Foto dengan noda merah menjadi mimpi buruk bagi Ruri. Dirinya batal mengikuti les dan tak bisa tidur dibuatnya. Segala pikiran mengenai kedua sahabatnya itu bercampur aduk, Ruri dibuat pening olehnya. Saat dirinya mencoba beristirahat pun, pikiran-pikiran itu tak mau pergi dari otaknya. Mimpi indahnya berubah menjadi mimpi buruk sampai membuat dirinya terbangun dari tidur.
Ruri tahu jika mulai saat ini, sesuatu yang terlihat normal, terlihat biasa saja itu akan mengubah haluannya. Tak ada lagi Ruri yang bisa dengan mudah mempercayai orang lain, yang ada saat ini adalah Ruri yang waspada. Satu yang ia tahu, dirinya harus menyelamatkan sahabatnya, tapi dirinya tak tahu, sahabat mana yang memerlukan pertolongannya. Dan mulai saat ini, rasa pahit satu per satu naik ke permukaan.
Pagi hari menjelang acara promnight. Di pagi ini seperti biasa, Ruri menjemput Sinta untuk berangkat bersama ke sekolah.
"Kamu sudah siap pergi ke acara promnight?" Tanya Sinta saat Ruri datang menjemputnya di pagi hari.
"Iya." Jawab Ruri singkat.
Sinta yang saat ini memakai sepatu pun menghentikan kegiatannya itu. Ia menatap Ruri dengan tatapan menyelidik.
"Kamu sangat bersemangat untuk acara nanti malam, tapi kenapa kamu terlihat seperti tidak berselera membahasnya? Kamu sedang ada masalah dengan Banu?" Pertanyaan Sinta membuat Ruri tersadar akan sikap anehnya. Walaupun Sinta adalah orang yang cuek, tetapi dirinya adalah seorang sahabat yang peka. Mereka telah bersahabat sejak lama, hal itulah yang membuat Sinta banyak tahu mengenai sahabatnya yang satu itu.
Sinta mengenal Ruri sebagai sahabatnya yang lemah lembut, selayaknya seorang manusia, Ruri memiliki kekurangan. Ia memiliki kemampuan yang baik di dalam menyimpan masalah dan berakting seolah tidak terjadi apa-apa. Berbeda dengan Sinta yang akan sangat membutuhkan orang lain saat dirinya memiliki masalah. Hal itu sangat berbeda dengan Ruri, ia cenderung diam saja dan menutupi segala masalahnya itu dari orang lain. Itulah mengapa saat Sinta tahu ada gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Ruri, dirinya langsung bertanya sebabnya.
"Tidak, aku baik-baik saja dengan Banu. Hanya saja aku sedang memikirkan bagaimana nanti malam. Kamu punya Saka yang akan menemanimu berdansa atau bersenang-senang di saat promnight nanti, sedangkan aku? Aku mungkin akan sedih saat tak memiliki siapapun di sana untuk diajak berdansa." Kata Ruri sambil tersenyum masam.
"Oh, ayolah. Mungkin saja tak ada Banu di sana, tapi kamu punya kami. Kami tak akan membiarkanmu merasa kesepian atau sedih di acara promnight nanti. Kita akan bersenang-senang dan berdansa bertiga." Kata Sinta sambil berjalan menghampiri Ruri, ia datang untuk memeluk sahabatnya itu.
Ruri bernapas lega sebab sahabatnya itu tak merasa curiga atas sikap anehnya pagi ini, ia berkata, "Terima kasih."
"Tentu! Tapi pertama-tama, aku akan memakai sepatuku terlebih dulu dan kita akan pergi berangkat ke sekolah." Kata Sinta sambil menunjuk ke arah sepatunya yang baru terpasang satu.
Ruri tertawa dan mengangguk. Ia tahu sepertinya akan menjadi sulit setelah ini, sebab dirinya juga akan bertemu dengan Saka. Seperti dugaannya, Ruri berupaya sangat keras untuk bersikap biasa saja. Ia menahan tangis, menahan amarah, menahan bingung, dan banyak sekali yang ia rasakan.
"Oh iya, Ri. Kata Mas Prada, kemarin kamu ke rumah?" Tanya Saka tiba-tiba.
Ruri sudah mempersiapkan diri untuk pertanyaan itu, sehingga dirinya tak terlalu terkejut, "Iya, rencananya aku akan mengambil buku modulku. Tapi aku tidak jadi mengambilnya, sebab tidak ada kamu di rumah. Kemarin kakakmu sudah menyuruhku untuk mengambilnya sendiri di dalam tasmu, tapi tak aku lakukan." Kata Ruri setenang mungkin.
