"Ugh! Shit!" Denyut di kapala Eren terasa begitu hebat sampai Eren kesulitan menahannya.
Kemudian secara bersamaan ada suara yang terdengar di telinganya. "Aku merasa kasihan dengan mu Eren."
Suara itu dari seorang wanita berambut merah panjang yang tengah duduk sambil memegang tongkat kayunya erat.
"Si-siapa?" Eren telah mengendalikan kesadaran sepenuhnya. Ia merasa penasaran dengan sosok wanita yang tengah duduk di depannya itu dengan kursi.
Wanita itu menepuk kepalanya sambil mendesah pelan. "Aish, padahal aku sudah susah payah mencarimu tapi yang terjadi malah kamu dalam kondisi seperti ini. Eren, kau tidak mengingat istri mu yang cantik ini?"
"I-istri?" Eren ditambah terkejut dengan pernyataan wanita cantik tersebut. Istri, ia masih remaja bagaimana bisa ia memilik seorang istri. Bahkan keluarga saja ia tidak punya apalagi ini seorang istri, sangat lucu sekali bukan?
"Hm, sudah ku duga hal ini pasti akan terjadi. Suami ku menjadi orang lain dalam wujudnya seperti ini. Dia kelihatan sangat berbeda dengan Eren yang ku kenal pria yang senang tersenyum menyeringai dan terkekeh mengerikan dalam setiap kondisi. Haah... sepertinya ini jauh lebih baik Eren ku tidak tertekan kerumitan hidupnya.'
"Em, itu... a-anu.. a-apakah itu benar?" Eren bertanya dengan gugup. Mencoba mencari kebenaran dengan tataan mata sayupnya.
Rubella wanita itu memandang gemas Eren, pemuda yang dianggapnya suaminya. Ia bangkit dari kursinya berjalan ke arah pemuda itu yang duduk dengan tangan yang selalu menumpu pada lantai ruangan besar ini. Ruangan yang dipenuhi percahayaan lampu di setiap sudut ruangannya dan dipenuhi bunga beraroma harum.
Ia menyentuh dagu Eren dengan satu jarinya mendekatkannya ke wajahnya. "Itu benar."
Eren menepis jari tangan Rubella kasar sampai membuat wanita itu terdiam dan terkekeh setelahnya. "Hahaha... kamu memang Eren ku."
Rubella berdiri membelakangi Eren sedikit mengibaskan jubahnya berjalan kembali ke kursinya tadi. Ia menopang dagunya menatap sang suaminya yang terlihat sangat kurus, berantakan dan kumal. "Sudah berapa hari kamu tidak makan Eren ku?"
Eren menjawabnya setelah menenangkan dirinya atas kenyataan yang membuatnya bingung. "Dua hari."
Crek!
Rubella menjentikkan jarinya. Dalam sekali jentikkan terlihat berbondong-bondong orang datang ke arahnya, yang sibuk mengangkat meja panjang, sebuah kursi besar dan sibuk membawakan aneka macam makanan untuk ditaruh di meja panjang tersebut.
Eren sampai termangu melihat itu semua. Ia juga tak bisa lagi menghindari rasa lapar melihat itu semua sampai rasanya air liurnya akan jatuh ke bawah.
"Duduklah di atas," pinta Rubella padanya.
Eren merasa waspada. Ia takut saja makanan itu sebagai peralihan untuknya agar tak bisa kabur dari tempat ini dan lebih parahnya makanan itu adalah racun yang mematikan bisa membunuhnya.
Rubella sampai menggeleng melihat tatapan waspada dari diamnya Eren atas pintanya. "Kamu pikir aku akan melakukan itu semua, buat apa aku repot-repot mengeluarkan semua makanan ini jika tujuanku hanya untuk membunuh mu. Ck, itu hanya kurang kerjaan saja."
Iya juga. Eren baru menyadarinya, lagi pun apa yang bisa diambil darinya, ia saja hanya pengemis tak tau arah jalan hidupnya, yang dipikirannya hanya bisa makan saja itu sudah syukur.
Eren dengan cepat duduk di kursi dan akan memakan makanan di meja dengan lahap, tapi Rubella memukul tangannya dengan kayu yang melayang, ntah dari mana kayu itu berasal. Tapi yang pastinya rasanya cukup sakit membekas di tangan atas pukulan itu.
"Kenapa?" Eren mengerutkan keningnya.
Rubella mendesah pelan. "Eren, biasakan mencuci tangan mu sebelum makan. Kamu itu kebiasaan yah, tidak dulu, sekarang, sama saja."
"Apa maksud mu?" Eren memiringkan kepalanya menatap bingung Rubella.
