Kelas hari ini akhirnya selesai. Ketiga teman yang saat ini sedang bersiap-siap untuk pulang akhirnya beranjak dari kursi mereka masing-masing.
"Kalian mau langsung pulang?" Tanya Ara.
"Iya." Jawab Fanya.
"Sin, ayo kita ke kos Fanya." Kata Ara.
Sinta bertanya, "Mau ngapain?"
"Aku mau beli es kelapa muda yang ada di dekat kos Fanya, nanti sekalian mau aku minum di kos Fanya."
"Es kelapa muda? Aku juga mau!" Seru Sinta.
"Ya sudah, kita semua ke kosku saja."
Setelah Fanya berkata demikian, mereka bertiga berjalan menuju parkiran motor untuk pergi ke tempat tujuan yang telah ditentukan. Ketika mereka berjalan menuju tangga, dari kejauhan Sinta melihat seseorang yang tidak asing. Ia pun menyeringai dan berkata, "Aku duluan, ya."
Perkataan Sinta membuat kedua temannya saling berpandangan. Mereka melihat ke arah depan di mana Sinta berjalan ke arahnya. Pandangan mereka melihat sekelompok lelaki yang juga sedang berjalan menuju tangga.
"Gawat!" Seru Ara yang membuat langkah mereka berdua semakin cepat.
"Hai, Kak!" Seru Sinta kepada empat lelaki yang ada di hadapannya.
Keempatnya menoleh dan membalas sapaan Sinta, "Eh, Sinta!"
Sebenarnya dari keempat lelaki, hanya tiga orang yang membalas sapaan Sinta. Satu orang hanya memutar bola matanya.
"Sudah selesai kuliahnya hari ini, Kak Bima?" Tanya Sinta kepada Bima, seseorang yang memutar bola matanya itu.
Ara dan Fanya mengedarkan pandangannya, mereka khawatir jika ada keberadaan orang lain yang tak diharapkan keberadaanya. Benar saja, ada sekelompok perempuan yang menatap tajam Sinta dari kejauhan dan berjalan mendekat. Ara dan Fanya pun berusaha untuk menarik Sinta pergi, namun itu adalah hal yang sia-sia untuk dilakukan.
Sinta kembali bertanya kepada Bima, "Kok diam saja, Kak? Kan aku bicara denganmu."
Di saat yang bersamaan, ada Zizi yang saat ini telah berada di samping Sinta dan berkata sesuatu kepadanya, "Ngapain di sini?"
"Pergilah." Kata Bima dingin kepada Sinta, namun Sinta justru berkata kepada Zizi, "Kau tak mendengarnya? Kak Bima meminta kau pergi." Terdengar suara tawa di belakang mereka yang tak lain berasal dari teman-teman Bima.
"Bima bicara denganmu, bukan aku!" Bentak Zizi.
"Memang, jika kau sudah tahu jika dia sedang berbicara denganku, seharusnya kau tak mengganggu. Sudahlah. Ayo, Kak. Kita pergi saja." Kata Sinta mengajak Bima pergi dan Zizi menatap Sinta tak percaya.
"Berani-beraninya kau! Sudah kubilang jangan mendekati Bimaku!" Sinta hanya memutar bola matanya dan mengabaikan ucapan Zizi tanpa berniat membalasnya. Zizi yang tahu jika dia diabaikan itu pun menarik tangan Sinta dan berkata, "Aku berbicara denganmu!" Sinta menghentakkan tangannya dan menatap Zizi tajam. Ia berkata dengan dingin, "Aku tak ada urusan denganmu."
Sinta pun berjalan mengikuti langkah Bima yang saat ini sudah jauh di depan. Ia mencoba berjalan di samping Bima, "Kak Bima mau pulang? Atau mau ke kantin?" Bima menghela napas sebagai jawaban atas pertanyaan Sinta.
Saat ini mereka berjalan menuju tempat parkir, tak ada langkah Zizi yang mengikutinya, hanya langkah kaki teman-teman Sinta dan Bima.
