"Elma… kau tahu kan aku sangat sibuk," kata Adler dengan sabar. "Aku merasa tidak akan dapat menjadi suami yang baik bagimu dengan semua beban pekerjaanku selama ini."
Elma menatap pria itu dengan sepasang mata berkaca-kaca. "Kau selalu sibuk, aku sudah tahu itu dari awal. Karena itulah aku bertahan, dan aku mencoba mengerti dirimu…"
Adler menghela napas. "Aku mengerti, dan kau sudah melakukan yang terbaik. Tetapi kurasa hubungan kita sudah tak bisa dilanjutkan. Kurasa kau berhak mendapatkan lelaki yang bisa memberikan waktu dan perhatiannya untukmu."
Ia menyentuh bahu Elma dan berusaha membujuk wanita itu. "Waktu itu aku terdesak. Ayahku sedang sekarat dan ia ingin melihatku menikah. Ia ingin memastikan bahwa aku memiliki pasangan yang akan mengurusiku sebelum ua meninggal. Aku yang salah, seharusnya aku tidak berpura-pura di depan ayahku."
"Kau tega, Ad…" tangis Elma dengan suara pedih.
Ia menangis tersedu-sedu dan suaranya segera menarik perhatian orang di rumah. Kalau Elma sudah menangis seperti ini.. bagaimana Adler bisa bersikap keras kepadanya?
"Ada apa ini?" Tiba-tiba terdengar suara Franka keluar dari pintu rumah.
"Bibi Franka, tolong aku." Elma langsung memeluk tubuh Ibu tiri Adler itu. "Adler sudah bosan kepadaku dan ingin membuangku… Dia tega sekali."
Friska menepuk lembut punggung Elma. Tatapan wanita itu tetap tajam memindai sosok Adler.
"Apa aku tak salah dengar, Adler? Apa kau ingin membuat Nenek terkena serangan jantung?"
"Aku hanya mengatakan yang sesungguhnya, Franka. Kita tahu dari awal bahwa hubunganku dan Elma hanya pura-pura demi membuat ayah tenang selama ia sakit," kata Adler kepada Franka. "Seharusnya hubungan ini tidak dipertahankan."
Franka menatap sinis ke arah Adler. "Lalu salah siapa hubungan ini sekarang sudah berlangsung hingga sejauh ini? Apa kau mau menjadi laki-laki pengecut, Adler? Kau sudah membuat Elma kehilangan begitu banyak hal dalam hidupnya demi mendampingimu. Ia mengorbankan karier dan pindah ke kota ini agar bisa lebih dekat denganmu. Ia juga sudah dekat dengan kami seisi keluargamu. Apa kau bisa membuang dia begitu saja? Kau jangan begini…"
Elma mulai terisak-isak. Wajah Friska sudah merah padam. Jika Alder menolak untuk melanjutkan rencana pernikahannya dengan Elma, maka Friska akan kehilangan peluang untuk menguasai seluruh kekayaan keluarga besar Wirtz. Ia sudah membuat perjanjian dengan Elma bahwa ia akan mendukung posisi gadis itu sebagai nyonya Adler Wirtz asalkan nanti Elma membantunya untuk mendapatkan bagian kekayaan keluarga Wirtz yang lebih besar. Ini adalah situasi yang sama menguntungkan bagi keduanya.
Mereka berdua bukan hanya memiliki hubungan keluarga jauh, tetapi juga kepribadian dan ambisi yang mirip. Baik Elma dan Franka sama-sama ingin menikmati hidup sebagai nyonya keluarga konglomerat yang hidup mewah dan bergelimang harta.
Franka bisa memikat hati ayah Adler dengan penuh perjuangan dan hanya karena ia tidak memiliki anak kandung dari lelaki itu, ia tidak mendapatkan bagian harga yang seharusnya menjadi miliknya. Ia memang mendapatkan sedikit warisan, setelah suaminya meninggal, tetapi bagi Franka itu tidak cukup. Ia menginginkan lebih.
Karena keinginannya itulah… Franka tahu ia harus bersabar menghadapi Adler. Ia tidak boleh secara terang-terangan bermusuhan dengan anak tirinya ini. Maka Friska pun mengubah strategi. Ia menyadari Adler tidak suka dipaksa. Pria ini suka dibujuk dengan lembut. Dalam banyak hal Adler memiliki sifat mirip ayahnya. Franka tahu bagaimana cara menghadapi lelaki ini.
"Maafkan aku berkata seperti itu. Aku mengerti kau sangat sibuk dengan pekerjaan dan merasa tidak mampu memberikan perhatian yang seharusnya kepada calon istrimu," kata Franka sambil menghela napas. Suaranya melunak. "Kau hanya lelah. Ambil cuti dan pergi liburan. Kau butuh istirahat dari pekerjaanmu"
Elma menunjukkan sikap tak setuju. Namun, Friska menggeleng samar.
"Tidak mungkin. Aku harus memastikan semua bisnis keluarga kita berjalan dengan baik sebelum aku dapat beristirahat. Ada beberapa ekspansi besar yang baru kita lakukan dan itu semua perlu pengawasanku," kata Adler.
Franka mendekat. "Benar. Tapi dengan pikiran yang campur aduk, kau bahkan tega berbuat kasar pada El kita. Hal itu tidak dapat dibenarkan."
"Aku lelah dengan hubungan ini…" kata Adler.
"Berlibur, Adler. Tenangkan pikiran. Menjauh dari segala tumpukan dokumen itu." Nada bicara Franka semakin lembut.
Suara Franka yang lembut seperti ini belum pernah didengar Adler Sebelumnya. Biasanya mereka hanya bicara seperlunya saja. Bahkan Adler lebih suka menjauh ketimbang membangun komunikasi dengan ibu tirinya itu.
"Maaf. Aku tak bisa. Ada banyak hal penting yang harus aku urus. Permisi." Adler langsung berbalik badan, melanjutkan niat untuk pergi menemui Genevieve.
"Kita belum selesai bicara, Ad. Jangan lari dari tanggung jawab." Elma memekik.
Franka langsung memutar bola matanya. Wanita paruh baya itu merasa harus lebih getol lagi memberi pengarahan pada Elma, bonekanya.
"Tanggung jawab apa?" Adler terpancing. Ia menatap Elma dengan mata disipitkan. Ia tidak percaya Elma akan mengeluarkan kata-kata seperti itu. Tanggung jawab apa maksudnya?
Elma tidak akan berpura-pura sedang hamil dan meminta pernikahan mereka segera dilaksanakan, bukan? Sudah lama sekali sejak mereka berhubungan intim dan tidak mungkin kalau sekarang gadis itu hamil.
"Aku benci kau, Ad!" Elma mendengus dan masuk ke dalam rumah.
Dari belakang Adler dapat melihat wanita cantik itu mengusap air matanya. Adler merasa sangat lelah dengan semua ini. Ia mengangkat bahu ke arah Franka dan berbalik pergi.
Ia perlu menjernihkan diri.