Chereads / Awal dari Kenangan / Chapter 19 - Chapter 22~ Discussion

Chapter 19 - Chapter 22~ Discussion

~Rafael~

Sesampainya di apatermen aku langsung mengganti baju dan ikut berkumpul bersama teman-teman di ruang tamu. Setelah bosan bermain play stasion, seperti biasa Alex memasak makanan untuk kami. Walaupun jam telah menunjukan pukul setengah dua belas malam, tetap saja perutku kelaparan.

"Kau memasak apa Lex?" Tanyaku sambil memperhatikannya memasak dari seberang meja makan.

"Hanya memasak nasi goreng dengan kornet. Kau benar-benar harus mengisi stok makananmu Rev!" Serunya. Aku hanya mengangguk sambil meminum susu cokelatku.

"Sepertinya kau tidak bisa melepaskan kebiasaanmu untuk tidak meminum susu coklat." Seru Aldo dari belakang.

"Itu sebabnya aku lebih tinggi dari kalian." Seruku bangga. Mereka pun memutar bola matanya secara bersamaan sementara aku terkekeh puas.

"Terserah kau saja Rev!" Seru Alex sambil menyajikan nasi gorengnya. Aku pun langsung memakan nasinya.

"Sepertinya kita melupakan tujuan kita kemari." Seru Aldo. Aku pun baru mengingat bahwa aku berjanji untuk memberitahukannya kepada mereka. Sepertinya ini akan menjadi malam yang sangat panjang.

"Kau berjanji akan memberitahukannya Rev!" Seru Alex. Aku pun menelan seluruh nasi yang ada di mulutku degan cepat.

"Baiklah tapi setelah aku menghabiskan makananku." Seruku sambil menghabiskan makananku dengan cepat diikuti dengan Aldo dan Alex. Setelah menghabiskan makanan kami, kami pun pergi ke sofa dan berbaring di sana dengan malasnya.

"So spill it out!" Seru Alex sambil menatap handphonenya.

"Baiklah." Kataku sambil mengambil handphone Alex dan menyembunyikannya. Dia pun menatap garang diriku namun tidak berkomentar apa pun.

"Harus ku ceritakan dari mana?" Tanyaku bingung.

"Bagaimana di mulai dari kejadian hari ini." Seru Aldo sambil menyalakan televisi dan mengecilkan suaranya.

"Kenapa kau menyalakan televisi jika tidak ingin menontonnya!" Protesku.

"Aku tidak suka jika terlalu sunyi." Seru Alex menjawabnya dan bertossan dengan Aldo. Aku pun menatap mereka dengan garang.

"Kalian akan memperbesar biaya listrikku!" Seruku. Mereka pun mengalah dan mematikan televisi dan menyalakan lagu dari handphone Alex.

"Mulailah!" Seru Aldo.

"Baiklah..... Awalnya semua baik-baik saja saat aku bermain bersama dengannya. Seperti yang aku ceritakan di rumah sakit, tiba-tiba saja dia terlihat sangat kesakitan saat kita hendak berteduh. Dan saat aku ke rumah sakit aku melihat beberapa keanehan di sana. Lalu setelah Alex pergi dokter Jason menemuiku untuk berbicara." Aku pun menjelaskan sambil mereka ulang memoriku.

"Keanehan apa?" Tanya Alex memotong pembicaraanku.

"Entahlah mereka langsung memindahkan Drea ke salah satu ruang rawat inap dan menurutku itu aneh. Bahkan dokter saja belum selesai memeriksanya. Belum lagi beberapa suster di sana terlihat aneh." Seruku.

"Kau berbicara solah-olah rumah sakit itu adalah rumah sakit berhantu atau tidak rumah sakit yang membunuh pasiennya." Seru Aldo sambil merinding.

"Kau ini ada-ada saja. Tidak mungkin! Di situ ada dokter Jason salah satu teman ayahnya Andrea. Tidak mungkin mereka akan membunuhnyakan." Seru Alex.

