Chereads / Aku Di Antara Kalian / Chapter 8 - Belum Saatnya

Chapter 8 - Belum Saatnya

Suara deru mesin mobil membuat mereka mengalihkan pandangannya ke arah mobil berwarna hitam itu.

Wajah ke duanya kebingungan dan keheranan melihat siapa yang turun dari mobil tersebut. Pak Handoko dengan istrinya saling berpandangan dan kening mereka saling bertautan.

Nafeesa mengetahui arah pandangan ke dua mertuanya. Dia kebingungan harus menjawab apa.

Baru saja ingin bersuara, Andra langsung menjawab pertanyaan yang tersirat dari wajah kedua orang tuanya.

"ibu, Ayah, apa kalian sudah lama?" Tanyanya lalu menatap ke arah Nafeesa dengan tatapan tajamnya.

"Alhamdulillah, baru juga nyampe," jelasnya Pak Handoko.

"Kalau gitu, Kita masuk saja dulu istirahat, kasihan sama ibu pasti kelelahan," ajak Andra yang ingin mengalihkan perhatian keduanya.

Mereka masuk ke dalam rumah, tapi langkah mereka terhenti dengan suara intrupsi dari Ibu Anna.

"Maaf, Lidya ikutan masuk ke dalam rumah untuk apa? Setahu Saya Kamu punya rumah kosan."

Matanya menyelidik ke arah Lidya bergantian dengan putranya.

"Maaf Bu untuk sementara Lidya akan tinggal bersama Kami di sini, Kebetulan kontrakannya sudah habis masa sewanya," tatapannya ke arah Nafeesa agar dia dibantu olehnya.

Nafeesa hanya membalas menatap ke arah suaminya tanpa ada niat untuk ikut berbohong dengan mereka.

"Tapi, karena yang punya rumah sudah tidak ingin memperpanjang masa kontraknya jadi dia tinggal bersama Kami untuk sementara waktu."

"Apa seperti itu kah kenyataannya Nafeesa?" Tanyanya dengan menatap tajam Bu Anna kearah menantunya.

Nafeesa yang tiba-tiba ditanya oleh ibu mertuanya gelagapan karena tidak tahu harus menjawab apa dan mulainya dari mana.

Andra mendekati Istrinya, yang tiba-tiba memeluk erat tubuhnya dan menatap tajam ke arah matanya Nafeesa.

Untuk pertama kalinya dia dipeluk oleh Andra padahal sudah hampir satu tahun pernikahan mereka. Nafeesa mendongak ke arah Andra yang tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan.

Nafeesa kembali dipeluk erat oleh suaminya,lalu Andra memberikan kode kepada Nafeesa dengan mengedipkan matanya.

"Ooh iya Bu, Mbak Lidya sudah beberapa hari numpang di rumah Kami, kasihan Bu, kalau ada keluarga yang butuh bantuan tapi, Saya tidak membantunya."

"Betul yang dikatakan oleh Nafeesa Bu, Lidya kan bukan orang lain jadi apa salahnya Dia tinggal bersama Kami," ujarnya yang masih memeluk tubuh istrinya dengan terpaksa.

"Kalau seperti itu faktanya, tidak apa-apa lah, andai saja Orang lain, Kamu Nafeesa jangan pernah mau dan berniat untuk memasukkan wanita lain ke rumahmu, itu bisa bahaya," jelas ibu Anna lalu pergi dari hadapan anak dan menantunya.

Mereka sudah berada di dalam kamar masing-masing. Andra untuk sementara satu kamar dengan Nafeesa, tapi jika ke dua orang tuanya sudah tertidur pulas, dia akan berjalan mengendap-endap menuju kamarnya Lidya yaitu kamar pribadinya sendiri.

Lidya yang selalu tahu jam kedatangan kekasihnya jadi tidak pernah mengunci kamarnya sehingga Andra leluasa keluar masuk.

Kedua orang tuanya sedikit pun tidak ada yang curiga dengan kelakuan busuknya mereka. Hingga lima hari keberadaan orang tuanya pun tidak terendus bau perselingkuhannya.

Belum saatnya kebusukan mereka tercium ke hadapan ke dua orang tuanya.

Sore harinya ke dua orang tua itu duduk di teras belakang rumahnya. Mereka ditemani dengan seduhan teh dan kopi di dalam teko tersebut. Bukan hanya minuman saja sebagai teman santai mereka tapi, ada beberapa cemilan kue kering buatan khas Nafeesa.

Mereka sesekali menyesap kopi dan teh buatan Nafeesa tersebut yang masih mengepul asapnya.

"Ayah, sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan oleh Nafeesa?" Ibu Anna memandang jauh ke depan hingga ke ujung pohon mangga harum manis yang kebetulan sudah berbuah.

