalam kondisi seperti ini.