"Kau ingat rupanya dengan dokter Jason." Seruku mendengar Alex menyebut-nyebutkan namanya.

"Tentu saja! Tidak seperti dirimu ingatanku sangat bagus." Serunya sombong.

"Tapi nilaimu kalah dariku!" Balasku cepat sambil memamerkan senyumku.

"Lanjutkan ceritamu! Pembicaraan kita semakin melenceng." Seru Aldo. Aku pun mengangguk menyetujuinya.

"Setelah itu dokter Jason memberitahukan kalau Drea mempunyai sebuah rahasia. Kalian ingat tidak saat kita makan bersama ayahnya Andrea dia bertanya apa?" Tanyaku kepada mereka.

"Tidak." Jawab Aldo, aku pun menunjuk Alex menggunakan daguku. Dia pun tersenyum senang karena mengetahuinya.

"Aku tidak ingat jelas. Tapi intinya dia bertanya apakah kalian mengetahui sesuatu tentang Andrea." Jawabnya dan aku pun menganggukan kepalaku.

"Pertanyaan yang sama yang doktor Jason tanyakan kepadaku. Dia juga bilang aku harus menunggu agar Drea sendiri yang menceritakannya kepadaku. Dan dia juga bilang agar aku tidak memaksa Drea untuk bercerita." Aku berhenti untuk melihat reaksi mereka.

"Jadi rahasianya itu apa?" Tanya Alex. Aku pun menggelengkan kepalaku.

"Itulah yang membuatku sangat penasaran. Selain itu dokter Jason juga memberitahukanku untuk menjaga Andrea untuk tidak terkena air." Tuturku.

"Maksudmu untuk tidak terkena air itu apa?" Tanya Aldo bingung.

"Aku juga tidak terlalu mengerti tapi sepertinya dia tidak boleh terkena air terutama di bagian kaki." Jawabku.

"Tapi itu jadi masuk akal!" Seru Alex. Aku dan Aldo pun melihat Alex dengan bingung.

"Kenapa Andrea tiba-tiba kesakitan setelah hujan besar mungkin karena hujan itu mengenai kakinya." Seru Alex.

"Tapi waktu Andrea mengerjakan kerja kelompok di rumahku dia tidak apa-apa saat itu. Padahal saat itu hujan cukup besar, walaupun tidak sebesar saat di theme park." Seruku.

"Mungkin saat itu air hujannya tidak mengenai kakinya." Seru Alex yang tetap yakin pada pendiriannya.

"Memangnya ada ya penyakit yang tidak boleh terkena air?" Tanyaku kepada Aldo mengingat keluarganya yang seorang dokter.

"Setahuku ada alergi yang tidak bisa terkena air. Namun itu juga termasuk penyakit yang sangat langka." Jawab Aldo.

"Mungkinkah Andrea menderita penyakit itu?" Tanya Alex.

"Tapi aku tidak bisa percaya jika Drea menderita hal itu." Kataku.

"Kalau dia benar-benar menderita hal itu kau harus tetap menerimanya Rev...." Seru Aldo. Aku pun tertawa akan komentarnya.

"Hei, aku pasti akan tetap menyukainya. Walau bagaimana pun dia tetap Dreaku." Seruku.

"Aww.. Romantis sekali." Ejek Alex. Aku pun melemparkan bantal terdekatku kepadanya dan menatapnya garang.

"Kalian seriuslah!" Tegur Aldo. Aku pun masih tetap memandang Alex dengan garang sementara dia memutar bola matanya dan mengalihkan pandangan kepada Aldo.

"Jadi apa yang harus kita lakukan?" Tanya Aldo. Alex mengedikan bahunya sementara aku membaringkan diriku sambil berpikir.

"Bisakah kita bertanya kepada kak Andrew?" Usulku sambil melihat ke arah mereka satu persatu.

"Entahlah Rev. Namun menurutku kita sebaiknya menunggu Drea untuk memberitahukannya kepada kita." Jawab Aldo.

