~Rafael ~
Hari ini Andrea terlihat sangat cantik dengan pakaiannya. Aku tahu jika pakaian seperti ini memang bukan kebiasaannya, namun tetap saja dia terlihat cocok. Untung saja teman kak Andrew memilih baju yang terbuka saat ini, cuaca hari ini begitu panas. Setidaknya semua rencana hari ini berjalan sesuai dengan keinginanku. Bahkan cuaca hari ini sangat mendukung untuk mengadakan piknik.
Kira-kira sebagian besar rencana ini kak Andrew yang membuatnya. Saat aku menginap dan mengatakan tujuanku untuk menyatakan perasaanku kepada Andrea, dengan spontan kak Andrew bertanya berbagai macam mengenai perasaanku, layaknya seorang kakak laki-laki yang bertanggung jawab. Untung saja aku lolos dari hasil selektif kak Andrew, dirinya begitu bersemangat saat merencanakan kencan ini untuk adiknya.
Kak Andrew bercerita banyak saat malam itu. Hampir semuanya mengenai Andrea dibocorkannya kepadaku. Aku beruntung karena kak Andrew ada di pihakku. Jika tidak, akan sangat sulit untuk menjadikan Drea milikku. Kak Andrew pasti akan melakukan segala cara untuk menjauhkanku dengan Drea, jika dirinya menolak keberadaanku sebagai pacarnya. Tentu saja itu bukanlah hal yang mudah, mengingat sifat protektifnya terhadap Drea. Drea juga akan dengan mudahnya menuruti kak Andrew, mengingat Drea kecil selalu mengikuti kak Andrew kemanapun.
Saat ini aku tengah mendorong gadis yang sebentar lagi akan menjadi milikku secara resmi, memasuki pintu gerbang tempat ini. Hampir semalaman aku mencari tempat yang cocok untuk piknik dan menemukan sebuah tempat tersembunyi ini. Belum banyak orang yang mengetahui tempat ini, sehingga memudahkan Drea untuk bersenang-senang. Mengingat dirinya yang takut akan orang-orang asing yang memandanginya dengan tatapan kasihan. Satu hal yang menjadi tujuanku kedepannya. Menyadarkan Drea bahwa dirinya tidak perlu malu dan bangga akan dirinya sendiri. Aku hanya berharap kedepannya Drea tidak perlu mengenakan kaki palsu itu lagi, mengingat bahaya yang diberitahukan Aldo kepadaku.
Muka Drea menunjukan ekpresi terpesona saat dirinya memandang pemandangan sekitar. Tempat ini dikelilingi oleh hutan pinus yang menjulang tinggi meneduhi kami. Udara di sini sangatlah sejuk. Aku dapat melihat jika Drea menikmati suasana tenang dari tempat ini. Dirinya menutup matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Wajahnya yang terkena sinar matahari membuatnya terlihat bersinar layaknya seorang malaikat. Membuatku terpesona dengan pandangan ini. Saat ini mungkin aku termasuk salah satu pria terberuntung di dunia. Jika aku dihadapkan dengan pilihan, pemandangan indah atau wajah Drea dengan ekspresi seperti ini, tanpa berpikir ulang aku akan memilih memandangi dirinya. Dan itu yang sedang aku lakukan saat ini.
Kupikir pemandangan indah yang berada di sini tidak dapat mengalahkan pemandangan indah yang saat ini sedang kudapat dari ekpresi wajahnya. Dengan perlahan aku terus mendorong kursi roda ini mengikuti jalur yang telah di sediakan. Kami telah memasuki area hutan pinus. Terdapat sebuah tempat yang cukup terbuka di ujung jalan ini, yang akan sangat cocok untuk tempat piknik. Untung saja tempatnya tidak terlalu jauh dari gerbang. Sehingga Andrea dapat lebih leluasa untuk melihat pemandangan ini.
Kemarin sore saat aku datang untuk survey tempat ini, aku menemukan banyak sekali spot yang bisa Drea kunjungi dengan mudah. Terdapat padang bunga kecil dan juga sungai yang mengalir di sepanjang hutan pinus. Jika Drea mau aku akan membantunya untuk menelusuri tempat ini. Aku tidak akan keberatan jika dirinya ingin turun ke sungai, dengan senang hati aku akan menggendongnya. Tentu saja aku akan melakukan apa saja untuk dirinya. Lagi pula bisa dibilang jika hari ini merupakan harinya Drea.
Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya tempat yang di tuju telah sampai. Tempat ini terletak sedikit tinggi dari hutan pinus, sehingga aku cukup lelah mendorong untuk sampai ke atas. Namun aku sama sekali tidak keberatan dan tidak merasakan lelah sama sekali saat melihat dirinya menikmati pemandangan di bawah bukit dengan pandangan terpesona. Hal itu sudah cukup membayar lunas semua rasa lelahku.
Sebuah kain telah terbentang di tengah-tengah bukit. Keranjang kecil dan beberapa makanan telah tersedia di atasnya. Semua ini adalah pekerjaan dari teman-temanku yang sudah mempersiapkan ini sejak tadi pagi. Mungkin mereka sekarang sudah pulang atau bahkan sedang memata-matai kami saat ini. Drea tampak terkejut melihat semua yang sudah kusiapkan dengan rapih.
"Bagaimana bisa semua ini ada di sini?" Tanyanya keheranan membuatku tersenyum bangga.
"I have my way. It's magic." Jawabku menggodanya. Membuat dirinya memutarkan ke dua matanya dan tidak mempedulikan omonganku. Dirinya mengalihkan pandangannya kembali ke alam sekitar.
"Bagaimana kau bisa menemukan tempat indah ini Raf?" Tanyanya, aku menjawabnya dengan kedikkan bahu.
"Hanya menemukannya. Lebih baik kita makan sekarang." Ucapku sambil melangkah mendekatinya.
Dirinya tersenyum dengan canggung kepadaku dan menganggukan kepalanya. Aku segera menggendongnya dari atas kursi roda ke bawah kain yang terbentang di bawah. Jelas sekali jika dirinya tidak terbiasa di perlakukan seperti ini. Sejak kecil, Drea memang tidak suka jika dirinya merepotkan orang lain. Kemandirian memang melekat dengan sifatnya.
"Thanks. Seharusnya aku memakai kaki palsuku daripada merepotkanmu seperti ini." Katanya dan langsung aku responi dengan menggelengkan kepalaku.
"Kau tidak merepotkan Drea. Aku hanya ingin kau mencoba untuk menikmati diri tanpa menggunakan kaki palsumu."
"Kau benar, mungkin ini sudah saatnya aku mencoba sesekali untuk tidak mengandalkan kaki palsuku untuk bersenang-senang. Aku harus mengubah pola pikirku." Ucapnya yang diiringi oleh anggukan kepala dariku. Untung saja dirinya dapat menyadari hal tersebut. Beberapa langkah lagi sampai dirinya benar-benar melepaskan kaki palsunya itu.
Aku menaruh tubuh Drea secara perlahan di atas karpet, dan langsung mengambil jaketku untuk menutupi kaki cantiknya yang terekspos. Dengan tidak sabar, Drea mengambil bekal makanan yang ada dan membukanya satu persatu secara perlahan. Pandangan terpesona lagi-lagi terlihat di wajahnya yang cantik itu. Terdapat tiga buah tempat bekal dengan ukuran besar yang diisi penuh dengan berbagai macam makanan. Kotak bekal pertama yang Drea buka berisi berbagai macam buah potong seperti melon, semangka, apel, dan beberapa macam buah lainnya. Roti isi dengan berbagai rasa memenuhi kotak bekal ke dua. Kotak bekal yang terakhir di penuhi dengan potongan susi yang terlihat sedikit berantakan.
"Kau tidak memasak semua ini sendirikan?" Tanyanya dengan sebuah sorot mata jahil.
"Memangnya kenapa?" Tanyaku meladeni leluconnya. Mendengar pertanyaanku dirinya memasang muka jijik, tentu saja itu pura-pura.
"Aku tidak mau memakannya." Serunya.
"Bahkan buahnya?" Tanyaku geli.
"Kau bisa saja menaruh sesuatu di dalam buah itu. Aku tidak akan pernah mempercayai kemampuan memasakmu." Katanya lagi dengan senyum jahil.