"Iya, Mas Prada bercerita jika dirinya telah menyuruhmu mengambil buku modulmu sendiri. Tapi aku tahu jika kamu tak akan mau melakukannya, dan saat aku lihat ke dalam tasku, benar saja buku modulmu masih ada di dalam sana." Jelas Saka sambil memberikan buku modul Ruri.
"Iya, kemarin juga kakakmu sedang buru-buru ke kamar mandi."
"Kamu bilang jika kamu tidak membutuhkan bukumu, jadi aku tak jadi mengantarkannya ke rumahmu kemarin. Maaf ya, seharusnya aku tetap mengantarkannya."
"Tidak apa-apa, saat kamu menelepon kemarin memang aku mengatakan hal yang sebenarnya, tapi setelah aku sadar jika buku lesku ada di dalam modul itu, jadilah aku harus mengambilnya."
"Lalu bagaimana dengan lesmu? Kemarin kamu tetap pergi les?"
"Tidak, aku tidak pergi."
"Yah, maaf ya, Ri. Aku tak mengangkat teleponmu kemarin, dan juga tak sempat mengecek ponselku."
"Tidak masalah, santai saja, Sa." Kata Ruri sambil mencoba tersenyum semanis mungkin.
Mereka saat ini menonton acara final lomba di hari terakhir sebelum malam nanti akan menghadiri acara promnight. Di acara malam ini, Ruri berencana untuk menemui seseorang dan berbicara kepadanya saat kedua sahabatnya sibuk berdua. Ia berharap jika malam ini akan berjalan sesuai dengan apa yang ia rencanakan.
Semua lomba baik tim atau individu telah menemukan pemenangnya masing-masing dan pada pukul dua, semua orang bersiap untuk pulang, termasuk Sinta, Ruri, dan juga Saka.
"Aku sangat tidak sabar untuk malam nanti." Kata Sinta kepada sahabat-sahabatnya.
"Iya, nanti akan menjadi promnight pertamaku." Ruri menambahkan.
"Sampai jumpa nanti, Sa." Pamit Sinta sebelum ia berjalan ke halte bersama dengan Ruri.
"Ya, jangan berdandan terlalu cantik. Aku tak mau jika nanti kecantikanmu bersinar terlalu terang, sebab nantinya aku tak akan bisa memandang wajahmu tanpa memicingkan mata." Goda Saka dan Sinta tertawa.
Waktu di mana Sinta dan Ruri membicarakan gaun untuk promnight, telah terealisasikan keesokan harinya saat mereka berdua pergi untuk membeli gaun pesta. Sinta dan Saka telah mendapatkan kesepakatan warna baju apa yang akan mereka berdua pakai di acara promnight. Sinta dan Ruri bersepakat untuk berdandan di rumah Sinta, mereka nantinya akan dijemput oleh Saka menggunakan mobil milik mamanya di sana.
Malam pun tiba, Sinta dan juga Ruri telah siap dengan balutan gaun dan riasan wajah yang elok. Sinta memakai gaun berwarna krem dengan model gaun yang salah satu lengannya terbuka dan terdapat layer di bagian dadanya. Panjang gaun selutut dengan memanjang ke belakang yang berhasil membuat kaki jenjangnya itu tampak indah, ditambah dengan sepatu block heel yang berwarna senada dengan gaun yang dipakainya membuat penampilannya semakin memukau. Rambut yang digulung ke atas mengekspos leher Sinta dengan jelas, terlihat beberapa anak rambut yang sengaja dibebaskan di sisi kanan dan kiri wajahnya. Riasan wajah yang lembut namun tegas itu ditunjukkan oleh warna gincu yang merah gelap. Malam ini Sinta sangat terlihat berani dengan tampilan elegannya.
Berbeda dengan Ruri yang memakai gaun berwarna baby blue. Ia tetap ingin menunjukkan kepribadiannya yang lemah lembut itu, dengan rambut yang tergerai dan anak rambut yang diikat ke belakang sangat menunjukkan sisi dirinya yang riang. Gaun selutut dengan lengan gaun pendek itu dibalut pas oleh brokat tipis, tak lupa dengan hiasan pernak-pernik yang melingkari gaun bagian perutnya. Ia memakai riasan tipis nan manis, dengan sentuhan gincu berwarna soft pink. Kakinya tampak manis dengan flare heel yang membungkus kakinya.
"Astaga kalian cantik sekali!" Seru Bunda dengan riang. Terlihat Ayah yang menyetujui ucapan Bunda dengan menunjukkan gerakan seperti mengusap air mata.
"Ayo kalian foto dulu sebelum Saka datang menjemput." Mereka pun melakukan beberapa pose untuk berfoto, lalu terdengar deru mobil memasuki halaman rumah Sinta.