"Namun aku tidak bisa membiarkannya lagi Do. Kau tahukan kalau Drea itu sangat ceroboh. Setidaknya kalau kita tahu apa yang salah dengan tubuhnya kita bisa melindunginya." Seruku dan mereka terdiam akibat perkataanku.

"Aku tidak mau kehilangannya." Bisikku.

"Kenapa kau berpikir seperti itu?" Tanya Alex bingung. Aku menangkat satu alisku karena aku tidak mengerti maksud dari pertanyaannya.

"Kenapa kau berpikir jika kau tidak mengetahui rahasianya kau akan kehilangan Drea?" Tanya Alex bingung.

"Kau lihat apa yang terjadi dengannya hari ini?" Tanyaku dengan nada dingin dan dia menggelengkan kepalanya.

"Aku ada saat dia kesakitan. And it's suck when I can't do anything to help her!" Seruku kesal saat mengingat muka kesakitannya. Aku benar-benar tidak tahan jika harus melihat wajah kesakitannya itu lagi. Aku berharap aku bisa memindahkan rasa sakitnya ke tubuhku saat itu.

"Okay.. Okay. I get it now." Seru Alex puas dengan penjelasanku.

"Jadi kau akan bertanya kepada kak Andrew?" Tanya Aldo. Aku menggelengkan kepalaku.

"Aku benar-benar tidak tahu. Aku sangat ingin mengetahui semua hal tentang dirinya sehingga aku bisa melindunginya sementara disisi lain dia pasti akan membenciku karena melakukannya. And I never want her to hate me." Seruku frustasi.

"Jika aku jadi kau, aku akan bertanya kepada kak Andrew. Karena mau bagaimana pun keselamatannya adalah hal yang paling penting." Kata Alex yakin. Sepertinya dia benar-benar membayangkan jika Andrea itu adalah Kyla.

"Walaupun aku setuju denganmu Lex, namun yang kita bicarakan disini adalah Andrea. Kau tahu seberapa sulit aku untuk bisa dekat dengannya? Satu bulan! Dan aku tidak mau melewati hal itu lagi. Jika dia sampai membenciku aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan hatinya kembali!" Seruku.

"Kau berbicara seolah-olah kau sudah pacaran dengannya Rev." Ledek Aldo jahil.

"Kau tahu, jika aku bisa berpacaran dengannya itu akan termasuk sebuah keajaiban dunia. Mungkin akan memakan waktu lama untuk bisa berpacaran dengannya." Kataku sambil terkekeh pelan.

"Tapi itu tidak mustahilkan!" Seru Alex.

"Kau sendiri bagaimana dengan Kyla?" Tanyaku menantangnya.

"Thanks for you guys. I become her boyfriend." Serunya bangga sambil menunjukan senyum terbesar yang pernah ada di wajahnya.

"Ya kau berhutang kepada kami!" Seru Aldo.

"Kalau saja kau tidak pengecut, dia sudah menjadi pacarmu semenjak kalian SMP!" Ledekku. Kali ini dia yang membalas melemparkan bantal kepadaku. Aku pun tertawa berbarengan dengan Aldo.

"Jadi bagaimana dengan Drea?" Tanya Alex membuat kami terdiam secara otomatis.

"Lebih baik kita tunggu beberapa saat sampai dia sendiri yang memberitahukannya." Usul Aldo. Aku menghela nafas dan mengangguk menyetujuinya.

"Tapi sampai kapan?" Tanyaku frustasi.

"Entahlah..." Serunya sambil berpikir.

"Bagaimana jika kau memberinya waktu selama sebulan untuk menjelaskannya. Jika dia tidak berani untuk menjelaskannya kau bisa bertanya kepada kak Andrew." Usul Alex. Aku tidak mempercayai diriku bisa bertahan dalam waktu sebulan itu.

"Baiklah akan kuusahakan untuk bertahan dalam waktu sebulan. Namun bagaimana jika kak Andrew tidak mau menjelaskannya kepadaku?" Tanyaku khawatir.