"Kau menyakiti hatiku kau tahu?" Seruku merajuk untuk menggodanya.
"Hahaha.. Aku hanya bercanda Raf. Tapi serius siapa yang menyediakan semua ini?" Tanyanya lagi.
"Alex. Dia membantuku memasak semua ini." Jawabku dan di jawab dengan sebuah anggukan dari dirinya.
Aku segera mengambil salah satu roti isi yang ada dan segera memakannya. Aku sudah sangat lapar sedari tadi. Drea pun mulai memakan potongan susi yang ada. Kami memakan sambil mengobrol dan melemparkan candaan. Suasana tenang dan nyaman ini benar-benar dapat kami nikmati. Aku segera berbaring di karpet dan memandang awan yang bergerak perlahan tertiup angin. Drea tertawa pelan melihatku bersantai seperti ini. Aku segera menepuk-nepuk tempat kosong di sisiku dan memanjangkan tangan kananku sebagai bantalnya. Tanpa berkomentar dirinya segera menuruti perkataanku dan berbaring di sebelah kananku. Rasanya hari ini akan kuingat sepanjang hidupku.
"Mengapa kau melakukan semua ini Raf?" Tanyanya memecah kesunyian yang nyaman ini. Baiklah ini saatnya aku melakukan sebuah pengakuan.
"Aku hanya ingin mengajakmu piknik dan...." Aku berhenti sebentar untuk memikirkan perkataanku.
"Dan?" Tanyanya penasaran sambil memiringkan tubuhnya ke arahku sehingga saat ini kita saling berhadapan. Aku menelusuri wajahnya dengan tangan kiriku dan menyingkirkan rambut-rambut yang menghalangi wajahnya.
"Aku menyukaimu Dre. Sebagai seorang laki-laki kepada seorang wanita dan bukan sebagai sahabat." Ucapku dengan yakin. Lambat laun aku melihat pipinya memerah dan dirinya menutupi mukanya dengan kedua tangannya. Dia begitu lucu saat dirinya malu seperti ini.
"Kau mau jika berpacaran denganku?" Tanyaku dan langsung di jawab dengan anggukan malu-malu dari dirinya. Dia masih menutupi mukanya dengan kedua tangannya.
Aku tidak bisa menahan rasa gembiraku saat ini. Aku berteriak dengan keras dan tertawa membuat dirinya mengintip sebentar sebelum menutup kembali wajahnya. Aku yang ingin melihat wajahnya yang merona, segera menarik kedua tangannya menatap wajahnya dalam-dalam. Seketika wajahnya kembali berubah menjadi merah. Aku tertawa akan sikap lucunya dan membawanya ke dalam pelukanku.
"Kau tak tahu betapa senangnya aku saat ini." Bisikku di telinganya. "Mine!" Lanjutku sambil memeluk dirinya semakin erat. Drea melepaskan dirinya dari pelukanku dan tersenyum kepadaku dengan lembut sambil berbisik "Yours." Membuatku merasa sangat senang dan segera mencium puncak kepalanya.
Sepanjang beberapa menit, aku habiskan dengan Drea yang berada dalam dekapanku. Aku mengelus-ngelus kepalanya pelan dan tak lama kemudian Drea tertidur. Aku tidak bisa mengerti bagaimana dirinya dapat tertidur di saat seperti ini. Rasa gembira yang berlebihan ini jelas-jelas tidak akan bisa membuatku tertidur. Saat ini aku hanya ingin menghabiskan waktu dengan dirinya.
Sementara dirinya tertidur, aku membayangkan hari-hariku ke depannya dengan Drea yang berada di sisiku. Tentu saja hal itu akan sangat menyenangkan dan aku tidak sabar untuk menghabiskan hari yang akan datang bersamanya. Tak lama aku merasakan gerakan dari tubuhnya dan mata hitam yang cantik itu mulai terlihat.
"Hello beautiful." Seruku sambil tersenyum hangat kepadanya. Tak lama aku dapat melihat wajahnya yang memerah, sepertinya ingatannya mengenai kejadian tadi mulai mengalir.