Sinta dan Ruri datang menemui Saka, terlihat Saka yang mengobrol dengan kedua orang tua Sinta. Ia tampak sangat tampan dengan balutan jas berwarna senada dengan Sinta. Jas berwarna krem yang dipadukan dengan kemeja hitam. Celana hitam membalut sempurna kaki tinggi milik Saka itu. Saat dirinya menyadari kehadiran kedua sahabatnya itu, ia pun menoleh.
Saka terdiam, mematung ketika pandangan matanya menangkap sosok kekasihnya dengan balutan gaun indah di hadapannya itu. Matanya dengan lekat menatap, bibirnya tak mampu berkata-kata.
"Aku menyesal tak membawa kaca mata hitamku, sebab malam ini kamu sangat bersinar." Kata Saka pada akhirnya.
Sinta tersenyum, "Maafkan aku, aku tak bisa berdandan secara biasa saja, karena sepertinya memang aku sudah terlalu cantik dari sananya."
"Tentu saja."
Ruri tertawa sampai dirinya menangis. Melihat itu, Sinta menghampiri sahabatnya dan bertanya kenapa. Ruri hanya bertanya jika ia terharu melihat kedua sahabatnya bahagia. Lagi-lagi dirinya harus berbohong, sebab sebenarnya, alasan Ruri menangis adalah karena sebuah fakta mengerikan yang baru ia dapat sehari sebelumnya.
Mereka pun pergi menuju sekolah untuk menghadiri acara promnight. Saat tiba di pelataran sekolah, terlihat aula sekolah yang menyala dipenuhi lampu-lampu hias dan banyaknya siswa dan siswa yang berdiri di sekitarnya. Mereka memakai gaun dan tuksedo dengan warna dan model yang beragam, menambah kerlip indahnya malam ini.
Suara musik memekakkan telinga ketika ketiga sahabat ini memasuki ruang aula. Sinta berjalan dengan mengamit tangan Ruri dan tangan satunya digenggam oleh Saka. Mereka berjalan beriringan, diikuti oleh pandangan mata orang-orang yang ada di dalam aula. Banyak yang menyapa dan memandang mereka dengan tatapan takjub, sebab melihat penampilan memukau milik ketiganya.
"Aku ingin kita bertiga bersenang-senang malam ini!" Kata Sinta kepada kedua sahabatnya yang dihadiahi sebuah anggukkan.
Acara promnight pun dimulai, Sinta menarik tangan kedua sahabatnya untuk berdansa. Mereka bergerak mengikuti irama musik dan tak lupa saling berbagi tawa. Di tengah-tengah acara, Saka pamit untuk mengambilkan kedua sahabatnya ini minum. Sinta dan Ruri menatap Saka dengan kedua tatapan yang berbeda satu sama lain, dan mereka mengangguk. Saka pun segera berjalan menjauh, hilang dari pandangan kedua sahabatnya ini.
Beberapa menit setelah Saka pergi untuk mengambilkan Sinta dan Ruri minuman, lampu yang menerangi aula mati. Terdengar teriakan dari beberapa anak yang terkejut sebelum lampu-lampu kembali nyala dan menyorot ke atas panggung. Di sana ada seseorang yang berdiri. Sinta dan Ruri memandang ke arah panggung dan terkejut saat mengetahui Saka berdiri dengan lampu yang menyorot ke arahnya di sana. Ia menatap balik ke arah dua sahabatnya ini, lebih tepatnya ia menatap mata sang kekasih. Perlahan, alunan musik terdengar.
"Everywhere that I go, everywhere that I be. If you were not surrounding me with your energy." Saka mulai menyanyi.
Sinta terpaku dibuatnya. Ia memandang kekasihnya takjub, sama sekali tak menyangka jika Saka akan melakukan hal itu. Saka terus bernyanyi dan menghipnotis mata semua orang yang ada di dalam aula.
Saat Saka memasuki bagian reff, "And yes, I'm a mess but I'm blessed to be stuck with you. Sometimes it gets unhealthy." Ruri memandangi sahabatnya yang berdiri di sebelahnya. Ia mati-matian untuk menahan tangisnya supaya tidak tumpah. Ia tahu lagu yang sedang dinyanyikan oleh Saka itu dan lagu itu sangat membuatnya merasakan rasa sedih yang sangat mendalam.
Lagu yang berjudul Blessed milik Daniel Caesar ini berhasil dinyanyikan ulang dengan cara Saka. Dirinya bergerak, berjalan turun mendekati Sinta dan menggenggam tangan kekasihnya itu. Saka terus bernyanyi di hadapan Sinta sembari menatap mata kekasihnya itu lekat, Sinta pun tersenyum ke arah Saka hingga lagu tersebut selesai Saka nyanyikan.
