Siang hari ini Zayn akan sidang skripsi kuliah semester pendeknya setelah paginya ia mengantar Syifa kuliah dan lanjut meeting dengan klien bisnis cafenya.
Saat di perjalanan menuju kampus dengan buru-buru, Zayn melihat Syifa tengah terduduk pingsan dikelilingi tiga temannya di halte. Ia sangat khawatir dan bergegas menghampiri meski rintikan hujan yang membasahi tubuhnya.
Teman-teman Syifa terkejut dan menjelaskan apa yang terjadi.
"Hhm, Kak Zayn pergi sidang saja. Syifa bilang kakak ada jadwal sidang akhir meski ada meeting juga. Mungkin sebentar lagi Syifa akan sadar. Kami akan baik baik saja."
"Kalian mau kemana?"
"Syifa minta ditemani untuk mengajukan judul skripsi semester pendeknya disebrang sana tempat pengujinya berada. Nanti kalau selesai pasti dikabari. Kami akan menjaga Syifa."
"Dia pasti sedih kalau kakak menunda sidang. Selama ini dia mengkhawatirkan Kak Zayn."
Zayn terdiam menatap dalam sang istri, ia melepaskan almamaternya dan meletakkan pada tubuh Syifa serta menitipkan air mineral pada temannya. Ia berat hati meninggalkannya.
Usai menyelesaikan sidang dengan lancar, ia langsung ke masjid untuk sholat ashar dan bersyukur bahwa semakin hari istrinya mulai membuka diri padanya.
Sedangkan Syifa tergesa-gesa berjalan seorang diri melihat tiap sisi kampus Zayn yang asing baginya setelah sholat dan urusannya selesai. Ia bertanya pada tiap orang dan hampir semua mengenal Zayn. Ia berlarian ke ruang persidangan jurusan Zayn, namun tak ditemukan dan ternyata ia melihat Zayn tengah berjalan seorang diri di koridor menuju taman. Ia mempercepat larinya meski nafasnya sudah tak teratur. Ia langsung menarik tangan Zayn dan membuatnya berbalik badan terkejut. Syifa mengajaknya mencari taman yang lebih sepi dari keramaian tanpa menunggu Zayn berucap satu katapun.