"Berapa lama aku tertidur?" Tanyanya. Aku mengedikkan bahuku menjawabnya.
"Entahlah, aku tidak tahu pasti. Setengah jam mungkin satu jam." Drea hanya mengangguk mendudukan dirinya.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanyanya kepadaku. Aku segera mendudukan diriku mengikutinya dan kembali membawa Drea ke dalam pelukanku. Aku meletakan kepalaku di bahunya dan menciumi kulitnya yang terbuka itu. Bau bubblegum kesukaanku dapat tercium dengan kuat.
"Entahlah terserah padamu. Kau mau menjelajahi tempat ini? Atau hanya menghabiskan waktu di sini. Aku membawa beberapa buku novelmu." Usulku. Aku dapat merasakan dirinya bersender kepadaku dan mencari posisi yang enak.
"Sepertinya menjelajahi tempat ini terdengar menarik. Tapi biarkan aku seperti ini. Posisi ini membuatku nyaman." Jawabnya sambil kembali memejamkan matanya menikmati tubuhku. Aku semakin memeluknya dengar erat.
"Aku sangat tidak keberatan dengan itu. Aku dapat berdiam diri setiap hari dengan kau berada di dekapanku." Seruku jujur sambil meletakan daguku di atas puncak kepalanya.
"Hmmmm...." Sepertinya Drea terlalu nyaman dengan posisi ini sampai dirinya malas untuk mengomentari perkataanku. Selama beberapa menit kami menghabiskan diri dengan keberadaan masing-masing.
"Raf, lepaskan!" Serunya setelah beberapa menit dirinya mencoba membujukku untuk mulai melakukan perjalanan.
"Hmmm.." Responku, aku terlalu nyaman saat ini. Sepertinya gadisku telah kehilangan kesabarannya dan mencubit kedua tanganku yang mendekapnya. "Ouch!" Protesku.
"Jika tidak pergi sekarang, kita tidak akan mempunyai waktu lebih Raf." Ucapnya dengan nada kesal. Aku mencium pipinya dan mulai melepaskan tanganku.
"Baiklah-baiklah." Ucapku mengalah. Aku segera bangkit dari posisiku dan berjongkok agar dirinya bisa kugendong.
"Kau akan menggendongku?" Tanyanya dan langsung aku jawab dengan sebuah anggukan. "Sebaiknya aku menggunakan kursi roda, Raf." Serunya membuatku menggelengkan kepalaku. "Dan melepaskan kesempatanku untuk dekat dengan tubuhmu? Tidak akan kubiarkan! Naiklah, Dre." Seruku berkeras kepala.
"Ugh! Baiklah Raf." Ucapnya mengalah dan segera meletakan kedua tangannya di leherku. Dengan mudahnya aku mengangkat tubuhnya dan menaruh tanganku di kedua kakinya. Aku dapat merasakan Drea meletakan kepalanya di pundakku dan deruhan nafasnya mengenai kulit leherku. Aku menyukai tubuhnya yang menempel dengan tubuhku.
Kami mulai berjalan menjauhi tempat piknik menelusuri hutan pinus. Di sepanjang jalan Drea meletakan kepalanya di bahuku dan hal itu membuat detak jantungku berdetak tak karuan. Aku benar-benar bisa merasakan tubuh hangatnya saat ini. Sesekali tarikan nafasnya terdengar olehku saat dirinya terkagum-kagum dengan pemandangan yang ada. Aku menggerakan kepalaku kepada kepalanya karena saat ini dirinya sangat menggemaskan. Suara tertawanya terdengar saat aku melakukan hal itu. Aku begitu menyukainya. Aku melakukannya terus menerus.
"Hentikan Raf, itu mengelikitiku." Teriaknya di telingaku membuatku mengeluh kepadanya. Dirinya hanya tertawa keras saat melihat raut wajahku. Aku ikut tertawa bersama dengannya dan mulai berlari dengan kencang menyebabkan dirinya tertawa lebih keras.
Aku terus berlari menyebabkan angin berhembus kencang menerbangkan rambutnya. Wangi bubblegum langsung tercium olehku. Dirinya menjauhkan kepalanya dariku untuk merasakan angin yang berhembus. Salah satu tangannya terangkat ke atas disusul tangan lainnya.
