"Terima kasih, Nona Mina," kata Genevieve.
"Ya, Sayang. Aku tidak suka ada sikap senioritas di sini," balas Irmina sambil tersenyum menenangkan,
Tentu saja karena Irmina yang menjadi seniornya. Perempuan itu sama sekali tidak pernah bersikap arogan seperti senior pada juniornya. Bahkan Irmina selalu menjadi tempat bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti oleh anak baru.
Sebelum cabang supermarket ini dibuka, Irmina sudah berpindah tempat sebanyak empat kali. HRD Manajer yang merekomendasikan nama Irmina tiap kali cabang baru dibuka.
Kepribadian menarik dari Irmina membuat para staf baru merasa nyaman. Tidak ada sedikit pun kesombongan dari diri Irmina.
"Apa mereka sudah menemukan pelaku sebenarnya?" tanya Genevieve yang merasa penasaran.
Jika tidak ada bukti kuat, tudingan pencuri akan tetap melekat. Walau kau bersikeras bahwa semua hanyalah jebakan semata.
"Aku tidak tahu, Ginny. Pihak kantor merahasiakannya."
Genevieve resah. "Apa teman-teman akan memanggilku dengan sebutan pencuri, Nona Mina?"
"Nein. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kau adalah gadis yang sangat baik. Aku percaya itu." Irmina menepuk lembut bahu Genevieve.
'Tapi menjadi baik tidak cukup untuk membuktikan bahwa pencurian itu hanya jebakan semata.' Genevieve merasa resah.
Gadis itu takut jika teman-temannya yang lain akan bersikap sinis seperti Norbetta. Sejak kecil, ibunya selalu menanamkan nilai-nilai kebaikan pada Genevieve dan Mellysa.
Budi pekerti mereka sudah dididik sebaik mungkin oleh sang mommy. Terlebih dengan sifat Mellysa yang lebih mengutamakan kebutuhan Genevieve dibanding dirinya.
Tidak ada hal yang mampu mengubah sikap baik Genevieve sekalipun itu menyangkut kemiskinan. Justru Genevieve semakin berhati-hati dalam bersikap. Ia tak ingin status kemiskinan itu menjadi bumerang cemooh dari orang lain.
"Ayo, kembali bekerja. Jika manajer tidak memanggil, maka semua baik-baik saja."
"Aku harap begitu, Nona Mina."
Ketika tiba di area kasir tempatnya biasa bekerja, Genevieve mencoba untuk tersenyum pada beberapa rekan yang ada di dekatnya. Sayang, dua di antara mereka, malah melengos lalu buang muka.
'Astaga, sekarang mereka punya pandangan yang berbeda terhadapku.' Genevieve membatin sedih.
***
"Selamat pagi, Genevieve. Aku senang bisa melihatmu lagi di sini."
Melihat senyuman tulus dari sosok laki-laki tampan itu, hati Genevieve menghangat. "Selamat pagi, Tuan Adler. Ada yang bisa saya bantu?"
"Aku ingin berbelanja bahan makanan. Boleh?"
Genevieve tersenyum sembari sedikit membungkukkan badan. "Silakan, Tuan."
Adler merasa seperti jatuh cinta untuk pertama kalinya.
'Bahkan melihat senyumnya saja, detak jantungku menggila. Ah, Addie, kau memang sudah menjadi gila sejak mengenal Genna,' kata Adler kepada dirinya sendiri.
"Maaf, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?"
Adler tersentak. Lintasan pikiran tentang Genevieve langsung buyar ketika ia mendengar suara sapaan dari belakangnya.
"Saya Norbetta. Sepertinya belakangan ini, Tuan cukup sering datang untuk berbelanja." Norbetta mulai mencoba mencari perhatian.
Adler hanya mengangguk sopan. Enggan berbasa-basi karena sedikit merasa terganggu.
"Apa Tuan tinggal di dekat-dekat sini?" Norbetta semakin mendekat.
Adler yang sudah terlalu sering mendapat perhatian berlebihan dari perempuan hanya tersenyum datar. "Nona, maaf, saya hanya butuh beberapa bahan makanan saja. Tidak perlu repot-repot membantu."
