Saat mendengar ucapan Syty barusan, tersadarlah Akbar bahwa di dalam penginapan itu tidak ada orang sama sekali, lalu diapun juga teringat dengan kondisi diluar tadi yang malah sangat sepi, hal itupun membuat Akbar merasa ada yang tidak beres.
"Benar juga, ketimbang saat ada di pintu masuk desa, kenapa di dalam desa ini malah makin sepi orang-orangnya ya? Eh….ja…jangan bilang kalau di desa ini memang ada jam malamnya? Ta…tapi kalau begitu orang-orang yang jalan-jalan diluar tadi sedang apa?" tanya Akbar.
"Mu..mungkin ini karena wabah yang dibicarakan oleh prajurit kerajaan itu ayah."
"Eh, wabah?"
"Iya, mungkin wabahnya ada ditengah-tengah desa, karena itulah orang yang ada di dalam desa tidak ada yang berani keluar ayah, berbeda dengan orang yang tinggal di daerah pinggir seperti di pintu masuk desa tadi," tebak si Syty.
"Baiklah, kalau itu memang benar, maka kenapa pintu penginapan ini masih di buka dan bukannya dikunci? Dan malah jika niatnya untuk menghindari wabah, seharusnya penginapan ini tidak perlu dibuka sekalian agar orang yang mungkin saja terkena penyakit tidak bisa masuk
kan?" tanya Akbar.
?
"Ah…it..itu…..mungkin saja pemilik penginapan itu lupa mengunci pintu ini dan…"
"Tidak mungkin ada orang yang akan lupa mengunci pintu rumahnya disaat kondisi wabah seperti ini Syty, karena itu bisa membahayakan kesehatan mereka, tapi ya beda lagi ceritanya kalau mereka sudah mati di dalam sana karena wabah ini sehingga mereka tidak bisa menjawab panggilan kita tadi," ucap Akbar sambil menatap tajam kearah meja resepsionis.
!!!
"EHH!! SU..SUDAH MATI?!!"
"Itu masih dugaan, tapi memang lebih baik aku coba periksa dulu deh untuk jaga-jaga, jadi kamu tunggu dulu disini ya," kata Akbar sambil berjalan masuk ke bagian resepsionis.
!
Melihat ayahnya yang dengan PD nya ingin memeriksa penginapan itu mebih lanjut, Syty yang tidak mau hal buruk terjadi pada ayahnya itupun segera melarangnya.
"TUNGGU DULU AYAH!! JANGAN BERTINDAK GEGABAH BEGITU!! BAGAIMANA KALAU NANTI BENERAN ADA ORANG MATI DISANA?! NANTI AYAH BISA SAJA TERKENA WABAHNYA LHOO!"
"(Heee, dari nada bicaranya, sepertinya dia sudah punya pengalaman terkena wabah deh, apa kampungnya itu dulu pernah kena Covid juga?) Tenang Syty, ayah cuma mengecek saja kok, ayah tidak akan berbuat yang aneh-aneh kalau beneran ada mayat didalam sana."
"JANJI YA!! JANGAN BERBUAT YANG ANEH-ANEH YA!! SOALNYA AKU TIDAK MAU AYAH MENINGGAL SEBELUM AKU JADI ELF PERAWAN SEPERTI AYAH!!
"I..iya iya ayah tah ..."
...
...
PLAAAAKKK!!!
!!!
"Eh….A…AYAHHH!!"
Bagaimana Syty tidak berteriak kaget seperti itu, karena belum selesai dirinya membanggakan dirinya, si Akbar langsung menampar keras pipinya ketika mendengar sebuah kata yang luar biasa ngawur dari mulut si Syty barusan.
"A…AYAH?!...A…APA AYAH BAIK-BAIK SAJA?!" tanya Syty sambil menghampiri ayahnya yang terkapar ditanah karena kesakitan menahan tamparannya sendiri.
"(PPFTT!! HIHIHI…..JANGAN TERTAWA!! JANGAN TERTAWA BANGSAT!! I…ITU BUKANLAH HAL YANG PANTAS UNTUK DITERTAWAKAN!!, SEHARUSNYA KAU MALU KARENA JADI AYAH YANG BURUK SIALAN!! JANGAN TERTAWA!! JANG-AN TER-TA-WAAAAAA!!! AHAHAHAAHAHA)" kata Akbar yang merasa tersiksa karena berusaha sekuat mungkin untuk tidak tertawa.
