Bibi Laura membantu Rei mengemas barang-barangnya, hari ini Paman dan Bibinya akan mengantar Rei untuk tinggal sementara dengan Neneknya di Kota Batu, Malang. Kota kecil yang dingin itu adalah tempat Anastasia ibu Rei dilahirkan. Neneknya yang bernama Mariam punya perkebunan apel dan jeruk yang dibantu beberapa keluarga untuk mengelolanya. Rei sangat dekat dengan Neneknya karena itu Bibi Laura mengirim Rei ke sana, dia berharap dengan bertemu Neneknya Rei bisa lebih ceria dan kembali normal.
"Rei, kalau hari ini Bibi langsung pulang apa tidak apa? Besok Bibi masih ada pekerjaan di kantor!" ujar Bibi Laura saat di perjalanan Surabaya-Malang.
Rei mengangguk sambil tersenyum, sepertinya dia senang bisa bertemu dengan Nenek yang pernah merawatnya saat dia masih kecil.
"Kau kirim pesan saja kalau mau dijemput! Bibi akan langsung menjemputmu!" ujar Bibinya yang masih saja khawatir.
Rei mengangguk, akhir-akhir ini Rei hanya menggunakan gerakan kepala seperti mengangguk atau menggeleng untuk mengungkapkan apa yang dia inginkan. Paman James merasa Rei memang butuh suasana baru untuk bisa melupakan peristiwa tragis yang menimpa kedua orang tuanya.
Setelah 4 jam perjalanan mereka sampai ke area perkebunan jeruk milik Nenek Mariam. Dari mobil Paman James tampak perkebunan jeruk dengan buahnya yang berwarna oranye dan sangat menarik untuk dipetik. Rei membuka jendela mobil dan tersenyum, sudah sangat lama dia tidak ke sana karena setelah umur 7 tahun Rei ikut ayahnya ke Jerman dan baru kembali ke Jakarta saat umurnya 11 tahun. Alih-alih pulang ke rumah neneknya, Nenek Mariam malah lebih sering menjenguknya ke Jakarta.
Hari ini, setelah 6 tahun berlalu Rei bisa kembali melintasi perkebunan jeruk tempat main petak umpetnya dulu. Mobil paman melaju pelan di jalan yang mulai menyempit, rumah Nenek Mariam mulai terlihat, bentuknya masih sama dengan sedikit renovasi di bagian teras dan warna dindingnya. Rumah dengan arsitektur Belanda itu kini tampak kuno dan agak menyeramkan. Nenek Mariam memang pencinta tanaman, Rei ingat dulu banyak sekali mawar di halaman depan dan sekarang mawar itu berubah menjadi pagar mawar berwarna-warni yang sangat indah.
Mobil Paman James berhenti, tampak seorang pelayan di rumah nenek menunggu mereka. Pelayan itu bernama Johan, Pak Johan membantu Rei untuk menurunkan barang dan memasukkan langsung ke dalam kamarnya. Udara pegunungan yang dingin berhembus seperti sedang menyapa Rei dan langsung membuat bocah itu menutup resleting jaketnya karena kedinginan.
Rei masuk ke dalam rumah, seorang Nenek tua berwajah ramah tersenyum padanya.
"Reinhard kemari Nak!" Nenek Mariam langsung memeluk cucunya itu. Tampak air mata yang menetes di pipi Neneknya.
Rei balas memeluk wanita itu erat-erat, bocah itu langsung menangis, sudah lama sejak kedua orang tuanya meninggal Rei tidak pernah terlihat menangis. Bibi Laura melihat haru pertemuan Ibu dan keponakkannya itu. Dia merasa mengajak Rei pulang ke kampung halaman adalah keputusan yang tepat.
Setelah puas bercengkrama dengan neneknya Rei masuk ke kamar, kamar yang dulu dia tempati bersama ayah dan ibunya kini terlihat sepi. Dulu Rei bisa berlarian di kamar itu, tapi kini ruangannya tampak sempit, mungkin karena Rei sudah lebih besar sekarang. Sebuah ranjang yang agak besar, lemari pakaian, rak buku, meja serbaguna yang bisa digunakan untuk berias ataupun belajar. Semuanya tampak normal bila mata Rei juga normal. Masalahnya dengan penglihatannya yang abnormal, Rei bisa melihat banyak jelly berwarna-warni, mulai di atas ranjang, berlompat di langit-langit, bersembunyi di balik lemari dan kolong tempat tidur.
"Ya ampun, kenapa kalian banyak sekali!" gumamnya kesal.
Rei membuka semua jendela dan meminjam penebah lidi dari kamar Neneknya. Rei menggoyang-goyangkan penebahnya ke segala arah tampak seperti sedang mengusir nyamuk. Orang-orang tak tau kalau Rei sedang berusaha mengusir gerombolan Jelly berwarna yang berkumpul di kamarnya.
"Rei kau mau makan Nak?" Nenek Mariam masuk ke kamar Rei.
Rei melihat ada Jelly merah meloncat dan menempel di dada neneknya, Jelly merah biasanya yang paling usil, gerakannya paling cepat dan nakal. Nenek Mariam tampak terengah-engah, membawa baki makanan yang cukup ringan terlihat sangat berat untuknya.
"Nek duduklah" ujar Rei. "Tutup mata Nenek! Aku mau menunjukkan trik sulap!" bujuk Rei mengarang.
