Kehangatan dalam keluarga tidak diukur dari ukuran luas rumahnya, tapi luasnya kebahagiaan yang menempati.
Kesenangan bermula dari kebersamaan bersama orang-orang terdekat, terutama keluarga.
Mereka berbincang-bincang santai hingga sore hari. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Itu tandanya seperti biasanya, Nafeesa akan ke dapur untuk memasak makanan untuk makan malam mereka.
"Naf, sudah sore, gimana kalau kita masak bareng saja di dapur, hari ini Ibu akan membantu Nafeesa masak, gimana apa Kamu setuju?" Ibu Anna memandang penuh harap ke hadapan menantunya.
Nafeesa tersenyum manis ke arah ibunya lalu berkata, "Oke, Naf sangat bahagia mendengarnya loh Bu."
"Kalau gitu let's go kita ke dapur, bersiap untuk menciptakan masakan yang rasa sangat enak melebihi masakan chef Arnold dan Juna," dengan diiringi oleh senyuman manisnya di usia senjanya.
"Jangan lupa masak yang lezat, maknyus, markotok dan yang paling penting harus banyak, karena ada tamu yang selalu ikut numpang makan di meja makan kita," ujarnya sambil tersenyum penuh arti.
"Siipp Pak Bos, perintah siap dilaksanakan."
Nafeesa dan Ibu Anna saling berpandangan lalu tertawa terbahak-bahak setelah mendengar candaan suaminya.
Tidak butuh waktu lama untuk memasak, jika orang yang sudah terbiasa berkecimpung di dunia dapur. Masakan yang banyak sekalipun mereka masak akan segera selesai jika tangan sudah terampil.
Masakan yang dimasak dengan penuh keikhlasan, cinta dan kasih sayang, insya Allah pasti rasanya maknyus, nendang banget.
"Alhamdulillah masakan kita sudah jadi yah Nafeesa," dengan mengangkat piring sejajar dengan wajahnya lalu menghirup aroma wanginya.
"Apa rasanya tidak enak yah Bu?' wajahnya yang sedikit ketakutan dan ragu dengan hasil masakannya sendiri.
"Pakai jujur atau bohongan?" Dengan matanya yang tidak bisa terbaca oleh Nafeesa.
"Jujurlah Bu, siapa sih yang mau dibohongi' tanyanya Nafeesa yang tidak mengerti dengan arah pembicaraan Ibu mertuanya.
"Ya Allah serius amat sih cantik, selow Ibu cuma bercanda kok, gak segitunya juga reaksi Kamu," tawanya Ibu Anna menghiasai ruangan dapur itu.
Nafeesa ikut tertawa menertawai dirinya sendiri. Nafeesa kemudian menata beberapa piring yang ada di atas meja makan.
"Semoga hubungan Lidya dengan Andra tidak ada yang spesial di antara mereka, Ibu takut nak," dia memandang punggung Nafeesa yang membawa piring ke meja makan.
Ibu Anna juga membantu Nafeesa untuk membawa perlengkapan makan seperti, sendok, gelas, piring dan teman-temannya.
Ibu Anna ke ruangan tengah untuk memanggil suaminya yang sedang asyik menonton sinetron ikan terbang.
"Dasar pelakor, sudah tahu suami kakak sepupunya, masa di goda dan dirayu juga."
Pak Handoko marah-marah melihat adegan yang diperankan oleh artis tersebut. Ibu Anna tersenyum menanggapi perkataan dari suaminya.
"Sudah dulu nontonnya, kita makan malam sama Nafeesa, gak enak kalau makanannya sudah dingin," ibu Anna mematikan televisi.
"Apa kita tidak tungguin Andra Bu?" Tanyanya dengan menatap ke arah pintu besar yang berdaun dua itu.
"Tidak perlu repot-repot menunggunya palingan jawabnya sudah makan di Kantor, Ibu sudah bosan mendengarnya loh Pak," wajahnya jengah dan kesal jika mengingat setiap penolakan dari Andra kalau diajak makan malam.
Baru beberapa langkah mereka meninggalkan ruangan tengah yang dijadikan tempat berkumpulnya keluarga, jika ada yang akan mereka bicarakan dengan serius.
Nafeesa yang sudah lama menunggu kedatangan ke dua mertuanya akhirnya menyusul ke ruangan depan.
Pandangan mata mereka tertuju kepada pintu yang tiba-tiba terbuka lebar, Nafeesa tersenyum manis menyambut kedatangan suaminya. Ia pun berjalan ke arah pintu dengan tergesa-gesa.
Pak Handoko dan ibu Anna melanjutkan perjalanannya ke arah dapur. Setelah melihat sekilas kedatangan putra sulungnya itu bersama dengan perempuan yang selalu tidak diharapkan kedatangannya.
