Grif yang mulai suka hidup di Hutan Hujan Kristo tampak sedang bermain dengan Scot. Rei yang ingin mendekati Grif mencoba mendekat dan menyentuh bulu-bulu besar burung raksasa itu dengan tangannya.
"Grif apa kau mau berteman denganku?" ujar Rei.
Grif masih saja tak acuh dan berjalan menghindar. Rei mencoba mendekatinya lagi, kali ini dia mengambil ikan dan mencoba memberinya makan. Rei melempar ikan ke arah Grif yang hanya dilihatnya tanpa dimakan, sepertinya Grif sudah kenyang karena sudah sangat banyak makan ikan.
"Kau sudah kenyang ya? Hemm... ya sudah lah aku tak akan memaksamu," ujar Rei yang menatap Grif dengan senyuman.
Melihat Rei yang tersenyum seolah membuat Grif mengerti bahwa Rei memang ingin berteman dengannya. Burung besar itu mendekat dan membuka sayapnya merendah ke arah Rei. Sepertinya Grif sudah mulai menyukainya dan menawarinya terbang. Rei mendekat, dia mengelus sayap Grif dengan lembut. Burung itu mengangguk-anggukan kepalanya senang.
"Kau suka dielus seperti ini Grif?" ujar Rei yang ditanggapi oleh Grif.
Kaaakk....! Suara Grif sembari membuka sayapnya lagi. Sepertinya Grif ingin mengajak Rei terbang kali ini. Rei naik dan berpegangan, tanpa Ewa Lani sebenarnya Rei masih ragu kalau harus ada di atas ketinggian bersama Grif. Tapi melihat Grif yang tampak jinak membuatnya ingin menaikinya.
"Baiklah aku naik, ayo kita berkeliling!" ujar Rei.
Grif mulai mengepakkan sayapnya dan Rei akhirnya benar-benar terbang bersamanya.
Kaaakk...! Kaakk...! Syuuuut..! Grif terbang melayang membawa Rei untuk berkeliling. Kali ini sepertinya burung besar itu mau mendengarkannya. Rei berpegangan erat pada bulu di sekitar lehernya. Dia masih khawatir jika tiba-tiba Grif marah dan membuatnya terjun bebas ke tanah. Grif mengajak Rei terbang ke atas awan, dia bisa melihat betapa indahnya Hutan Hujan Kristo dari atas sana. Rei memeluk leher Grif kali ini dia sudah lebih percaya pada burung besar itu. Mereka berkeliling lalu Rei melihat sebuah daerah yang aneh karena bersalju di tengah padang pasir.
"Grif coba kita mendekat ke sana!" perintah Rei menunjuk ke sebuah gunung yang tampak bersalju.
Entah gunung apa itu, tapi diantara cuaca di Arasely sepertinya di sana yang paling ekstrem. Tampak sekali perbedaan cuacanya antara gunung yang bersalju dan padang pasir yang tandus. Karena di sana Rei tidak melihat kehidupan, dia mengajak Grif kembali ke Hutan Hujan Kristo.
Grif terbang melesat membawa Rei kembali ke tempat semula. Di Hutan Hujan Kristo, Kakek Linco sudah tampak menunggu Rei. Sepertinya dia cemas karena Rei tidak berpamitan padanya. Rei melambaikan tangan dan mengajak Grif turun ke bawah.
"Kakek Linco.....! Grif sudah mau kunaiki!" adunya senang.
"Iya, kerja bagus Rei. Kita bisa mulai berlatih untuk meningkatkan energimu mulai hari ini," ujarnya.
"Ayo kek aku sudah bersemangat!" ujar Rei.
"Bawa perbekalanmu, kita harus pergi ke suatu tempat untuk berlatih."
"Kita mau kemana kek?"
"Ke suatu tempat dimana makhluk hidup susah bertahan, di sana kau bisa menepa diri untuk meningkatkan energimu. Tempatnya ada di Haimati, gunung salju di sebelah utara Hutan Hujan Kristo. Kita akan tinggal di sana mulai dari hari ini," ajaknya.
"Aku sudah melihatnya tadi di utara, tempat itu tidak bisa ditinggali kakek, cuacanya sangat ekstrem. Bagaimana kita bisa bertahan di sana?"
"Percayalah pada kakek, aku sudah pernah tinggal di sana dan masih bisa hidup sampai sekarang. Kau membutuhkan tekanan yang bisa menguras energimu sehingga energi tersembunyi yang ada di dalam dirimu akan keluar, di tempat seperti itu kau baru bisa merasakan keberadaan energi dasarmu."
