"Jangan!" ucapku berteriak dengan penuh rasa takut.
"Hei, bangun. Sadar!" ucap Hans menepuk-nepuk pipiku.
Ternyata aku bermimpi.
Aku bangun dengan raut wajah ketakutan dan peluh di tubuhku. Ada banyak rasa ketakutan yang ada pada diriku saat itu. Ada beberapa pertanyaan, yang utama adalah mimpi itu akan menjadi kenyataan atau hanya bunga tidur?
"Kenapa?" tanya Hans bingung.
Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku kepada Hans sebagai jawaban bahwa tidak terjadi apa-apa kepadaku. Aku tidak menceritakan mimpi buruk itu kepada Hans. Aku sedang tidak ingin menceritakan hal ini kepada siapapun. Sejak malam itu, tidurku selalu dihantui. Aku takut kehilangan anak itu, tanpa ia terlahir ke dunia ini.
Sesekali terbesit dalam pikiranku, Hans saat ini sudah berubah menjadi manusia yang lebih kasar, aku tidak tahu apakah hal ini ia lakukan hanya kepadaku atau kepada semua orang yang ia temui. Aku takut, suatu saat ia akan berbuat kasar kepadaku yang membuat janin di kandunganku hilang.
Pagi harinya, Hans tidak bangun juga. Sementara aku sudah bosan berada di dalam kamar itu. Akhirnya aku memilih untuk keluar dari kamar hotel aku berjalan melewati beberapa lorong kamar hotel itu. Kamar hotelku letaknya berada di sudut ruangan. Aku tidak tahu bahwa lantai kamar hotel yang saat ini aku dan Hans tempati adalah lantai VIP.
Sangat sepi, sedikit kemungkinan yang memilih kamar di lantai VIP ini. Aku tersu berjalan, saat hendak masuk ke dalam lift, tidak sengaja aku melakukan seorang laki-laki dan perempuan sedang bersama dan melakukan hubungan tanpa menutup pintu kamar hotel. Aku tidak sengaja melihat perempuan itu terlihat sangat pasrah, aku tidak tega melihatnya, melihat kejadian itu hanya membuat aku merasa kasihan terhadap diriku sendiri.
Bodohnya kenapa mereka tidak menutup pintu kamar mereka sebelum melakukan hal itu. Aku tidak tahu mereka pasangan suami istri atau bukan. Yang jelas, aku ingin segera keluar lift dan bisa berjalan di halaman hotel yang tampak sangat hijau.
Hotel ini memiliki latar yang sangat bagus dan sayang sekali jika dilewatkan begitu saja. Letak hotel yang berada di tepi pantai membuat angin yang berhembus dapat dirasakan, selain dari itu mata kita akan dimanjakan dengan pemandangan rumput sintetis dan pantai yang membiru terhampar sejauh mata memandang.
Melupakan kejadian yang baru saja aku lihat di koridor lantai VIP, aku menyenderkan punggungku pada sebuah kursi yang menghadap langsung ke pantai. Aku melihat banyak orang yang menikmati pantai. Merasa sangat damai, seperti orang yang tidak punya beban hidup.
"Permisi?" ucap seorang perempuan yang saat itu datang dan duduk di dekatku.
Aku melihat dirinya dari atas rambut hingga ujung kaki. Sepertinya ia adalah pengujung di hotel ini. Rambutnya yang berwarna coklat keemasan dengan kulit sawo matang, sepertinya ia pengunjung dari luar kota juga.
Ada banyak beberapa percakapan yang terjadi di antara kami. mungkin hanya basa-basi saja, tapi terlihat dia sangat baik. Ramah dan murah senyum. Aku menikmati percakapan yang terjadi diantara kami. dari situ aku tahu, bahwa dia hanyalah seorang ibu tiri yang sedang menemani anak dari suaminya untuk berlibur di beberapa wisata di kota ini dan memilih hotel ini untuk tempat menginap.
Dari situ timbul pertanyaan kepadaku, apakah nanti Deyna akan memperlakukan anakku sebaik perempuan ini memperlakukan anak sambungnya?
"Mama," panggil seorang anak kecil dari bibir pantai kepada perempuan di dekatku.
Aku menoleh kepada anak kecil itu, terlihat raut wajahnya yang sangat bahagia menikmati pasir pantai, dan terlihat senyuman tersungging dari bibir perempuan di dekatku itu. Mereka terlihat sangat dekat.