"Drea nanti kamu jatuh! Pegangan!" Perintahku namun dirinya mengabaikan perkataanku. Tak lama dirinya kehilangan keseimbangannya dan hampir saja terjatuh. Dengan spontan dirinya mengalungkan ke dua tangannya ke leherku. Aku berdecak kesal karena dirinya yang tidak mau untuk mendengarkanku. "Sudah kubilangkan!" Protesku. Dirinya hanya tertawa menanggapi protesanku.
"Kita sebenarnya mau ke mana Raf?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Terserah padamu. Mau ke mana terlebih dahulu? Kemarin saat aku datang untuk survey tempat aku menemukan sungai dan juga taman bunga." Ucapku membuatnya meloncat girang di dalam gendonganku.
"Sungai! Sungai!" Teriaknya membuatku menggelengkan kepala dan kembali memarahinya. Dirinya kembali terkikik mendengarnya, membuatku memutar mataku kesal.
Setelah perjalanan yang cukup lama dan dipenuhi dengan canda dan tawa, akhirnya kita sampai di sungai. Suara aliran air terdengar begitu jelas dari sini, membuat suasana terasa begitu tenang dan damai. Drea saat ini terdiam untuk menikmati pemandangan yang ada. Aku berjalan semakin dekat ke arah sungai dan mendudukan Drea di tepi aliran sungai.
"Raf, airnya dalam tidak?" Tanyanya kepadaku saat aku hendak duduk di sebelahnya.
"Biarkan aku beristirahat sebentar Dre. Aku cukup lelah mengangkatmu ke mana-mana." Protesku ditambah dengan sebuah erangan yang keluar dari mulutku.
"Maaf." Serunya pelan sambil meletakan kepalanya di bahuku. Aku langsung beranjak dari tempatku dan membaringkan tubuhku di tanah dengan kepalaku yang berada di pangkuannya.
"Begini sudah cukup dengan membayar semuanya." Ucapku sambil menatap dirinya yang sedang menggerakan jari-jari mungilnya di kepalaku. Membuatku bergumam terhadap sentuhannya yang nikmat itu dan menutup mataku.
"Saat ini kau terlihat seperti seorang bayi besar." Komentarnya membuatku berdecak kesal.
"Aku tidak peduli. Asalkan aku dekat dengan pacarku." Seruku yang kuyakini membuat mukanya memerah.
"My girlfriend." Ucapku sambil membuka mataku menatap setiap garis mukanya. 'Girlfriend.' Bisiknya mencoba kata itu dengan mulutnya. Aku rasa dirinya masih belum bisa menyadari jika sekarang telah menjadi sepasang kekasih. Seketika mukanya memerah. Aku ingin sekali mengetahui apa yang ada dipikirannya sampai membuat wajahnya merona seperti itu.
"Kau bisa memanggilku boyfriend-mu mulai dari sekarang." Godaku kepadanya. Membuat dirinya lagi-lagi membisikkan kata-kata boyfriend untuk dirinya sendiri.
"Apa yang ada dipikiranmu? Hmmm?" Tanyaku membuatnya keluar dari pemikiran dalamnya itu.
"Aku masih tidak menyangka jika kita berpacaran. Rasanya aneh, namun dalam hal yang positif. Seperti mimpi aku memiliki seseorang sekarang. Aku tidak menyangka dan tidak pernah membayangkan jika aku akan menemukanmu di SMA dan menjadi milikmu sekarang. Semua ini terlalu indah untuk menjadi nyata. Aku hanya takut untuk aku terbangun dari mimpi indah ini dan kembali menjadi diriku dengan pikiran negatif yang memenuhinya." Ucapnya. Aku mengulurkan tanganku untuk menyentuh pipinya yang saat ini masih merona itu. Kepalanya menyender ke arah tanganku, membuatku tersenyum puas.
"Aku pastikan jika semua ini bukan mimpi Dre. Dan ini belum berakhir, aku akan mencoba untuk mewujudkan semua mimpi yang kau inginkan. Aku berjanji." Seruku seperti sebuah sumpah.