"Kurasa jika itu menyangkut keamanan Drea dia pasti akan memberitahukannya. Sebenarnya menurutku kau berhak untuk mengetahui hal itu." Kata Aldo.

"Kau benar, kak Andrew sangat menyayanginya. Kuharap Drea benar-benar mendapat keberanian untuk mengatakannya kepadaku." Kataku sambil menghela nafas panjang dan memejamkan mataku.

"Apakah kalian sudah mengantuk?" Tanya Alex. Aku menggelengkan kepalaku dengan mata yang masih terpejam.

"Aku tidak bisa tertidur memikirkan Kyla." Seru Alex membuatku berdecak kesal.

"Kau bisa bertemu dengannya besok." Seruku kesal.

"Lex kasihanilah Revan saat ini. Jangan memancingnya." Tegur Aldo.

"Kalau aku jadi dirimu Rev, mungkin aku sudah gila." Seru Alex.

"Saat ini aku sudah mendekati gila." Akuku.

"Kau akan menjenguknya besok?" Tanya Aldo membuatku berpikir. Haruskah aku datang besok? Aku pun menggelengkan kepalaku membayangkan apa yang akan terjadi jika aku hanya berduaan dengannya. Hal itu akan berakhir dengan Drea yang menangis karena aku tidak yakin terhadap diriku sendiri untuk tidak bertanya kepadanya.

"Ku rasa tidak. Aku tidak akan sanggup bertemu dengannya tanpa menuntut penjelasan kepadanya." Jawabku.

"Tenang saja Rev. Sekolah masuk tinggal lima hari lagi. Kau bisa menyiapkan mentalmu sepenjang hari itu." Seru Alex. Aku pun menganggukan kepalaku menyetujuinya.

Aku benar-benar bingung saat ini. Semua isi kepalaku berkaitan dengannya. Aku sedikit kesal dengannya karena pertemanan kita selama ini, dia masih belum mempercayaiku untuk memberitahukan semua rahasianya. Apakah aku harus menceritakan tentang masa laluku kepadanya agar dia bisa terbuka kepadaku?

Mengingat tentang masa laluku, membuatku emosiku kembali memuncak. Aku benar-benar tidak mengerti mengenai jalan pikir orang tua gila itu. Aku benar-benar hancur saat melihat mom mengangis karena dirinya. Masa kecilku tidak akan menjadi indah kalau tidak ada nenek dan malaikat kecil penyelamatku.

Aku kembali mengingat saat pertama kalinya orang itu mulai berulah. Saat itu mereka mengirimku untuk tinggal di rumah nenek selama aku liburan. Satu-satunya kenangan manis yang kupunya saat aku masih kecil. Saat itu aku kesal dengan semua situasi yang ada. Walaupun aku masih kecil saat itu, setidaknya aku mengerti ada yang tidak beres dengan kedua orang tuaku.

Aku kabur di hari kedua saat aku di rumah nenek, bodohnya aku waktu itu aku sama sekali tidak tahu jalan. Saat itulah aku bertemu dengan seorang malaikat yang sedang menangis. Pikiran luguku saat itu berpikir kalau dia adalah seorang malaikat yang baru saja terjatuh dari surga dan menangis. Dia benar-benar seorang gadis yang manis.

Aku tersenyum mengingat hal itu, sayangnya memoriku terhenti sampai di situ. Aku menghela nafas panjang saat mengingat kejadian yang benar-benar mengubah hidupku setelah itu. Setelah mengusir memori lama yang tidak ingin kuingat Andrea kembali menghampiri isi kepalaku. Apakah aku sanggup menyampaikan masa laluku tanpa harus menunjukan sisi lemahku kepadanya? Kurasa tidak dan aku tidak mau untuk mengubah sudut pandang Drea terhadapku. Bagaimana pun tidak adil jika dia yang menceritakan semua kisahnya sendirian.