Rubella melambaikan tangannya ke depan. "Sudahlah, kamu masih butuh waktu untuk mengingatnya, yang pastinya sekarang habiskan makanan mu lalu turuti pelayan yang akan datang membimbing mu di sini. Sekarang aku akan pergi keluar, kamu jangan bertindak macam-macam, atau aku akan memberikan mu hukuman berat." Ia angkat kaki setelah memberikan ancaman kepasa Eren.
Eren hanya acuh tak memperdulikannya. Yang dipikirannya sekarang adalah makanan.
Di tempat lain keberadaan Yohan Song.
Yohan telah berada di kelasnya. Ia duduk di sudut paling belakang seperti biasa. Hari ini ada kedatangan orang penting di kelas mereka. Katanya itu penyihir Class Atas yang sudah memiliki plakat Gold Bintang Satu [★].
Penyihir itu ada dua, berambut kuning panjang dan lurus. Mereka berdua memiliki wajah yang sama hanya berbeda satu berkacamata bulat kecil berambut terikat dan ia pria dan satunya wanita mengenakan poni dan pita bunga matahari sebagai penjepit rambutnya.
"Hai semuanya!" Mereka berdua masuk dengan senyuman ramah dan lambaikan tangan, terlihat sekali mereka sangat indah dan menawan hingga terasa mereka selalu dikelilingi bunga yang indah.
Keduanya membawa buku yang mereka peluk di dada. "Kami berdua kakak beradik Rai, saya Rain dan dia Raisya adik perempuan saya."
Raisya saudara kembaran wanitanya tersenyum ramah sampai membuat para pria di kelas ini menjadi merah merona terpesona dengan kecantikan senyumannya.
"Tidak perlu basa basi lagi, saya akan menjelaskan pembelajaran hari ini tentang Formasi. Raisya kamu bisa gambarkan."
Rain memberikan perintah pada Raisya. Raisya menurutinya dengan anggukan kecil. Ia mulai menggambar di papan tulis tentang Formasi yang akan mereka pelajari.
Gambar itu terlihat melingkar dan memiliki titik sambung di dalamnya saling berkaitan membentuk sebuah pola lagi di dalamnya yaitu sebuah bintang, namun bukan bintang berekor lima, hanya bintang berekor tiga.
"Ini adalah pelajaran pola Formasi sihir tingkat rendah, Bintang Formasi Tiga," ujarnya kepada para murid semua.
"Ada yang mengenalnya?" tanya Rain kepada seluruh murid di kelas.
Semuanya mulai terdiam memikirkannya. Rain sampai geleng-geleng melihatnya. Ini baru pertama kalinya ia mengajar dan pertanyaan rendahan seperti ini tak ada yang bisa menjawabnya, tapi saat ia akan berkata dengan dengusan kesal.
Seorang pemuda paling belakang Yohan Song itu, ia berkata tanpa menatap ke arahnya. "Siapa yang tidak mengenal Formasi itu, Formasi tingkat rendah yang hanya bisa menghancurkan segel kecil, itupun tidak sempurna."
Rain dan Raisya terpana atas jawabannya walaupun mereka mendengar keacuhan dari perkataannya yang ia ucapkan.
Prok! Prok! Prok!
Raisya bertepuk tangan tiga kali. "Jawaban yang sempurna. Luar biasa."
"Siapa nama mu, Nak?" tanya Rain cukup penasaran dengannya.
Yohan tak menjawab melainkan teman-temannya yang lainnya yang menjawab. "Dia Yohan Song, si bodoh yang terkenal." Sungguh ketus jawabannya berupa sindiran keras.
Rain dan Raisya sampai kaget dibuatnya.
"Bodoh? Lalu apa bedanya dengan kalian yang tak bisa menjawab jika si bodoh saja melebihi mereka?" Rain bertanya dengan cukup pedas sampai membuat wajah para penghuni di kelas ini kecuali Yohan Song memerah marah. Lagi-lagi ada yang menghina mereka bodoh.
"Pantas saja kelas kalian terbelakang, pemikiran kalian saja masih dangkal. Bagaimana bisa kalian berkembang jika menghina orang menjadi santapan makanan kalian. kalian pikir menghina orang bisa membuat kalian menjadi pintar. Jika ingin menghina, hina 'lah diri kalian, lebih baik sadar diri biar lebih pasti," lanjut Rain lagi sampai tak bisa membuat mereka berkata-kata. Rain terkenal dengan tempramen yang buruk, ia terkadang bisa emosi dan adiknya Raisya inilah yang menjadi tameng penahannya.
"Kita lanjut pada pembelajaran, semuanya dengarkan... " Raisya berkata mengalihkan pembicaraan dengan mengambil alih menjelaskannya dan Rain hanya bisa mengamati murid-murid yang tak menurut dengan sorot mata tajamnya.
Di matanya ia hanya tertarik dengan seorang murid di sudut belakang 'Yohan Song'.