"Dia anak suamiku, tapi aku sangat menyayanginya," ucap perempuan itu seraya tersenyum memandangi anak suaminya yang sedang bermain.
Seorang ibu sambung sangat menyayangi anak dari suaminya. Aku berharap Deyna bisa menyayangi anakku nantinya seperti anaknya sendiri. Sebenarnya terdapat rasa takut, Deyna akan memperlakukan anakku dengan kasar dan tidak ada kasih sayang darinya. Aku takut.
"Awalnya aku harus beradaptasi dengan keadaanku bersama dengan suamiku saat ini, kami yang menikah dan dia membawa seorang anak, ketika aku bisa menerima suamiku maka, akau harus bisa menerima anaknya, dia kekurangan kasih sayang seorang ibu, aku merasa iba. Sejak saat itu, aku berusaha untuk menyayanginya seperti anakku sendiri," jawab perempuan itu ketika aku bertanya alasannya bisa menerima anak dari suaminya itu.
Anak itu sangat beruntung bisa mendapatkan ketulusan cinta dari ibu sambungnya. Lebih beruntung lagi suaminya yang bisa mendapatkan perempuan sebaik dirinya. Menerima kekurangan dan kelebihannya.
"Kiara?" panggil seseorang dari belakangku, suaranya tidak asing lagi.
Aku menoleh dan ternyata itu adalah Hans. Ia menghampiri diriku, perempuan yang ada di dekatku mengira bahwa aku dan Hans adalah sepasang suami istri baru yang sedang honeymoon di hotel itu.
"Kalian terlihat serasi sekali, kalau baru pertama menikah memang auranya beda ya," celetuknya membuat aku dan Hans saling menatap satu sama lain.
Ada rasa ingin menolak ucapan perempuan itu. Walaupun aku berharap apa yang di katakan oleh perempuan itu adalah kenyataan saat ini, tapi tidak. Hans juga tidak menolak mendengar ucapan perempuan itu.
"Saya permisi dulu," ucap perempuan itu meninggalkan kami berdua.
Aku duduk dan Hans duduk di dekatku. Tidak tahu apa yang akan ia lakukan saat ini. Aku hanya terdiam menunggu ia memulai pembicaraan dan mengatakan sesuatu. Raut wajah bangun tidurnya terlihat jelas, itu artinya selepas bangun tidur ia mencari diriku.
Beberapa menit dia sudah bersama denganku tidak ada percakapan yang terjadi antara aku dan Hans. Ia hanya menselonjorkan kakinya dan menutup matanya. Setidaknya ia sedang menikmati istirahatnya. Aku tidak ingin membangunkan singa yang sedang tertidur pulas.
Aku beranjak dari temat dudukku dan hendak berjalan ke pinggir pantai. Tapi suara Hans mneghentikan langkahku. Padahal, aku sedang tidak ingin bersama dengannya.
"Mau kemana?" tanya Hans.
AKu berhenti dan kembali duduk lagi.
Mata Hans terpejam, tapi mulutnya mulai berbicara. Herannya, ia terlihat sangat santai sekali, ia memilih membicarakan kisahku dengannya di masa lalu, ketika kami masih berpacaran. Awalnya aku risih. Tapi, aku malah menikmatinya, memang ada banyak kisah indah yang tidak bisa dijelaskan satu persatu. Aku hanya mendnegar dirinya seraya tersenyum untuk beberapa cerita yang aku nilai lucu.
Saat seperti ini adalah saat yang aku inginkan, tidak perlu melakukan kekerasan kepadaku, dan tidak ada keterpaksaan yang terjadi, hanya sekedar saling bercerita. Aku berasumsi bahwa Hans sedang memiliki kepribadian ganda. Terkadang ia baik terkadang juga sangat arogan.
"Hahaha," suara tawa terdengar ketika ia menceritakan kekonyolan yang sempat kami lakukan dulu.
Ternyata seindah itu.
Ia menceritakan semua yang kami lewati bersama, yang aku tahu juga seperti apa cerita sebenarnya, tapi saat ini aku hanya ingin menjadi pendengar. Merasa terpancing ingin menceritakan kekonyolannya juga, akhirnya aku menceritakan semua kejadian lucu tentang Hans dulu. Terjadi percakapan panjang antara aku dan Hans hari itu.
"Tolong!" tiba-tiba suara itu terdengar, entah dari mana asalnya.