"Lalu bagaimana jika aku tak bisa mengeluarkan energiku Kakek?"
"Yang tak bisa bertahan hidup di Haimati akan membeku selamanya. Kau tak mau itu terjadi kan, jadi kau harus berusaha. Bagaimana? Apa kau punya nyali untuk berlatih di sana? Atau mau di sini saja dan bermain-main dengan Scot?"
"Aku harus jadi kuat Kakek, banyak yang harus aku lakukan, aku akan ikut Kakek ke sana!" ujar Rei setuju.
"Baiklah, ayo kita berangkat!"
Kakek Linco dan Rei menaiki Grif menuju Haimati. Sebuah wilayah dimana ada gurun pasir panas dan gunung salju tepat pada area yang sama. Sebuah tempat yang bernama lain zona kematian, tempat yang akan dipakai Rei untuk berlatih sekarang.
Kaakk..! Kaakk..! Rei turun dari sayap Grif yang mengantarnya mendarat di kaki gunung yang sangat dingin. Belum apa-apa Rei sudah merasa sangat kedinginan seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum.
"Kakek.. apa yang harus aku lakukan di sini? Di sini sangat dingin," keluhnya.
"Kau lihat gunung itu, di tengah gunung itu ada sebuah gua tinggallah di sana untuk menghangatkan dirimu," ujar Kakek Linco yang masih tetap duduk di leher Grif.
"Baiklah mari kita ke sana! Aku sudah sangat kedinginan!" ajak Rei.
"Maafkan aku Rei aku tak bisa menemanimu di sini. Kau harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Aku pergi...!" ujar Kakek Linco yang langsung mengajak Grif terbang tinggi pergi dari Haimati.
"Kakek! Kakek! Jangan tinggalkan aku Kakek!" Rei berteriak-teriak berharap Kakek Linco berubah pikiran.
Tapi beberapa saat dia menunggu ternyata Kakek Linco benar-benar meninggalkan Rei di sana sendirian. Rei harus berhenti menjadi manja, jika dia tak mau mati artinya dia harus segera mencapai gua itu sebelum badannya benar-benar membeku.
Rei berlari, berlari secepat yang dia bisa, dia melihat ada gua di gunung. Jaraknya memang tak begitu jauh. Tapi untuk meraihnya di tengah badai salju yang sangat dingin membuat Rei harus sangat bersusah payah.
"Ayo Reinhard kau bisa! Cepat kau harus bisa ke sana!" gumam Rei menyemangati dirinya sendiri.
Rei berjalan dan terus berjalan akan tetapi gua yang tadinya terlihat dekat ternyata setelah didekati tampak semakin jauh. Rei kaget, dia mulai mempercepat langkahnya. Gua itu ternyata sangat jauh. Rei lemas, dia berpikir itu pastilah ilusi yang juga timbul karena efek kedinginan. Rei sudah mulai merasakan gejala hipotermia, dia harus menahan rasa kantuk dan kedinginan disaat semua salju menempel di badannya.
Bruuk...! Rei akhirnya ambruk, bocah 13 tahun itu tak bisa bertahan lagi. Dia benar-benar tumbang. Di batas ambang kesadarannya dia melihat ada Kakek Linco yang menggotongnya, berjalan santai dan masuk ke dalam goa. Goa yang hangat tapi tetap saja karena sangat lelah Rei tertidur.
Kratak..kratak! Suara kayu bakar terbakar api membuat ruangan gua menjadi sangat hangat. Rei terbangun mendapati dirinya sudah ada di dalam sana dengan kondisi berganti pakaian dan selimut hangat. Melihatnya sadar Kakek Linco mendekatinya dan memberikan dia minuman hangat.
"Apa kau tak apa Nak?" terlihat ekspresi khawatir pada wajahnya.
"Ya Kakek, aku baik-baik saja." ujar Rei.
"Itu hanya permulaan latihan, apa kau sudah sedikit mengerti medan di sini? Haimati adalah tanah kematian. Kau harus berjuang hidup saat kau ada di luar sana. Tapi dengan cara itulah baru kau bisa memunculkan kekuatanmu. Ku harap kau mengerti kalau suatu saat aku akan sangat keras dalam melatihmu," jelas Kakek Linco.
"Ya Kakek, aku akan berusaha. Tapi setidaknya tetap berikan aku petunjuk untuk apa yang harus aku lakukan, agar aku tak benar-benar celaka," pinta Rei.
"Baiklah, tapi aku tak bisa janji," ujarnya sembari tersenyum.