Wanita solehah adalah yang memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara nya.
Mereka makan malam dengan penuh hikmat. Tidak ada lagi yang berbicara, tapi ada sedikit rasa curiga yang terbesit di benak ibu Anna setelah melihat interaksi antara Andra dan Lidya.
Dari matanya dia melihat jika Andra mempermalukan dengan istimewa Lidya sedangkan dengan Nafeesa seakan-akan Andra tidak tulus dan terkesan kaku dan seperti dibuat-buat saja.
Tetapi ibu Anna, tidak ingin berpikiran negatif terhadap hubungan antara putra dan menantunya itu.
"Ya Allah semoga apa yang Aku pikirkan dan risaukan hanya sebatas ketakutan aku semata saja."
Sesekali Ibu Anna diam-diam memperhatikan interaksi antara Lidya dengan putranya. Beliau sering mengerutkan keningnya saat mereka saling berpandangan.
"Andra!"
Andra melirik ke arah ibunya, saat namanya disebut oleh beliau.
"Iya Bu," tanpa menghentikan suapannya.
"Ibu sudah tidak sabar ingin segera menimang cucu dari Kamu nak, Kamu itu sudah hampir satu tahun menikah loh, tapi hingga sekarang istrimu belum juga hamil," ucap ibu Anna disela suapannya.
Ibu Anna menatap ke arah Nafeesa dan Dia melihat ada keresahan dan kebimbangan yang terpancar dari wajah menantunya itu.
Sedangkan Andra dan Lidya batuk bersamaan. Hal ini membuat semua orang yang ada di meja makan keheranan dengan sikap dari keduanya.
Nafeesa cepat tanggap langsung menyodorkan gelas yang berisi air putih untuk suaminya. Sedangkan Lidya tidak seorang pun yang perhatian kepadanya.
Dia sendiri yang mengambil gelas untuknya, karena tidak ada yang berinisiatif untuk membantu untuk meredakan batuknya itu.
"Kalian kok batuknya kompakan, sepertinya kalian janjian untuk batuk bersama," canda ibu Anna.
Ibu Anna berkata seperti itu untuk melihat bagaimana reaksi mereka bertiga. Ibu Anna sudah mendapatkan bayangan tentang hubungan ke tiganya.
"Ya Allah sadarkanlah putraku atas segala khilaf dan kesalahannya."
"Iya nak, apa yang dikatakan oleh ibumu itu sangat benar, Ayah juga sudah lama merindukan tangis bayi di rumah ini, Ayah ingin menggendong anak kalian," timpal pak Handoko.
Ketiganya langsung terdiam dengan pikiran mereka masing-masing yang pastinya berbeda.
Nafeesa hanya mendengarkan saja perkataan dari ayah mertuanya dan tidak menjawab apapun. Sehingga pak Handoko langsung menyodorkan sebuah amplop putih yang berisi 2 lembar tiket bulan madu ke Bali.
Pak Handoko memilih Pulau Dewata Bali karena menurutnya sangat cocok untuk mereka berdua.
"Semoga dengan apa yang Ayah berikan ini, bisa bermanfaat untuk kalian berdua, Ayah berharap besar padamu Nak," memegang punggung tangan Nafeesa.
Nafeesa yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum simpul ke arah Ayah mertuanya.
"Insya Allah, apa yang Ayah harapkan Naf bisa penuhi semuanya sesuai dengan apa yang Ayah harapkan," membalas mengelus punggung tangan mertuanya dengan penuh kasih sayang.
Lidya komat kamit tidak jelas melihat senyuman kebahagiaan dari wajahnya Nafeesa. Dia menyendok makanannya dengan sangat kasar padahal tadi sangat lembut dengan penuh perasaan bagaikan seorang wanita bangsawan saja.
Andra yang melihat hal tersebut segera menyenggol kakinya Lidya agar segera menghentikan apa yang dilakukannya yang bisa membuat merugikan dirinya sendiri.
"Andra Kamu saja Nak yang buka amplop itu, biarkan Naf melanjutkan makannya saja."
Andra yang mendapatkan titah dan instruksi dari Ayahnya segera mengambil amplop yang berada di depan Nafeesa.
"Ini apa Ayah?" Tanyanya yang kebingungan dengan isi dari amplop tersebut.
Lidya mengerutkan keningnya melihat amplop putih tersebut.
"Ayah minta tolong Nak, penuhi mimpi Kami, harapan Kami ada di pundakmu."
Tangan yang mulai ada guratan keriputnya itu memegang pundak putra satu-satunya.
Andra segera membuka amplop itu. Betapa terkejutnya melihat isi dari amplop tersebut. Dia memandang ke arah Ibu dan Ayahnya silih berganti.
