Chereads / (Bukan) Petualangan Cinta / Chapter 4 - Nasib Sial

Chapter 4 - Nasib Sial

Cinta terdiam beberapa saat. Dia sangat terkejut, tidak menyangka, bahwa pria yang akan dijodohkan dengannya adalah…"Kak Satria?" Ya, itu adalah kakak kelasnya yang super rese. Dia masih ingat kejadian menjengkelkan waktu disekolah, hal itu membuatnya sedikit membenci Satria.

Satria juga terdiam tak percaya. "Kamu!?" Mereka sama-sama menunjukan ketidaksukaan mereka. 'Aduh, kenapa harus perempuan satu ini sih? Dari sekian banyaknya penghuni bumi, kenapa harus dia! Sial!' gumam Satria kecil. Dia menatap Cinta dengan arogan, mendelikkan matanya, lalu berekspresi seperti mengatakan, 'Kenapa harus kamu sih? Mending juga nikah sama kebo!'

Sama halnya dengan Cinta, dia juga melayangkan tatapan seperti mengatakan, 'Ah parah. Kamu pikir aku mau sama kamu hah? Dasar kakak kelas rese! Segini banyaknya warga bumi, kenapa harus kamu!'

Mereka saling tatap-tatapan. Hal itu membuat Satria tersandung kaki kursi saat akan duduk. Dia hampir terjatuh, tangannya menyenggol minuman yang ada di meja. "Ah, ya ampun maaf. Aku gak sengaja, maaf!" Dengan panik dia membawa gelas itu. "Ini, harus dibawa kemana?"

Ibu cinta yang melihat hal itu sontak tertawa. Dia melihat bahwa Satria adalah seorang pria yang bertanggung jawab atas perbuatannya. "Sudah tidak apa-apa. Biar Tante yang bereskan. Kamu duduk saja."

Namun, Satria bersikeras. "Gak apa-apa Tante, aku yang jatuhkan. Jadi, aku yang harus membereskan. Dimana dapurnya Tante? Aku juga mau bawa kain lap untuk membersihkan meja," ucapnya, terkesan formal karena dia agak kaku.

Sesaat, sang ibu melayangkan tatapan menggoda pada Cinta. Seakan dia berkata, 'Tuh lihat, pilihan Ibu dan Ayah gak akan salah! Dia cowok yang baik kan?'

'Duh, mampus. Gimana cara nolaknya, padahal aku udah punya Shaka. Aku harus bilang apa ke Shaka? Belum tentu dia mau paham sama keadaan ini.' gumamnya.

Satria membawa sebuah kain lap dari dapur. Dia mengusap meja kaca itu dengan perlahan, sambil menatap Cinta. 'Semua ini salah kamu! Kamu sengaja bikin aku malu?'

Cinta menatap malas ke arah Satria. 'Dih, salah siapa. Suruh siapa gak lihat-lihat jalan, kan punya mata!' dia lalu duduk di dekat Ayahnya.

Ibu Cinta yang melihat anaknya sedang bertatap-tatapan memiliki pemikiran sendiri. Dia mengira bahwa Cinta dan Satria sudah saling menyukai, padahal, dua anak itu sedang berdebat hebat dalam diam, hanya saling menampilkan ekspresi wajah.

Sang ibu kembali ke dapur, dia mengambil beberapa tambahan makanan untuk dihidangkan pada tamu. Ada banyak aneka makanan, seperti kue kering, wafer, dan banyak lainnya.

Satria mengambil satu wafer. Dia memainkan ponselnya, mengetik pesan kepada temannya tentang kejadian hari itu. Dia mengirim pesan di grupnya bersama Andre dan Zaky.

"Hei, gua mau dijodohin sama cewek rese itu! Lu tau?" ~ Satria.

"Hah, siapa? Cantik gak ceweknya bro? Bagi fotonya donk."~Andre.

"Dih, bodoh! Bukan masalah cantik apa enggak. Gua gak suka sama cewek rese kaya dia. Kalau soal muka, lumayan kok." ~Satria.

"Wih, udah bro, terima aja. Cinta kan bisa ngikut belakangan eaa. Lagian dia cantikan? Pasti lu bakal luluh juga lah lama-lama." ~Zaky.

"Dahlah. Gak guna emang curhat sama manusia macam kalian. Pada cetek semua pikirannya. Nih ya, walaupun dia cantik, percuma kalau gak bisa bikin gua nyaman. Paham lu pada?!" ~Satria.

"Halah, sok sokan idealis lu bro!"~Andre. Dia menjawab asal, walaupun tidak tahu apa itu 'idealis'.

"Idealis? Lu ngemeng apaan? Mau gua tumbuk? Kalo bodoh gak usah bikin malu lah bro." ~Satria.

"Hehehe. Si Andre kan emang gitu, sok pinter padahal isinya tong kosong garing bunyinya." ~Zaky.

"Nyaring bodo! Bukan garing. Lu typo?"~Satria.

Pembicaraan mereka berlanjut ke topik lain, dengan tiba-tiba Andre menawarkan sesuatu.

