Chereads / (Bukan) Petualangan Cinta / Chapter 6 - Pengakuan

Chapter 6 - Pengakuan

"Maafin aku, Ka. Mungkin ini memang keputusan yang berat untuk aku dan kamu. Tapi, aku juga tidak bisa menolak perjodohan ini karena keluarga dia pernah berjasa menolongku," jawab Cinta dengan nada lemas. Gadis itu masih menunduk tanpa mau membalas tatapan mata Shaka.

Sekilas, Shaka tampak kecewa dengan keputusan Cinta yang lebih memilih untuk menerima perjodohan itu. Akan tetapi ia juga tidak bisa memaksakan kehendak karena sejatinya ia hanya seorang kekasih, dan tidak berhak untuk menuntut kehidupan Cinta.

"Memangnya apa yang sudah keluarga mereka lakukan sama kamu sampai kamu gak bisa nolak?" tanya Shaka penasaran. Barangkali ia masih bisa membebaskan Cinta dari pertunangan ini jika masalahnya bisa diselesaikan dengan cara lain.

Tiba-tiba saja, flashback kejadian dua bulan yang lalu pun kembali terekam dalam ingatan Cinta. Dimana ia tidak sengaja melihat Satria hampir saja tertabrak oleh sebuah mobil dan Cinta segera berlari guna menolong Satria. Namun nahasnya, justru Cinta yang terserempet oleh mobil tersebut hingga menyebabkan dirinya jatuh pingsan dengan beberapa luka yang membekas pada bagian tubuhnya.

Setelah dua bulan berlalu, keluarga Satria kembali datang dan secara tiba-tiba melamar dirinya untuk menjadi istri dari Satria.

"Keluarga Satria membantuku membawa ke rumah sakit. Mereka merasa berhutang Budi padaku karena telah menyelamatkan nyawa putra mereka. Dan karena sebuah ramalan, membawaku masuk ke dalam lingkar kehidupan pemuda itu untuk menjadi pelindungnya," ujar Cinta menjelaskan. "Aku tidak bisa menolak karena mereka sudah terlalu baik kepada keluargaku," imbuh gadis itu lagi.

Shaka pun terdiam, ia tidak habis pikir dengan keputusan Cinta yang mau dipaksa untuk menerima perjodohan itu.

"Jadi, karena itu kami mau dipaksa nikah sama dia?" tanya Shaka memastikan.

Cinta menggeleng pelan, ia tidak merasa dipaksa, ini adalah keputusannya sendiri. Di samping karena ia merasa berhutang budi kepada keluarga Satria, ia juga berniat untuk membantu pemuda itu lepas dari nasib sial yang selama ini mengikutinya.

"Tidak ada yang memaksaku untuk melakukan semuanya, Ka. Ini memang murni kemauanku sendiri," sahut Cinta. Gadis itu berusaha meraih tangan sang kekasih yang sudah terlanjur kecewa.

"Maaf karena keputusanku salah. Tapi ...,"

"Tapi apa?" tanya Shaka ingin tahu.

"Aku sudah memberikan satu syarat kepada mereka," ucap Cinta menegaskan.

"Syarat? Syarat apa?" tanya Shaka sekali lagi.

"Aku meminta pertunangan ini dibatalkan jika pemuda itu melakukan hal yang tidak aku suka," jawab Cinta.

Sejenak, Shaka terdiam mendengar ucapan kekasihnya. Pemuda itu mencoba untuk memahami semuanya. "Tapi apa kau yakin jika ini akan berhasil menggagalkan rencana pernikahan itu?" tanya Shaka sedikit ragu.

Bahwasannya, sebuah hubungan akan terjalin semakin erat seiring dengan berjalannya waktu. Tidak sedikit pula orang yang mengatakan tidak mencintai tapi akhirnya berakhir dengan memilih hidup bersama selamanya. Hal itu yang membuat Shaka menjadi merasa ragu akan keputusan Cinta.

Cinta mengangguk cepat, ia yakin dengan apa yang ia lakukan. "Ka, kamu doakan saja bahwa cintaku tidak akan pernah berubah kepadamu. Walau aku menerima perjodohan itu tapi kau tahu cintaku cuma buat kamu," jawab gadis itu meyakinkan.

Ucapan Cinta sedikit membuat hati Shaka berdebar gembira. Ia tahu jika kekasihnya ini sudah memikirkan matang-matang tentang semuanya. Oleh sebab itu, Shaka tidak perlu merasa khawatir akan keputusan yang dibuat oleh Cinta.

***

Keesokan harinya, Cinta sudah berada di depan pintu gerbang sekolah bersama dengan Shaka. Keduanya tetap berangkat bersama walau kini tahu jika Cinta akan bertunangan dengan pemuda lain.