"Kakak mau pulang? Aku juga. Tapi tidak jadi, sebab aku dan teman-teman berencana untuk meminum es kelapa muda di kos salah satu temanku. Kakak mau ikut? Oh, tapi sepertinya tidak boleh. Karena kos itu hanya khusus untuk perempuan. Tapi jika kakak mau ikut membeli es kelapa muda saja, itu tidak masalah." Kata Sinta panjang lebar kepada Bima. Tak ada kata-kata balasan yang diucapkan oleh Bima, sehingga Sinta terus saja berbicara, "Oh, ya. Perempuan tadi, dia adalah temanmu? Kakak tahu? Tadi pagi dia juga berbicara denganku di toilet. Ia berbicara supaya aku menjauhi Kakak, tapi aku bicara kepadanya jika aku tak mau melakukan itu. Aku tak tahu jika masih ada orang seperti itu, yang mengancam orang lain supaya tidak mendekati orang yang dia suka."
Bima menolehkan pandangannya ke arah Sinta ketika Sinta mengatakan hal itu. Sinta pun membalas tatapan Bima dan berkata, "Kenapa?" Lagi-lagi tak ada jawaban, Bima memalingkan muka dan terus berjalan menghampiri motornya yang terparkir.
"Kakak tahu kan, jika aku akan menepati ucapanku sewaktu itu? Aku tidak akan mundur hanya karena perempuan itu mengancamku."
"Dia akan melakukan apapun untuk membuatmu berhenti." Akhirnya Bima bersuara.
"Kalau begitu aku juga akan melakukan apapun untuk tetap mendekatimu supaya Kakak merasa terganggu." Sinta berkata demikian dengan tertawa.
"Lebih baik kau menyerah. Orang sepertimu tak akan kuat menghadapiku, belum lagi Zizi."
Sinta mengerutkan dahinya dan berkata, "Oh, ya? Kita lihat saja nanti. Aku bukan orang yang mudah menyerah, kau tahu? Lagipula, seharusnya kau senang, Kak. Aku tak pernah memperlakukan lelaki lain seperti aku memperlakukanmu saat ini."
"Oh, kau tak pernah menganggu lelaki lain dengan keberadaanmu?"
Sinta tertawa, "Tidak, aku tak pernah mengejar cinta lelaki lain seperti saat aku mengejar cintamu." Mendengar ucapan Sinta dan ekspresi mengejek miliknya, Bima menatapnya tajam.
"Kenapa? Kakak harus bersyukur karena tak perlu mengeluarkan banyak tenaga. Biar aku yang berjuang mendapatkan cintamu." Bima mendecih dan segera memakai helmnya serta menaiki motornya.
"Menggoda seseorang tak pernah semenyenangkan ini." Kata Sinta kepada Bima. Bima yang tahu jika Sinta mengulangi perkataannya sewaktu itu pun memandanginya kesal sebelum melajukan motornya meninggalkan Sinta yang tersenyum menang.
Sinta tertawa kencang saat melihat ekspresi Bima yang kesal lalu berjalan menghampiri Ara serta Fanya yang saat ini berdiri di depan motor mereka.
"Ayo. Kita berangkat sekarang?" Tanya Sinta kepada kedua teman-temannya.
Mereka pun segera pergi untuk membeli es kelapa muda sebelum pada akhirnya sampai di kos Fanya. Mereka masuk dengan diikuti percakapan seputar kelakuan Sinta. Ia protes dengan hal-hal yang dilakukan Sinta hari ini, sebab hal itu bisa sangat membuat dirinya masuk ke dalam masalah.
"Berurusan dengan Kak Zizi itu merepotkan. Seharusnya kamu tahu hal itu." Kata Ara kepada Sinta ketika mereka telah sampai di kamar kos Fanya.
"Memangnya kenapa?"
"Kamu tidak tahu? Setiap perempuan yang mendekati Kak Bima dan ketahuan olehnya, pasti perempuan itu akan dilabrak oleh dia. Kejadian tadi pagi di toilet seharusnya membuatmu banyak belajar." Kata Fanya.
"Itu bukan apa-apa. Lagipula perempuan itu pasti hanya berani menggertak. Jika ia hanya melabrakku dengan cara itu, aku tak takut. Kalau pun ia memakai cara yang lain, aku juga tak akan gentar."
"Ayolah, Sin. Keputusanmu untuk mengganggu Kak Bima itu sudah merupakan keputusan yang sangat buruk. Apalagi saat ini ditambah dengan kamu yang secara terang-terangan menantang Kak Zizi." Keluh Ara.
"Kalian tak perlu memikirkan hal itu. Biar itu yang menjadi urusanku. Oh, Fanya. Aku hendak bertanya sesuatu kepadamu."
"Apa?" Tanya Fanya kepada Sinta.