"Dih, bro, gua gantiin lu aja deh. Gimana? Lumayan dapet eneng cantik!" ~Andre. Wajahnya berseri-seri nakal, dia sedang membayangkan dirinya bersanding dengan perempuan cantik, yang wajahnya masih tertutup oleh tanda 'x'.

"Dih, ogah amat. Ngeri banget kalau jadi sama lu. Pasti lu lagi ngebayangin hal yang enggak-enggak kan?! Hih gila!" ~ Satria.

Temannya itu tertawa terbahak-bahak. "Gak usah hiperbola lah bro. Yok tukeran jiwa, hehe!" Andre.

Satria yang kesal, memilih tidak meneruskan percakapan itu. Dia mematikan ponselnya, mendengarkan dengan bosan pembicaraan basa basi antar orang tua.

Dia melihat ke arah ponsel, ada banyak spam chat dari temannya.

"Woi bro. Lu anggurin gua?"~Andre.

"Bro! Jahat lu!" ~Zaky.

"Udahlah, hubungan kita sampai sini aja. Kamu terlalu baik buat aku!" ~Andre.

Satria tertawa melihat hal itu. 'Apaan sih, punya temen kok random amat.'

"Kita putus. Kamu terlalu baik buaya betina kaya aku." ~ Andre.

Satria membalas, "Tapi lu tuh cowok bahlul, bukan betina! Pasti pelajaran ipanya pas SD nol besar nih. Duh, bego banget anda." ejeknya. Dia cengengesan sendiri.

"Ahhh." Satria membawa pesan balasan itu bernada. "Kamu! Baik banget sih sayang!" ~Zaky.

"Skip. Cowok bahlul. Aku jadi jijik woe! Beneran gak tipu-tipu!" Dia mematikan ponselnya lagi, sambil bergidik ngeri.

Pembicaraan para orang tua itu merembet kemana-mana. Mulai dari sekolah Cinta dan Satria, hingga pembicaraan mengenai primata yang mulai punah.

"Eh, iya benar. Saya lihat di berita, kalau orang utan di Sumatra susah mulai punah loh," ucap Ibu Cinta.

"Nah iya, benar. Haduh, kasian ya!" tanggap yang lainnya.

Hal itu membuat Satria tertawa lagi. Dia mengirimkan foto orang utan ke grupnya.

"Nih bro! Muka lu berdua mirip ini. Sama-sama ganteng." ~Satria. Dia tidak melihat lagi pesan balasan.

Hingga akhirnya, sebuah pertanyaan dilontarkan pada Satria dan Cinta.

"Bagaimana keputusan kalian? Apa kalian bersedia?" tanya ayah dari Satria.

Cinta dan Satria sama-sama bingung dalam menjawab. Mereka terdiam sejenak, sedangkan para orang tua sedang menunggu tidak sabar.

'Duh, mampus, aku harus jawab apaan?' gumam Cinta.

Satria juga sibuk berperang dengan isi pikirannya sendiri. "Aku harus terima perjodohan ini? Atau selamanya tersiksa sama 'hal' itu? Tapi, dijodohin sama dia juga sama tersiksanya. Duh, nasib sial!'

Karena lama tidak mendapatkan jawaban, wanita itu ikut berbicara. "Tidak apa-apa kalau belum siap sekarang. Tapi, kita butuh kepastian dari kalian berdua, supaya arahnya jelas. Gimana Nak?" Dia menoleh pada Cinta.

"Aku…"

Detak jantungnya tak berhenti berdetak lebih keras. Keringat membasahi pelipisnya. Dia bingung mau menjawab apa. Dia juga tidak tahu bagaimana cara mengatakan hal ini pada Shaka. Andai aja Shaka disini, dia bisa menolak mereka dengan mudah. Namun situasi saat ini, membuat Cinta terdesak. Dia dipaksa mengatakan 'ya' meski hati dan pikirannya tidak mau. Cinta benar-benar tidak memiliki hak suara saat itu.

Sama dengan Satria. Kini dia juga bingung saat dilontarkan pertanyaan yang sama.

"Satria? Kalau kamu bagaimana Nak?" tanya ibunya.

Satria bingung, ia harus bergulat dengan pikiran dan kenyataan dalam hidupnya di saat yang bersamaan. Ia tidak menyukai Cinta, tapi ia juga tidak bisa terus hidup dalam kesialan.

"Aku terserah kalian saja," sahut Satria akhirnya.

Semua orang merasa lega dengan jawaban dari Satria, dan kini tinggal Cinta yang belum memberikan jawaban.

"Kau bagaimana, Nak? Keluarga mereka juga sudah berjasa menyelamatkanmu, dulu," ucap sang ibu yang kembali menggoyahkan keyakinan Cinta untuk menolak.

Gadis itu menatap sebentar ke arah Satria, lalu kembali menatap ke ayah dan ibunya.

"Baiklah, aku terima tapi dengan satu syarat," ucap Cinta tegas.

"Syarat? Syarat apa?" tanya kedua orang tua Satria bersamaan.