Dari kejauhan, Cinta melihat sosok Satria telah berdiri di tengah lapangan basket, pemuda tersebut dengan gagahnya memainkan bola berukuran besar itu di tangannya. Meliuk-liuk lincah, melakukan dribel, passing, lalu memasukkan bola ke dalam ring.

Sorak tepuk tangan terdengar riuh dari pinggir lapangan. Siapa lagi kalau bukan gadis-gadis alay yang selalu memuja pemuda itu sampai mereka terlihat gila.

Shaka dan Cinta berjalan beriringan menuju kelas, dan di saat yang sama, tatapan mata Satria jatuh pada gadis berambut panjang itu. Dengan tatapan berang, Satria membuang bola basket yang sejak tadi berada di tangannya ke sembarang tempat. Lali pemuda itu berjalan menghampiri Shaka dan Cinta yang baru saja melewati lapangan basket.

"Sini," ucap Satria lalu menarik tangan Cinta agar mau ikut dengan dirinya.

Mendapati hal itu membuat Shaka kesal. Ia tidak suka jika ada seorang pemuda yang bersikap kasar kepada kekasihnya.

"Hei, lepasin tangan loe!" bentak Shaka karena tidak terima tangan kekasihnya ditarik paksa oleh Satria. Pemuda itu kemudian berusaha meraih tangan Cinta yang masih ditarik paksa oleh Satria.

"Kenapa, loe nggak suka?" tanya Satria dengan nada santai. Ia menatap mengejek kepada Shaka.

"Ka, udah. Kamu nggak perlu khawatir," ujar Cinta menenangkan kekasihnya.

"Tapi ..." Shaka mencoba menolak ungkapan Cinta, tapi Cinta segera menghalangi Shaka untuk terus berdebat. Gadis itu menggeleng pelan, meminta kekasihnya diam.

"Apa? Kau mau apa?" tanya Cinta kepada Satria. Kali ini tatapan gadis itu beralih pada pemuda tampan tapi menyebalkan di depannya.

"Ikut gue," ajak Satria sekali lagi. Ia menarik kembali tangan Cinta. Lali gadis itu pun ikut kemana Satria membawanya.

Sementara Shaka, hanya bisa diam menunggu kekasihnya berbicara empat mata bersama pemuda yang sangat dibencinya. Ia meninju pelan tembok sekolah dengan sisi tangannya.

"Kenapa?" tanya Cinta memulai pembicaraan. Ia sangat tidak suka diganggu saat sedang bersama dengan Shaka. Sesekali gadis itu menatap ke arah Shaka yang masih menunggunya di sudut kelas.

"Gue nggak suka ya loe jalan sama dia," ucap Satria sembari menunjuk tangan ke arah Shaka.

Cinta yang mengetahui hal itu segera menepis tangan Satria dengan kasar. Ia juga tidak suka jika pemuda itu bersikap seenaknya sendiri kepada kekasihnya.

"Jadi kamu nggak suka? Kalau begitu kita batalkan saja rencana Pertunangan itu. Aku sama sekali tidak keberatan," ujar Cinta menantang. Mungkin beberapa hari yang lalu ia masih menjadi gadis polos di depan Satria, tapi kali ini tidak lagi.

Kedua orang tua Satria sangat berharap jika ia bisa membatu Satria keluar dari lingkaran nasib sial yang selama ini terus mengikutinya. Jika Cinta menolak untuk membantu, tidak akan ada lagi orang yang bersedia membantu Satria seperti dirinya.

"Jadi loe ngancam gue?" bentak Satria kepada Cinta.

Gadis itu tersentak kaget, bahkan beberapa siswa yang berjalan melewati mereka juga ikut terkejut mendengar bentakan dari Satria.

"Aku nggak ngancam, sesuai dengan perjanjian. Jika kamu nggak bisa bersikap baik, aku nggak akan pernah mau untuk bantu kamu. Ngerti?" jawab Cinta acuh. Ia pun lalu pergi meninggalkan Satria sendiri. Gadis itu ingin jika pemuda berandal itu paham dengan semua tindakan yang ia lakukan.

Tujuan Cinta tidak hanya untuk membantu Satria terbebas dari masalah sial yang selama ini terus mengikuti pemuda itu. Akan tetapi, ia juga berharap jika Satria bisa merubah kebiasaan buruknya yang semena-mena terhadap orang lain.

Cinta kembali kepada Shaka, keduanya masih terus menatap tajam ke arah Satria sebelum akhirnya pergi meninggalkan pemuda itu.

Satria yang melihat Cinta dan Shaka pergi pun merasa marah, ia berteriak dan bersumpah akan membalas dendam atas perlakuan gadis itu padanya.

"Aaahhhhrrrrgggg ... brengsek! Awas aja loe cewek rese' bakal gue balas semua perbuatan loe!" ucap Satria sebelum ia kembali ke lapangan basket menemui teman-temannya.