"Kamu tahu media sosial Kak Bima?"
Ara yang mengerti arah pembicaraan Sinta itu pun berseru, "Jangan! Jangan diberi tahu!"
"Ya, aku tak akan memberitahumu."
Sinta mengerucutkan bibirnya, "Kalau kalian tak mau memberitahu, biar aku tanya kepada Mas Prada saja. Dia pasti mau memberitahuku." Ara dan Fanya pun saling berpandangan.
"Kalian seharusnya mendukungku, kan kalian tahu jika aku ingin memiliki kekasih seperti Bimasena?" Kata Sinta sambil tertawa keras.
"Oh, kalau begitu kami akan mendoakanmu supaya kamu dan Kak Bima bisa menjadi sepasang kekasih yang sesungguhnya." Kata Ara yang dibalas pelototan Sinta. Ia berkata, "Ish, kalian kenapa menganggap itu hal yang serius, sih? Aku hanya bercanda. Tak mungkin aku benar-benar mengejar cintanya. Aku hanya ingin mengganggunya dengan hal itu. Kalian tahu sendiri, bagaimana kesalnya Kak Bima saat aku menggodanya dengan hal itu, kan." Sinta berkata dengan senyum geli akibat mengingat ekspresi kesal milik Bima.
Ara dan Fanya saling berpandangan dan tersenyum satu sama lain, "Oh, tentu saja. Kami sangat tahu akan hal itu. Kami akan mendukungmu mendekati Kak Bima. Siapa tahu memang Kak Bima, Bimasena yang selama ini kau cari." Kata Ara diikuti tawa nyaring dirinya serta Fanya. Sinta hanya mencibir.
Mereka melanjutkan percakapan ke topik yang lain, mulai dari serial televisi yang baru saja tayang, makanan kesukaan, minuman kesukaan, serta cerita Sinta dan sahabatnya. Sinta banyak bercerita tentang sahabat-sahabatnya, termasuk Saka yang dulu pernah menjadi kekasihnya.
"Lalu kenapa kalian putus?" Ara bertanya kepada Sinta.
"Dia mengatakan jika dia menjadikanku kekasih supaya terlihat lebih unggul daripada lelaki yang lain. Memang sebelum dia menjadi kekasihku, ada beberapa lelaki yang mendekatiku. Namun mereka menyerah untuk melanjutkannya. Aku tahu jika responku terhadap mereka adalah respon yang buruk, itulah yang membuat mereka gagal mendapatkanku sebagai kekasih."
"Dan kamu sampai saat ini masih bersahabat dengannya? Biasanya, orang-orang akan membenci mantan kekasihnya. Jika aku berada di posisimu, aku pasti tak akan memaafkannya. Maksudku, dia tak benar-benar mencintaimu dan hanya menganggapmu sebagai piala yang ia dapatkan saja." Tanya Fanya tak percaya.
"Ya, tapi aku tak bisa melakukan itu. Tindakannya yang hanya menganggapku sebagai piala itu adalah kesalahan yang dia lakukan ketika ia menjadi kekasihku. Jadi, ketika aku memutuskan hubungan kami, dia kembali menjadi sahabatku."
"Astaga, kamu benar. Tak banyak orang yang akan melakukan hal yang kamu lakukan itu, Sin. Kamu benar-benar orang yang unik." Kata Ara yang membuat kedua temannya tertawa.
Tawa Sinta terhenti ketika ponsel Sinta berdering, ada pesan masuk dari Prada. Ketika Sinta membaca pesan itu, Sinta tersenyum senang.
"Aku sudah tau media sosial Kak Bima!" Seru Sinta senang yang membuat Ara dan Fanya memutar kedua bola mata mereka.
Setelah Sinta mendapatkan informasi mengenai media sosial Bima, ia segera mencari akun tersebut dan memencet tombol follow. Sinta melihat beberapa foto yang ada di media sosial Bima lalu mengiriminya pesan pribadi. Sinta mengirim beberapa pesan sebelum dia tak lagi bisa melihat foto profil Bima.
"Yah, aku diblokir." Kata Sinta yang diikuti tawa Ara dan juga Fanya.
"Makanya jangan terlalu agresif." Kata Ara yang membuat tawa Fanya semakin lantang.