Neneknya menuruti apa yang cucunya minta dan segera menutup matanya, Rei segera menarik Jelly Merah di dada Nenek Mariam dan dengan susah payah Rei membuangnya ke luar jendela. Rei mendekati neneknya lagi dan memberikan ciuman di pipinya.
"Mwuah, trik sulap untuk Nenekku yang cantik!" ujarnya.
"Ahaha, kamu manis sekali Rei! Mirip seperti Ibumu," ujar Nenek Mariam sembari mengusap rambut cucunya itu.
"Kau kenapa Nak? Bibi dan Pamanmu cemas karena kamu jadi pendiam, coba ceritakan ke Nenek, apa yang bisa Nenek lakukan untukmu?" tanya Nenek Mariam tampak khawatir.
"Ga ada Nek, Nenek hanya perlu tetap sehat agar bisa menemaniku lebih lama!" ujar Rei dengan wajah manisnya.
Neneknya tersenyum, dia merasa sedih karena usianya sekarang memang sudah cukup tua. Dia takut tidak bisa menemani Rei selama yang dia inginkan.
"Nak, umur adalah salah satu takdir yang tidak bisa kita atur, tidak bisa kita perpanjang seperti yang kita mau, hanya saja kenangan akan selalu bisa hidup di hati kita," ujar Neneknya menjelaskan.
"Iya Nek, Rei paham, Rei juga tau kalau Ayah dan Ibu Rei sekarang ada di langit, sedang melihat kita di sini," ujar bocah itu polos.
Nenek Mariam memeluk cucunya, dia benar-benar tak tega karena Rei harus mengalami nasib seperti ini. Tiba-tiba Rei yang memeluk Neneknya melihat sesuatu yang aneh di seberang Jendela. Ada makhluk kecil bersinar tampak berkumpul menghadap sinar matahari.
"Nek, aku mau main ke luar boleh?" tanya Rei tiba-tiba.
"Oh iya Nak, mainlah!" ujar Nenek mengijinkan Rei yang tampak antusias keluar rumah.
Rei langsung berlari, dia benar-benar penasaran dengan makhluk baru yang baru saja muncul itu. Rei sampai di halaman , di area pagar mawar, dia menoleh ke kanan dan ke kiri tapi dia tak menemukannya lagi. Rei berjalan mengelilingi halaman, berharap ada sesuatu yang menarik yang bisa dia lihat. Tapi tetap saja dia tidak melihat apapun.
"Rei, kamu dimana?" panggil Bibi Laura.
Bibi Laura sudah siap pulang ke Surabaya, dia berpamitan pada Rei dan menjelaskan kalau dia dan Paman James langsung pulang hari ini karena besok harus bekerja.
"Baik-baik ya Rei, patuhi Nenek ya, kalau ada perlu dengan Bibi kau bisa telepon sewaktu-waktu!" ujar Bibi Laura cemas.
Rei mengangguk, mereka berpelukan dan Rei mengantarkan Paman dan Bibinya itu sampai ke halaman depan. Rei melambaikan tangan, begitu juga Nenek Mariam, dia tau betul kalau Laura putri bungsunya itu memang cukup sibuk.
"Nak, kamu mau tidur sama Nenek nanti malam?" tanya Nenek Mariam.
"Boleh?" jawab Rei.
"Tentu boleh Rei, sudah lama kita tidak ngobrol," ujar Neneknya.
Hari pertama di rumah Nenek tampak normal, tidak ada yang aneh, Rei yang rindu dengan neneknya menghabiskan hari itu dengan santai dan hangat.
(Hari ke 2)
Terdengar suara bocah berlarian di halaman depan rumah neneknya. Rei yang awalnya ada di dalam tertarik keluar dan ingin main bola dengan mereka.
"Rei kamu mau keluar?" tanya Neneknya yang melihat Rei turun dari kamarnya di lantai 2.
"Iya Nek, pengen ikut main bola!" ujarnya.
Neneknya tersenyum, dia senang karena Rei sudah mulai mau bergaul dengan anak lain.
"Boleh ikut ga mainnya?" teriak Rei pada para bocah yang sedang asik menendang dan memutar bola dengan kakinya.
"Ayo!" ujar salah satu bocah.
Rei memang pintar bermain bola, William mendiang ayahnya mendaftarkan Rei di salah satu klub bola anak saat dia masih sekolah di Jerman dulu. Rei memainkan bola dengan tangkas, mengecoh salah satu bocah, berputar dan menendang. Rei berhasil mencetak gol ke arah sandal jepit butut yang diibaratkan sebagai gawang oleh para bocah. Masalahnya bocah-bocah itu tampak tidak senang dengan kepiawaian Rei bermain bola. Mereka pergi meninggalkannya sendirian. Rei hanya diam, memang tak ada satupun dari bocah-bocah itu yang dikenalnya.
Rei yang merasa dikucilkan mulai bosan, dia ingin berjalan-jalan ke kebun jeruk milik neneknya. Sedikit lupa dengan lokasinya, Rei berjalan saja ke arah belakang rumah Nenek yang memang sangat luas dan penuh dengan tanaman. Saat asik melihat-lihat ada makhluk bercahaya yang terbang cepat melintas di depannya. Makhluk yang kemarin membuat dia penasaran. Rei mengejarnya, dia berlari tanpa mengingat ke mana arah jalan pulang. Hampir 15 menit dia berlari tanpa henti dan dia baru sadar kalau dia tersesat.