Nafeesa menyunggingkan senyumnya untuk menyambut kepulangan suaminya. Tetapi Andra sama sekali tidak perduli dengan senyuman manis dan perhatian tulus yang diberikan oleh istrinya.
Raut wajah Nafeesa yang awalnya tersenyum manis langsung berubah drastis setelah melihat dengan jelas sosok perempuan yang ikut berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Nafeesa mengira jika Lydia sudah mendapatkan rumah kontrakan baru, karena tidak sengaja tadi pagi dia mendengar mereka berbincang-bincang tentang rumah sewa.
Andra hanya menyodorkan tas kerjanya saja serta jasnya tanpa menatap Nafeesa. Nafeesa yang ingin mencium punggung tangan Andra, tangannya langsung ditepis oleh Andra dengan sedikit kasar. Hingga tubuhnya sedikit terhuyung kebelakang.
Andra mengira jika, kedua orang tuanya sudah tidak berada di sekitar mereka sehingga dia kembali ke sifat aslinya.
"Andra!! apa yang Kamu lakukan haa? Istrimu sudah berbaik hati ingin membantu membawa tasmu, tapi malah kamu perlakukan seperti itu."
Ibu Anna sudah duduk berdampingan di meja makan, tapi ke datangan tiga orang tersebut belum datang juga sehingga,dia memutuskan untuk melihat dan memanggil mereka.
Nafeesa hanya terdiam dan tidak ingin menimpali atau membela Andra di hadapan mertuanya.
"Maaf Bu,apa yang ibu lihat tidak sesuai dengan kenyataannya, Aku tidak ngapa-ngapain Nafeesa kok, mungkin ibu salah lihat tadi," kilah Andra yang ingin mencari pembelaan.
"Iya Tante, apa yang dikatakan oleh Mas Andra benar adanya, Saya yang melihat dengan kedua mata saya sendiri kok Bu," Lidya berusaha untuk meyakinkan bahwa apa yang terjadi tidak sesuai dengan kenyataannya.
"Nafeesa apa yang mereka katakan benar adanya atau hanya karangan dan argumentasi mereka saja yang tidak berdasar?" Ibu Anna menatap sinis dan jengah kehadapan Lidya.
"Lupakan saja Bu, semua ini hanya salah paham saja, tidak perlu dibesar-besarkan lagian Nafeesa tidak apa-apa kok Bu," jelasnya.
"Kalau gitu kita ke dapur, Ayah sudah lama menunggu, gak baik juga kalau makanannya keburu dingin, hari ini istrimu masak spesial dan banyak khusus untuk Kamu seorang."
Mereka kemudian berjalan ke ruangan di mana terdapat meja makan. Pak Handoko sudah makan duluan tanpa menunggu kedatangan yang lainnya.
Mereka menyantap dengan lahap makanan yang sudah tersaji di atas meja. Andra yang belum pernah sama sekali mencoba dan icip-icip makanan hasil masakan dari Nafeesa hari ini sangat menikmati makanannya.
Raut wajahnya sulit untuk terbaca apa dia tidak menyukai masakan ini atau malahan sangat suka dan doyan.
"Nafeesa Kamu harus makan banyak sayang, supaya kamu segera hamil," tutur mertuaku yang sangat berharap hal itu jadi kenyataan.
"Aku tidak akan biarkan itu sampai jadi kenyataan hingga kiamat pun, dan terus lah berharap hingga suatu saat nanti kalian akan kecewa sendiri."
Raut wajahnya Lidya sedari tadi tersenyum penuh arti dan memiliki maksud yang terselubung.
"Makasih Bu, Amin semoga saja yah Bu, apa yang ibu dan ayah inginkan bisa berjalan sesuai keinginan Ibu," senyumannya itu sangat manis.
Tapi, membuat Lidya semakin marah saja. Dia bahkan jengkel dengan Andra yang tidak berbicara sepatah kata pun.
Sejak tadi tidak menyukai dengan sikap kedua calon mertuanya yang terlalu ramah terhadap Nafessa. Bahkan kasih sayang mereka curahkan hanya untuk Nafeesa semata.
Sedangkan untuk dirinya hanya sekedar basa-basi saja.Hal itu membuat Lidya sangat marah sehingga telinganya sudah panas mendengar berbagai pujian yang dilontarkan kepada masakan Nafeesa.
Wajahnya sudah jutek dan mengisyaratkan bahwa dia sangat marah dengan pujian yang dilontarkan oleh mereka untuk Nafeesa.
Andra yang mengetahui hal tersebut, diam-diam memegang tangannya Lidya. Hal itu dia lakukan untuk menenangkannya yang berada di bawah meja makan.
"Lidya, Kamu juga makan yang banyak, tante lihat badan Kamu kok tambah kurus yah? tidak seperti terakhir tante lihat Kamu loh," ucap ibu Anna.
Tangannya dengan telaten mengambilkkan makanan untuk Diandra.
"Makasih banyak Tante," ucapnya