Sorak sorai penonton memenuhi ruang aula. Mereka menyoraki sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara itu. Ruri menatang kedua sahabatnya dan ia tak lagi mampu menahan air matanya. Ia menangis, Sinta menghampiri, diikuti oleh Saka dan Sinta pun memeluk Ruri. Mereka mencoba menenangkan Ruri yang terharu melihat mereka berdua, padahal yang terjadi sebenarnya bukan karena itu.
Promnight berjalan baik kala itu. Musik dan tawa saling melengkapi suasana bahagia yang dirasakan oleh siswa SMA Pemuda Nusantara. Termasuk Sinta dan Saka. Mereka menikmati malam yang penuh dengan kerlip lampu, malam itu lampu-lampu di hati mereka juga menyala. Mereka memancarkan hangatnya kebahagiaan di hati mereka. Namun tanpa mereka tahu, di malam itu sahabat mereka bermuram durja. Ruri merasakan sedih yang teramat sangat dan berusaha sekuat tenaga untuk menutupinya.
"Setelah ini kita akan mengumumkan sepasang nama yang menjadi pasangan raja dan ratu acara promnight!" Seru pembawa acara promnight.
"Di tanganku sudah ada amplop yang berisi nama dari pasangan raja dan ratu. Sebab aku yang sudah penasaran, tentu sama juga dengan kalian, jadi langsung saja kita buka. Pasangan raja dan ratu malam ini adalah... ."
Semua orang menunggu hasil dengan tidak sabar, "Saka dan Sinta!" Tentu saja mereka berdua, sebab siapa yang tidak tahu dengan pasangan fenomenal di SMA mereka ini.
Semua orang bertepuk tangan, Ruri pun mendorong kedua sahabatnya ini untuk maju ke atas panggung. Sinta dan Saka tertawa sambil menggandeng tangan satu sama lain menuju ke atas panggung. Mereka naik dan segera di pasangkan mahkota masing-masing.
"Bagaimana perasaan kalian telah terpilih menjadi raja dan ratu malam ini?" Tanya pembawa acara kepada Sinta dan Saka.
"Kami sangat tidak menyangka. Kurasa kami tak pantas kalian pilih untuk menjadi raja serta ratu kalian, sebab aku bukanlah sosok yang bisa menjadi panutan. Siapa yang mau memiliki ratu yang bar-bar sepertiku ini?" Perkataan Sinta mengundang tawa banyak orang.
"Justru mereka benar telah memilihmu, sebab raja sepertiku memang seharusnya memilikimu sebagai ratunya." Timpal Saka.
"Ah, memang kalian adalah pasangan yang tepat untuk menjadi raja dan ratu. Baiklah, kita akan melanjutkan acara kita, yakni dansa. Raja dan ratu kita akan memulai dansa kita malam ini, silakan."
Sinta dan Saka berjalan ke tengah tempat dansa. Mereka menatap mata Ruri untuk mengajaknya bergabung, namun Ruri memperlihatkan gestur tangan yang mempersilakan mereka berdua saja yang berdansa. Lalu dansa pun dimulai. Kedua tangan Sinta ia kalungkan ke bahu Saka dan kedua tangan Saka memegangi pinggul kekasihnya itu. Musik mulai terdengar di telinga, sorot lampu diturunkan sehingga tercipta kesan romantis.
Sinta dan Saka sangat bahagia dan tak menyangka mereka akan menjadi raja dan ratu di acara promnight. Malam itu mereka berdansa dengan sepasang mata yang tak henti-hentinya saling menatap. Pancaran dari tatapan itu penuh dengan rasa bahagia hingga rasanya menimbulkan iri orang-orang yang melihat. Gerakan kaki maju dan mundur begitu serasi dengan iringan musik, kalungan tangan yang mereka kait satu sama lain pun menambah kesan intens. Romantisme membuat pandangan mereka kabur, mereka lupa dan tak sadar dengan keadaan sahabat mereka, Ruri.
Di sisi lain, Ruri berjalan menjauh dari pusat dansa. Ia mencoba untuk menemui seseorang. Saat dirinya berjalan menjauh dan menyapukan pandangannya ke sekitar, ia belum juga menemukan seseorang yang ia cari. Lalu ketika ia memutuskan untuk berkeliling aula, ia akhirnya berhasil menemukan orang yang sedari tadi ia cari. Tanpa banyak tanya, Ruri segera melangkahkan kakinya menghampiri orang itu untuk menjalankan rencananya.
Seseorang itu sedang berdiri menatap ke arah tempat dansa. Menyadari ada seseorang yang berjalan menghampiri dirinya, ia pun menolehkan pandangan. Ia menatap aneh ke arah Ruri yang berjalan mendekatinya.
"Aku ingin berbicara denganmu." Kata Ruri.