"Aduhh, ayah ini apa-apaan sih?! Kenapa ayah menampar pipi ayah sendiri dengan sangat keras begitu?" tanya Syty pada Akbar kemudian.
"Ah maamaf, tadi ada nyamuk yang menyebalkan, kalau tidak ayah bunuh, ayah bisa jadi orang gila nantinya," kata Akbar yang kembali normal namun dengan memasang senyum yang sangat lebar.
"(Ayah jadi makin aneh deh, apakah dia terkena wabah penyakit desa ini?)" tanya Syty yang heran dengan sikap ayahnya itu.
BRAAKK
?!
Akbar dan Syty pun langsung melihat kearah depan ketika mendengar suara pintu masuk yang dibuka, ternyata itu adalah seorang laki-laki dan perempuan yang mengendong seorang anak kecil yang tiduran.
"Eh, siapa kalian?" tanya laki-laki itu yang kaget ketika melihat Akbar dan Syty.
"Anu, kami pengelana yang mau menginap di tempat ini" jawab Akbar.
"Ha? Ka..kalian mau menginap disini?" tanya sang perempuan.
"I..iya, a..apakah tuan dan nyonya adalah pemilik penginapan ini?" tanya Syty kemudian pada 2 orang itu.
"Ah, i..iya!! Ka..kami pemilik penginapan ini, sudah aku bilangkan ibu, seharusnya kau menjaga penginapan saja, untung mereka belum keluar dari sinikan," bisik sang lelaki itu pada sang perempuan.
"Ma..mau bagaimana lagi yah, aku pikir tidak akan ada yang akan datang lagi ke desa ini sejak wabah ini muncul, bahkan sampai menginap pula" kata sang perempuan.
"Anu, aku bisa mendengar apa yang kalian bisikan lho, dan saran bisnis yang sederhana saja, kalau mau keluar dan tidak punya pegawai lain untuk menjaga penginapan, sebaiknya kunci pintunya agar tidak kemalingan," kata Akbar yang memberikan tips profesional itu.
"Aaah, Ba..baik tuan, mohon maaf atas ketidaknyamanannya karena kami membuat tuan menunggu lama."
"Baiklah, kalau begitu kembali ke bisnis, apakah masih ada kamar yang tersisa atau tidak?"
"Ah!! Te…tentu saja tuan, ma…maaf kalau tuan sampai menunggu lama, sa..saya akan mencarikan kunci kamar untuk kalian, bu, tolong bawa Lillian ke kamarnya ya," kata sang lelaki itu yang memberikan anaknya itu kepada istrinya dan langsung saja pergi menuju ruangan resepsionisnya.
Saat sang istri itu membawa anaknya masuk kedalam rumah, Akbar sempat melirik kearah anaknya itu, dan dia hanya merasa heran karena di leher anak itu terdapat sebuah tanda hitam yang amat pekat.
"(Woi, itu bekas terbakar atau bekas cat hitam? Kok pekat begitu?)" tanya Akbar yang penasaran dengan tanda hitam di leher anak kecil tadi itu.
"Ini dia kunci kamar anda tuan, kamar untuk 2 orang, 1 malam ditarif 4 perak Gitch, apakah ada hal lain yang bisa saya bantu?" tanya lelaki itu sambil memberikan kunci kepada Akbar.
"Ah, maaf jika saya lancang bicara seperti ini, tapi apa anak anda itu sedang sakit atau sejenisnya? Karena sepertinya anak normal tidak punya sebuah tanda hitam sebesar itu dilehernya deh" tanya Akbar kemudian.
?
"Eh, apa anda tidak tahu masalah wabah penyakit di desa ini?"
"Aku cuma dengan beritanya, tapi aku belum tahu apa tepatnya wabah itu."
"Jika kalian sudah tahu masalah wabah ini, kenapa kalian tetap datang kemari? Dan jujur tuan, ada orang yang mau masuk dan menginap di penginapan desa seperti tuan ini saja sudah aneh lho."