Kejadian di mana akun media sosial Sinta diblokir oleh Bima membuat dirinya kesal dan berujung pada bubarnya acara main di kos Fanya. Ara dan Sinta pamit pulang, dan setelah Sinta sampai di rumahnya, ia mencoba menghubungi kedua sahabatnya. Sinta ingin bercerita tentang kejadian apa saja yang ia alami hari ini. Butuh beberapa menit sebelum kedua sahabatnya membalas pesannya di grup chat. Ponsel Sinta pun berdering.
"Kamu melakukan hal gila apa hari ini?" Tanya Ruri kepada Sinta.
"Tak banyak. Aku hanya melakukan beberapa hal yang kalian anggap gila." Sinta pun bercerita mengenai hal-hal apa saja yang telah terjadi padanya hari ini. Ia bercerita mulai dari Zizi yang melabraknya di toilet sampai Bima yang memblokir akun media sosialnya.
Terdengar suara tawa Ruri dan Saka di telepon, "Mungkin kamu terlalu agresif, Ta." Kata Saka.
Ruri menambahkan, "Saka benar."
"Kalian, tahu? Ara dan Fanya juga mengatakan hal yang sama."
"Memang benar. Kamu seharusnya tak melakukan hal itu."
Ruri sebenarnya merasa tak setuju dengan tindakan Sinta, sebab ia masih memiliki masalah yang belum terpecahkan. Ia takut, jika tindakan Sinta akan mengundang adanya teror yang menakutkan itu lagi. Namun sebenarnya Ruri juga lega, jika memang pelaku teror adalah Tama, saat ini ia tak bisa mengetahui siapa saja lelaki yang mendekati Sinta. Sebab Tama tak ada di sekitar mereka, Ruri pun memutuskan untuk mengikuti rencana Sinta untuk mendekati Bima, lebih tepatnya 'menganggu' Bima. Ia ingin tahu bagaimana jika Bima dan Sinta menjadi dekat.
"Mas Bima itu lelaki yang sulit untuk didekati, kamu tahu?" Tanya Saka.
"Ya, aku tahu. Jika aku melihat Kak Zizi, ia mengejar Kak Bima sejak pertama kali ia masuk di kampus ini. Itu tandanya ia telah mengejar cinta Kak Bima dua tahun lalu dan sampai saat ini ia belum juga mendapatkan cinta Kak Bima. Bahkan untuk perhatiannya saja, ia tak bisa mendapatkannya."
"Iya, kamu benar. Dia adalah alasan kenapa Mas Bima sering kabur ke rumahku."
"Kabur?" Tanya Sinta kepada Saka.
"Kabur bagaimana?" Ruri pun penasaran.
"Ya, kabur. Mas Bima sering datang ke rumahku karena dia bilang jika ada seorang perempuan yang selalu mengganggunya di kosnya. Jika mendengar ceritamu, sepertinya perempuan itu adalah Kak Zizi."
"Lho, Kak Zizi pergi ke kos Kak Bima?"
"Iya. Saat dia datang ke sana, ibu kos Mas Bima akan memberinya kabar, sehingga Mas Bima tak perlu pulang ke kos dan langsung menuju ke rumahku."
"Wow, tindakan yang dilakukan perempuan itu sangat ekstrem." Kata Sinta.
"Ya, sama seperti yang kamu sering lakukan." Kata Ruri mencibir Sinta yang membuat Saka tertawa.
"Lalu bagaimana?" Tanya Sinta.
"Apa yang bagaimana?"
"Aku tak bisa mengganggu Kak Bima jika akun media sosialku diblokir olehnya."
"Gunakan saja akun media sosialmu yang kedua." Saran Saka.
"Ah, dia pasti melakukan hal yang sama."
"Kalau begitu buat akun ketiga."
"Tidak, cara itu tak akan berhasil."
Terdengar Ruri menghela napas panjang, sebelum berkata, "Baiklah, begini saja. Berikan aku nama akun media sosial milik Kak Bima. Lalu akan aku coba untuk berbicara dengannya supaya kamu tak lagi diblokir olehnya."
Sinta tersenyum mendengar ide cemerlang milik Ruri, "Benar juga! Kalau begitu, kamu juga harus melakukan hal yang Ruri lakukan, Sa. Aku juga akan meminta tolong kepada Mas Prada, Kak Nuca, Kak Ino, Ara, serta Fanya untuk melakukan hal yang sama. Jadi, dia akan merasa terganggu." Kata Sinta sambil tertawa.
"Iya, aku akan melakukannya." Sahut Saka.