Julian mendengus dingin, 'Bahkan jika dia tidak mau dengar, apa itu berarti bisa membiarkannya mengambil resiko?'
Kepala pelayan bergegas mendekat saat melihat Sintia yang sedang di ambang pintu ruang tamu, "Nona Yazid, tolong bantu saya menjelaskan jika saya sudah berusaha keras membujuk Anda untuk tidak kembali ke dalam mansion, tapi memang Anda sendiri yang bersikeras kembali, kan?"
Sintia mengerucutkan bibirnya, 'Pria ini benar-benar….'
Dia hendak membela kepala pelayan, "Kepala pelayan memang membujukku dan akulah yang bersikeras masuk ke mansion…"
Namun, sebelum dia selesai bicara, Julian sudah menghentikan kata-katanya dengan sebuah kalimat, "Jika kamu mengatakan satu kata lagi, aku akan mengganti semua pelayan dan penjaga yang bekerja di mansion ini!"
Mereka semua mengabaikannya. Semua pelayan dan penjaga tahu jika sangat bahaya baginya untuk memasuki mansion, tapi tidak ada yang menghentikannya!
Begitu kata-kata Julian terlontar, semua orang langsung menatap Sintia dengan gugup. Julian selalu memegang kata-katanya, jadi mereka takut Sintia akan bicara lagi dan membuat mereka kehilangan pekerjaan.
Sintia menggigit bibirnya, 'Dasar penyihir. Jika dia memecat orang seperti ini, bukankah dia menyinggung perasaan mereka semua?'
'Tapi kepala pelayan ini tidak peduli sama sekali dengan kondisi Julian, jadi kenapa aku harus peduli kalau dia dipecat?'
Sintia kembali ke mansion dengan marah, 'Dasar orang tidak tahu terima kasih, entah siapa yang memelukku tadi malam….'
'Sekarang, saat dia sudah pulih, sikapnya langsung berubah secepat membalik halaman buku!'
'Mulai sekarang, jika dia kesakitan lagi, aku bersumpah tidak akan repot-repot memanjat untuk masuk ke mansion lagi. Biar saja dia menggigil sendirian!'
Sintia bersumpah dalam hati, 'Kalau sampai aku peduli padanya lagi, aku akan berubah jadi putri duyung!'
'Tapi, dia sakit apa sih?'
....
Saat kembali ke stasiun TV, Sintia langsung duduk di depan layar komputer dan mencari tahu selama beberapa lama. 'Dia terlihat pucat dan gemetar setelah minum, apa iya itu adalah efek kecanduan alkohol yang serius?'
Sayangnya, Sintia tidak menemukan apapun.
Saat ini, sebuah pesan pribadi di Twitter tiba-tiba muncul di layar komputer, [Permisi, apakah kamu benar-benar menjual obat penyesalan?]
Dia menerima pesan tersebut di akun Twitter kedua miliknya. Biasanya, ketika seseorang mengiriminya pesan pribadi di akun ini, dia akan membukanya lalu melihatnya. Dia akan memutuskan apakah akan membantu orang itu atau tidak berdasarkan seberapa besar penyesalan mereka akan sesuatu.
Tak disangka, saat membuka pesan pribadi tersebut, yang membuatnya terkejut bukanlah isinya, melainkan orang yang mengirim pesan ternyata adalah Yumi Latif?
Yumi juga memiliki akun Twitter kedua. Salah satu teman sekelasnya mencarinya dan memberitahu dia jika Yumi sudah lama mengikuti akun Yuda menggunakan akun keduanya.
Sintia merasa kurang yakin, jadi dia memeriksa akun Twitter ini, memang ada nama Yuda Sinatra dalam daftar pengikutnya.
Saat dia menelusuri unggahan Twitter Yumi Latif, dia melihat banyak cuitan yang disukai oleh Yuda. Yumi mengiriminya pesan pribadi lagi.
[Keberuntungan itu mudah: aku dengar, kamu menjual obat penyesalan. Apa kamu benar-benar memilikinya? Kamu bukan penipu di Twitter, kan?]
Sintia diam-diam melirik pada Yumi di meja sebelah dan melihat Yumi yang tengah menatap layar komputernya dengan tegang.
Sintia penasaran, 'Apa sebenarnya yang disesali oleh Yumi Latif?'
[Master penjual obat penyesalan: Apa yang kamu sesali?]
Yumi merasa bimbang selama beberapa lama, lalu mengetik sebuah balasan di keyboard lalu mengirimnya.
[Keberuntungan itu mudah: Aku menyesal sudah menikah dengan suamiku, tapi kami baru saja menikah selama setengah bulan. Kamu tahu sendiri jika Undang-undang saat ini tidak mendukung perceraian sebelum satu tahun menikah, kecuali mampu membayar denda sebesar 22 miliar, tapi…. dia impoten.]
Sintia terbelalak, 'Suami Yumi ini adalah mantan pacarku kan? Wanita ini sudah merebut pacarku, dan sekarang dia malah menyesalinya?