"Oh, begitu. Jika Tuan ingin bertransaksi, boleh mampir ke kassa empat. Saya akan memberikan potongan harga khusus."
Adler menaikkan sebelah alis. "Kupon ... khusus karyawan?"
Norbetta berbisik. "Bukan, Tuan. Pelayanan tambahan dari saya untuk lelaki tampan seperti Anda."
Adler langsung mundur beberapa langkah. "Anda ... melakukan kecurangan, Nona ... Norbetta?"
Wajah Norbetta mendadak pucat. "Bu-bukan, Tuan. Hanya pelayanan tambahan saja."
"Apa semua orang mendapatkan pelayanan tambahan yang sama?" Adler bertanya dengan nada dingin.
"Maaf. Saya permisi." Norbetta langsung berbalik badan dan berjalan menjauh.
'Apa kecurangan seperti ini memang tidak diketahui oleh tim manajemen?' Adler bingung.
Namun, untuk bertanya langsung kepada pihak yang terkait bukan hal yang tepat. Tidak ada bukti sama sekali.
Adler perlu mengumpulkan bukti. Namun, bukan itu tujuan ia datang. Ia hanya rindu pada Genevieve semata.
Maka Adler mengenyampingkan masalah Norbetta dan kembali memilih bahan makanan. Setelah merasa cukup, Adler mendorong troli itu menuju kassa tempat Genevieve bekerja.
"Wah, Tuan Adler, Anda ingin mengadakan pesta di rumah?" tanya Genevieve seraya tertawa kecil. "Banyak sekali belanjanya."
"Ya, Genna. Maukah kau ikut denganku?"
Jemari lentik Genevieve yang sudah mulai bergerak menyentuhkan barang ke arah mesin scan barcode mendadak berhenti.
"Huh?"
"Iya. Kau tidak salah dengar. Aku mengundangmu untuk makan malam. Oke?"
"Apa ... ini adalah ajakan kencan terselubung?" tanya Genevieve ragu-ragu.
"Anggap saja begitu dan aku tidak terima penolakan, Genna."
Genevieve mengalihkan rasa gugup dengan kembali menyentuhkan barang ke mesin scan barcode.
"Aku tunggu di parkiran," ucap Adler setelah membayar belanjanya.
"Jam kerja saya masih lama, Tuan." Genevieve masih berusaha mengelak.
"Akan aku tunggu. Aku bisa ke gym sembari menunggu jam kerjamu berakhir." Adler membawa barang belanjaan sembari tertawa.
Tanpa mereka sadari, Norbetta menatap sinis ke arah mereka. Wajah gadis itu mengerut saat ia merutuk lirih, "Dasar gadis murahan. Semua laki-laki tampan digodanya."
Genevieve menyembunyikan senyuman. Dia tidak ingin dipergoki dalam kondisi jengah karena ajakan kencan dari Adler itu.
***
Adler benar-benar menunggu Genevieve sampai jam kerjanya berakhir. Lelaki itu tampak santai bersandar di mobilnya sembari bermain ponsel.
"Maaf karena sudah membuat Anda menunggu, Tuan."
"Ayo, masuk. Sepertinya akan turun hujan."
Genevieve menurut. Mobil itu melaju membelah jalanan kota. Genevieve merasa asing dengan rute jalan yang mereka lalui, tetapi ia tidak berkomentar sama sekali. Dia hanya diam dan sibuk menenangkan hati.
Mobil itu mulai mengurangi kecepatan ketika memasuki wilayah yang cukup elit.
"Selamat datang di apartemen sederhana milikku, Genna."
Genevieve membulatkan matanya dan menatap Adler keheranan. "Anda sedang bercanda, Tuan?"
Kenyataan yang tampak berbanding terbalik dengan ucapan Adler. Gedung apartemen yang nampak di depannya adalah salah satu gedung paling eksklusif di Berlin.
Genevieve memang baru pindah ke kota ini, tetapi ia dapat segera menilai mana tipe apartemen kelas atas dan apartemen murahan seperti tempatnya tinggal sekarang.
Adler hanya tertawa. Hatinya terlalu bahagia karena bisa membawa pulang Genevieve.