"Yaaaa, ada sebuah alasan khusus yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata untuk hal itu, …ah lupakan apa yang aku katakan tadi, jadi apakah luka hitam yang ada dileher anakmu itu adalah tanda wabahnya?"
"Benar tuan, orang desa disini menyebutnya "kulit hitam"."
…
…
"(Oh ya? Wow, terimah kasih untuk penjelasannya, sama sekali tidak berguna lho, dilihat darimanapun juga orang pasti akan berpikir itu memang kulit hitamkan? Bisa tidak sih kalian kasih nama yang lebih keren begitu? Misal tato kematian atau apalah itu)" kata Akbar yang kecewa dengan sebutan dengan nama penyakit itu.
"A…apa yang terjadi pada orang yang terkena wabah itu tuan? A..apa mereka akan kena dengan dan batuk-batuk seperti kena flu burung?" tanya Syty kemudian yang penasaran dengan apa yang terjadi dengan orang yang mengidap penyakit itu.
"(Oh, jadi wabah yang pernah menerjang desanya itu flu burung ya)"
"Tidak, tapi malah lebih baik jika seperti itu," kata lelaki itu yang telah menemukan kunci kamar yang akan digunakan oleh Akbar dan Syty.
?
"Ha? Apa maksudnya itu?" tanya Akbar tidak mengerti.
"Siapapun yang terkena wabah kulit hitam ini, dia akan tidak bisa bergerak dan tidak mau makan dan minum."
!!!
Akbar dan Syty kaget ketika mendengar pengaruh dari wabah itu, karena ini adalah pertama kalinya bagi mereka mendengar sebuah dampak yang benar-benar menakutkan dari suatu penyakit.
"Apa? Tidak bisa bergerak dan makan? Memangnya apa sebab penyakit yang tidak jelas seperti itu bisa muncul? Apakah karena gigitan hewan legendaris atau sejenisnya?" tanya Akbar yang berspekulasi.
"Tidak tuan, sampai sekarang tidak ada yang tahu apa penyebab penyakit itu muncul, tapi yang pasti siapapun yang terkena penyakit itu, maka akan ada tanda hitam pekat di leher sang korban seperti anak saya."
"Hiii, jika dampaknya seperti itu, wabah itu bukan penyakit lagi namanya, tapi itu adalah kutukan," kata Syty yang merasa ketakutan.
"Ya tentu saja semua orang berpikir begitu nak, karena hampir semua dokter disini tidak ada yang tahu apa sebab dari penyakit ini muncul. Malah mereka juga tidak tahu bagaimana penyakit ini menyebar karena kesannya hanya menyerang orang tertentu saja."
"Menyerang orang tertentu saj ... Oooh, aku paham, karena putrimu terkena penyakit itu, seharusnya anda dan istri anda juga bisa terkena penyakit yang sama itu, tapi diluar dugaan kalian ternyata malah sehat-sehat saja, seperti itukan?"
"Benar sekali, kami sudah berusaha mencari tahu apa sebabnya dengan mencari tahu hal yang tidak kami lakukan tapi malah dilakukan oleh putri kami itu."
"Dan hasilnya?"
"Buntu tuan."
...
...
"(Hmmm, sebabnya masih belum diketahui rupanya, dan soal penyakit ini sendiri, aku masih bisa terima efeknya kalau tidak bisa bergerak, tapi kalau sampai tidak bisa makan dan minum, bukannya itu anehnya kelewatan? Mana ada efek samping penyakit yang sedetail itu woi? Jadi sepertinya memang ada kemungkinan kalau wabah yang ada di desa ini memang sebuah kutukan seperti ucapan Syty ya?) Permisi tuan…"
"Tuan Grail, lalu namamu tuan pengelana?" kata sang pemilik itu yang sempat memperkenalkan dirinya dengan cara yang tidak formal sambil melemparkan sebuah kunci kamar kepada Akbar.
"(Ah benar juga, aku lupa memperkenalkan diri) Akbar, dan maaf jika aku bertanya lagi tuan Grail, tapi sudah berapa lama putrimu itu terkena penyakit ini?"
"Ini sudah hari ke 4, memangnya kenapa tuan Akbar?"
HARI KE 4 (?)