"Aku…"
Cinta menelan ludahnya dengan susah payah. Salivanya seperti tersangkut di tenggorokan. Dia melihat wajah semua orang satu-persatu, mereka nampak antusias menunggu jawaban darinya.
"Aku…akan terima perjodohan ini…"
Semua orang tersenyum lega. Namun, Cinta belum selesai bicara. Dia kemudian mengeraskan suaranya, agar semua orang di sana jangan senang dulu. "Aku akan terima perjodohan ini, tapi dengan satu syarat," ucapnya kemudian.
Orang-orang akhirnya kembali hening. Mereka semua memerhatikan Cinta.
"Aku akan membatalkan perjodohan ini, kalau Satria melakukan kesalahan yang gak bisa aku maafkan!"
Lagi-lagi semua orang terdiam. Mereka mengira-ngira maksud dari perkataan Cinta. Seperti, 'Kesalahan apa yang gadis itu maksud?'
Alya berdehem. Semua orang kembali riuh. "Kalau itu, kamu tidak usah khawatir. Satria adalah anak yang baik. Dia pasti bisa menjaga kamu, dan perjodohan ini. Kamu tenang saja, Nak."
Cinta mengalihkan pandangannya pada Satria. Dia tidak menyangka, kakak kelasnya yang menyebalkan ini, adalah anak yang baik? Jangan bercanda!
'Wah, ternyata dia anak yang suka menipu orang tua. Padahal di sekolah seperti preman, bisa-bisanya dicap baik. Menyebalkan!' omel Cinta dalam hati.
Sedangkan Satria, dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Perasaannya ada di tengah-tengah, antara bahagia dan gundah. Dia senang, karena akan terbebas dari hal 'itu'. Namun, dia gundah karena perjodohannya dengan gadis rese seperti Cinta. Satria tidak yakin mereka akan akur dalam waktu dekat. Sebelumnya, dia bahkan sama sekali tidak pernah membayangkan, akan dijodohkan dengan gadis seperti Cinta. Satria adalah tipe anak nakal yang gaul. Tentu tipenya bukanlah yang seperti Cinta, angan-angannya tentang gadis yang dia dambakan, sangat jauh berbeda dari sosok Cinta. Dia menyukai gadis yang memiliki fashion yang sama dengannya, hobi yang sama, dan anak gaul juga. Bukan seperti Cinta yang terlihat…cupu.
Ibu Cinta menepis semua hawa berat yang menyelimuti ruangan itu. Dia menawarkan semua orang untuk makan siang. "Ah, sudah. Jangan terlalu kaku, ayo makan dulu. Aku sudah menyiapkan makan siang di dapur, aku akan membawanya kesini," ucapnya. Dia melambai pada Cinta, menyuruhnya untuk membantu membawakan makanan dari dapur.
Belum habis rasa khawatirnya di hati Cinta, kini dia dipaksa terlihat baik-baik saja. Dipaksa menikmati perjodohan hari itu. 'Aduh, aku masih begini malah disuruh-suruh!' kesalnya.
Saat makanan dihidangkan, semua orang memakannya. Mereka sibuk bercakap-cakap, kecuali Cinta dan Satria yang nampak tidak berselera.
Cinta pergi undur diri untuk masuk ke dalam kamarnya. Dia hanya makan sedikit, lauk tanpa nasi.
"Maaf, aku mau ke kamar dulu. Ada urusan sebentar," ucap Cinta.
"Iya, kalau ada apa-apa, kamu bilang ya," pesan ibunya. Seakan-akan perjodohan hari itu bukanlah apa-apa.
Cinta masuk ke dalam kamarnya, dia mengambil ponselnya yang sedang mengisi daya. Dia lalu mengetikan sebuah pesan singkat pada Shaka.
"Ka, kamu ada waktu nanti sore?" ~Cinta.
Shaka yang waktu itu sedang belajar, tiba-tiba mendapatkan notifikasi pesan. Shaka ingin mengabaikannya, namun nama yang tertera adalah…
"Cinta?"
Dia lalu mengetikan pesan balasan.
"Ada kok, emangnya kenapa?" ~Shaka.
"Aku mau ngomong sama kamu. Ini penting banget Ka." ~Cinta.
"Kamu gak niat buat ngajak aku kencan kan?" ~Shaka. Dia cengengesan sendiri, bisa-bisanya Cinta malah berinisiatif duluan.
Melihat pesan itu, perasaan Cinta semakin tidak karuan. "Kalau begini, gimana cara ngomongnya coba. Pusing banget!"