"Jangan memikirkan hal yang tidak-tidak, Saya melihat dia baik-baik saja kok, yakinlah sama mereka kalau mereka itu tidak memiliki batu sandungan dalam rumah tangganya," Jawab Pak Handoko.

"Semoga saja apa yang Ayah katakan sesuai dengan kenyataannya, dan Ibu berharap kita segera diberikan cucu," jelasnya.

"Amin ya rabbal alamin, Sudah hampir satu tahun mereka menikah, tapi sedikit pun tidak ada tanda-tanda Nafeesa akan hamil," timpal Pak Handoko.

"Iya, Ibu pun tidak sabar ingin segera menimang cucu dari mereka, pasti cucu kita kan cantik seperti maminya dan cakep seperti papinya, jika Nafeesa yang melahirkan cucu-cucu kita," ucap ibu Anna di hadapan suaminya.

"Iya, Ayah pun sama dengan pemikiran ibu, tapi mau diapa jika Allah belum memberikan mereka rezky dan kepercayaan, kita bisa apa bu, kita hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk mereka jangan memberikan beban kepada mereka," terang pak Handoko.

"Betul sekali yang dikatakan Ayah, kita hanya bisa berdo yang terbaik untuk keduanya," ucap istrinya yang mencicipi kue kering yang ada di dalam toples kaca dengan motif bunga mawar tersebut.

Wajarlah mereka berharap segerah memiliki seorang cucu, karena pernikahan kedua anaknya sudah berjalan hampir satu tahun, tapi hingga saat ini tidak ada tanda-tanda jika menantunya akan segera hamil juga.

"Bu, Bagaimana kalau kita sarankan kepada mereka untuk berbulan madu saja," kata Pak Handoko.

Ibu Anna menatap ke arah suaminya dengan senyuman manisnya.

"Itu ide yang sangat bagus menurut ibu, Ayah kok bisa kepikiran honeymoon segala padahal ibu tidak kepikiran loh Ayah."

"Kalau menurut Ayah sih, itu ide yang bagus makanya Ayah memikirkan cara itu dan mudah-mudahan sepulangnya mereka dari sana, bisa membawa kabar baik untuk kita," tutur Pak Handoko Ayahnya Andra.

"Nanti kalau Andra pulang kerja kita tanya dia saja yah," timpal ibu Anna.

Setelah melaksanakan shalat ashar Nafeesa ke dapur. Dia berencana ingin membuat pisang goreng, menurutnya pasti akan nikmat jika disantap di sore hari sambil bersantai.

"Pisang goreng ala chef Nafeesa pasti akan disukai oleh Ayah sama ibu," ucapnya saat mengambil satu sisir pisang Raja dari dalam lemari pendinginnya.

Setelah semuanya matang tak lupa membuatkan minuman dingin untuk kedua mertuanya tersebut.

Nafeesa menatap ke arah Ibu mertuanya berada melalui jendela yang ada di dapurnya.

"Aku buatkan ibu dan ayah minuman dingin, Aku yakin Ayah pasti menyukainya."

Nafeesa sangat bahagia karena kedua mertuanya sangat menyayanginya seperti anaknya sendiri bahkan, mereka tidak pernah membedakan antara anak kandungnya sendiri dengan anak menantunya.

Ada secercah bahagia yang dirasakan Nafeesa dari perhatian yang di curahkan oleh kedua mertuanya kepadanya. Walaupun Andra sedikit pun tidak pernah mencintainya. Dia tidak pernah putus harapan, jika suatu saat nanti Andra akan membuka hatinya untuk dirinya.

Nafeesa membawa makanan serta minuman yang telah dibuatnya dengan tangannya sendiri ke hadapan kedua mertuanya.

Kedua mertuanya tersenyum saat mereka menyadari jika Nafeesa berjalan ke arah mereka. Dia menyuguhkan makanan tersebut di atas meja.

"Silahkan dicicipi pisang gorengnya Bu, Ayah," tersenyum penuh kelembutan bke arah ke dua orang tuanya.

Nafeesa ikut duduk di samping Ayah mertuanya Pak Handoko.

"Kue buatanmu ini sungguh lezat dan enak sekali," pisang goreng itu sudah masuk ke dalam perutnya Pak Handoko.

"Kamu mewariskan dengan baik kemampuan Mama Kamu Nak, betulkan Bu?" Jelasnya Pak Handoko.

"Benar yang Ayah katakan,

buatannya memang sangat lezat dan rasa kue keringnya juga sangat enak Ayah, bahkan mengalahkan buatan Mamanya sendiri," puji Ibu mertuanya.

Mereka bersantai hingga menjelang magrib. Matahari perlahan kembali ke peraduannya. Cahaya matahari sore hari itu sangat indah.

Istri adalah tulang rusukmu. Ia bukanlah wanita yang bisa engkau suruh-suruh. Perlakukan lah ia dengan kelembutan, maka Ia akan lembut dari perlakuanmu.