"Ini kan tiket Ayah, maksudnya?" Dia tidak mengerti untuk apa ke dua orang tuanya memberikan tiket tersebut.
"Ya ampun Andra Liem Maheswara apa Kamu tidak mengerti? ini tiket loh putraku yang paling ganteng mengalahkan kegantengannya Lee Min-ho."
Ibunya merebut tiket tersebut lalu menggoyangkan di hadapan wajah putranya. Ibu Anna merasa lucu dengan putranya itu.
Pak Handoko, Nafeesa ikut tersenyum melihat tingkah laku keduanya. Hanya Lidya seorang yang tidak tersenyum sedikit pun.
"Apa sih istimewanya wanita itu sehingga disuka pake banget sama orang tuanya Mas Andra."
Ibu Anna tersenyum melihat wajahnya Lidya yang ditekuk.
"Ibu harap besok pagi kalian sudah berangkat ke Denpasar untuk honey moon," tangannya bertumpu di atas meja tapi bibirnya selalu menyunggingkan senyumnya.
"Tapi Bu!!"
"Ibu tidak ingin mendengar kata tapi-tapian lagi, kalau Kamu tidak setuju Kamu bukan…."
"Ok Besok pagi Saya dan Lidya akan berangkat ke Bali,"
Semua orang menatap ke arah Andra dengan wajah yang shock setelah mendengar perkataan dari Andra.
""What!!!"
"Andra!!! what do you mean by what you say?"
"Maafkan Andra Bu, Andra salah sebut tadi," jawabnya dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Nafeesa tidak menyangka jika, suaminya akan keceplosan.
"Akhirnya tanpa Kamu katakan, Ibu sangat yakin jika ada sesuatu yang terjadi dengan kalian berdua, tapi cukuplah ibu yang tahu, ibu hanya kasihan dengan Nafeesa."
Ibu Anna memegang tangan anak menantunya dengan penuh iba dan kasih sayang.
"Ibu janji akan memperjuangkan hubungan rumah tangga kalian dari benalu itu," lirikan matanya seperti seseorang yang menangkap basah musuhnya.
Ibu Anna tidak henti-hentinya menatap tajam ke arah Lidya. Tatapan itu berhasil membuat Lidya salah tingkah.
"Nafeesa Kamu masuk ke dalam Kamarkmu untuk segera mengemasi semua barang-barang yang akan Kamu bawa."
Nafeesa hanya menganggukkan kepalanya, tapi belum berdiri juga dari tempat duduknya.
Ibu Anna menatap ke arah Lidya lalu berkata, "Lidya apa boleh ibu minta tolong nak?"
Ibu Anna tersenyum ke arah Lidya, senyuman itu mengandung kelicikan.
Lidya menolehkan kepalanya ke arah Ibu Anna, "Ibu ingin minta tolong apa sama saya?'
Lidya tersenyum sangat manis dan mulai berakting lemah lembut di hadapan mereka.
Ibu Anna tersenyum melihat reaksi dari Lidya yang membuatnya ingin muntah saja.
"Ya Allah apa yang dilihat putraku sama perempuan ini, hingga dia tega berkhianat?"
Andra menatap ke arah ibunya yang takut jika Ibunya bersiasat untuk mengerjai Lidya. Dia sangat tahu dengan karakter dari ibunya.
"Tolong bereskan meja makan, lalu cuci semua perabot dapur yang tadi Kami pakai memasak," jelasnya.
"What??" Lidya memutar jengah bola matanya saking tidak percayanya dengan permintaan dari ibu kekasihnya itu.
"Maaf apa kurang jelas perkataan ku atau Kamu tidak mengerti?" Ibu Anna ingin tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah Lidya yang terpojok dan seperti seseorang yang memendam amarahnya.
Wajahnya Lidya sudah memerah menahan amarahnya, ia ingin menolak dan memberontak permintaan dari calon Ibu mertuanya, tapi jika dia menolak itu sama saja Andra akan marah. Tetapi, jika menjalankan perintah dari calon mertuanya, bisa-bisa kuku cantiknya dan tangannya akan rusak dan kasar.
"Tiiidaakkkkk!!!"
Orang-orang terperangah melihat reaksi dari Lidya yang menurut mereka diluar kendali. Baru pekerjaan ringan seperti itu, dia sudah shock setengah mati.
Andra saja tidak menyangka, jika Lidya akan bersikap seperti itu. Padahal menurutnya ini kesempatan untuk mengambil hati Ibunya.
Kebahagiaan tidak menghampiri mereka yang memiliki segalanya, namun kebahagiaan akan menghampiri mereka yang berterus bersyukur atas nikmatnya.