"Udah, pokoknya kamu sediain waktu aja nanti sore. Aku mau ke taman, gimana?" ~Cinta.
"Oke, aku jemput ya!" ~Shaka.
"Gak usah. Kita janjian aja jam 4 sore." ~Cinta.
"Oh oke." ~Shaka.
"Gak biasanya dia gini. Ada masalah apa ya? Tiba-tiba perasaan aku jadi gak enak. Kaya ada sesuatu yang bakal terjadi nanti," pikir Shaka. Dia kembali melihat ke arah ponselnya, namun sama sekali tidak ada pesan balasan dari Cinta.
"Apa aku tanya Dinda? Dia sibuk gak ya?"
Shaka lalu memutuskan untuk menelepon Dinda. Namun, panggilannya ditolak.
"Jangan telepon woe. Lagi ada acara keluarga." ~Dinda.
"Lah, gimana sih. Kayaknya semua orang lagi sibuk sendiri hari ini," ujar Shaka.
Cinta ingin tidur sejenak sebelum bertemu dengan Shaka. Dia harus mempersiapkan segala jawaban, yang akan ditanyakan oleh Shaka.
Niatnya itu batal, ketika ibunya memanggil Cinta. "Nak, kemari sebentar. Satria akan pulang!"
"Duh! Pasti disuruh basa-basi, salaman."
Dengan langkah gontai Cinta berjalan menuju ruang tamu.
"Nak, Tante mau pulang. Kalau kamu mau main ke rumah Tante, silahkan saja ya. Nanti Tante suruh Satria diam dirumah," ucapnya bersemangat.
Mereka lalu bersalaman. Cinta menjawab malas tidak tertarik, "Hehe. Iya Tante, nanti kapan-kapan Cinta main ke sana." Dia menjawab hanya sebagai formalitas saja.
Saat semua orang sudah pulang, Cinta kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia memasang alarm jam 4, lalu tidur dengan pikiran penuh, isi kepalanya sedang bertengkar hebat saat ini.
***
Udara sore kota Jakarta nampak sejuk, kendaraan yang berlalu lalang lebih sedikit daripada saat siang hari. Polusinya juga tidak sebanyak saat siang, terlebih kepadatan jalan raya sedikit meregang.
Taman yang menjadi tujuan Shaka dan Cinta, adalah sebuah taman indah yang lumayan asri. Ada beberapa disediakan kursi besi yang bercat putih, lalu di bawahnya dipenuhi oleh rerumputan. Ada juga beberapa tanaman, seperti bunga, dan beberapa plang kayu, yang bertuliskan 'Selamat Datang'. Tempat itu lumayan ramai juga, dominan diisi oleh pasangan, sebagainnya ada anak kecil juga.
Shaka melirik ke arah jam tangannya. Dia sedang menunggu kedatangan Cinta, dengan berdiri di pintu masuk taman.
Dari kejauhan, dia melihat Cinta sedang berjalan, jarak taman dari rumahnya memang tidak terlalu jauh. Gadis itu memakai gaun putih cantik sebatas lutut, membawa tas kecil juga berwarna pink peach.
Hari Shaka tidak bisa berhenti berdetak keras. Dia berpikir bahwa hari ini, akan menjadi kencan yang sangat romantis.
"Kamu telat," kata Shaka. Dia memegang tangan kanan Cinta, mereka masuk ke dalam bergandengan tangan.
"Iya, aku telat. Tapi baru kali ini…mungkin," jawabnya.
Mereka memilih duduk di kursi pojok, tempat yang agak sepi.
"Jadi, kamu mau bilang apa?" tanya Shaka penasaran.
"Itu…sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu dulu. Seharusnya aku memang ngasih tau ini sejak awal. Maaf," ucapnya sendu. Wajah Cinta menunduk begitu dalam. Dia tidak sanggup mengatakannya.
Shaka yang semula tersenyum manis berseri-seri, mendadak serius. Dia tahu ini bukan hal baik. "Ada apa? Bilang aja dulu. Biar jelas."
"Shaka, kamu gak akan marah kan?" tanya Cinta khawatir.
"Kenapa aku harus marah? Cinta, jangan terlalu bertele-tele. Bilang saja intinya," desak Shaka tidak sabaran.
Cinta akhirnya dengan berani menatap wajah Shaka. Dia melihat ke dalam mata kekasihnya dengan tatapan serius.
Lalu, dia berkata..."Aku…dijodohkan…"
"Hah?!" pekik Shaka terkejut.