"Jujur, saya tidak tahu harus bersikap bagaimana. Saya tahu ini tugas. Saya tahu ini cara untuk mencari nafkah. Saya tahu ini takdir. Tapi di satu sisi, saya juga marah karena anda menyeretnya dalam kematian", ucap Ibu Elsa membuka percakapan.
"Maaf…", ucap Aiden.
"Saya tahu bahwa anda adalah orang yang baik. Anda adalah pahlawan rakyat. Walaupun begitu, rasanya tetap sulit", kata ibu Elsa dengan sesenggukan.
"Maaf… Saya bukan pahlawan. Saya hanyalah manusia biasa yang ingin memperbaiki keadaan tapi malah merusaknya", jawab Jenderal Aiden dengan pelan.
Ibunya Elsa menangis lagi. Dia masih kaget dengan apa yang terjadi pada suaminya. Pemakaman baru saja digelar beberapa jam yang lalu. Rumah yang dia tinggali, tak lagi sama mulai sekarang. Jenderal Aiden berusaha menenangkan dan menguatkan ibunya Elsa. Dia juga memberikan bingkisan. Bukan untuk menggantikan suaminya, namun untuk bekal Elsa dan ibunya untuk tujuh hari ke depan.
"Jika anda membutuhkan bantuan. Anda bisa menghubungi saya seperti biasanya. Anda sudah tahu caranya", kata Jenderal Aiden.
"Terima kasih, Jenderal", jawab ibu Elsa.
Jenderal Aiden segera berpamitan dengan ibunya Elsa dan Elsa. Begitu keluar rumah, ternyata hari sudah berganti malam. Jenderal Aiden memutuskan untuk kembali markas timnya. Jalan menuju markas berlawanan dengan jalan menuju istana jika berangkat dari rumah ibunya Elsa. Jenderal Aiden berkuda melewati hutan dan perbukitan untuk pulang ke markas.
Dari kejauhan, terlihat jelas cahaya menembus gelapnya malam. Cahaya itu berasal dari banyaknya api obor yang bersatu dalam sebuah desa. Desa itu adalah desa Lumina. Desa Lumina adalah desa di sebelah utara Kerajaan Eldamanu dan berada di pesisir pantai dekat pelabuhan.
Grizelle berjalan kaki menuju Desa Lumina. Dia menenteng sebuah karung. Tampak dari jauh rumah-rumah kayu berjajar berlantai baru di ujung jalan.
"Sudah dekat ya…", ucap Grizelle pada dirinya sendiri.
Grizelle segera mempercepat langkahnya. Wajahnya terlihat lelah tapi dia berusaha menahan diri. Terlintas di bayangannya sebuah penginapan yang nyaman untuk meluruskan punggungnya.
Seorang pria penjaga pintu gerbang berwajah masam mengangkat obor yang dia bawa. Terlihat Grizelle yang sudah tiba di depan gerbang. Jubah putihnya sudah kotor. Dia yang kehabisan napas meletakkan karung yang dia bawa. Lalu mengatur napasnya kembali sambil melihat ke arah penjaga gerbang.
"Mau ke mana, Nona?" tanya penjaga.
"Saya mau mencari penginapan", jawab Grizelle.
"Apa yang anda bawa?" tanya penjaga sambil melirik ke bawah.
"Ini kerang hijau. Saya bawa dari pantai. Saya tidak punya apapun. Jadi, aku bawa kerang ini sebagai alat pembayaran", jawab Grizelle.
"Tidak ada penginapan di sini yang bisa dibayar dengan kerang. Tapi jika beruntung, nona bisa tinggal di rumah penduduk biasa dan memberikan kerang ini sebagai ucapan Terima kasih", kata penjaga.
"Baik, Pak. Terima kasih. Tidak apa-apa", jawab Grizelle mengiyakan.
Pria penjaga gerbang segera keluar dari posnya. Terdengar suara kayu berderit yang berat dari balik pintu. Pintu gerbang setinggi dua kali orang dewasa terbuka perlahan. Grizelle segera masuk ke dalam walau pintu baru terbuka sedikit. Lalu pintu ditutup lagi.
"Terima kasih", ucap Grizelle.
Namun penjaga pintu hanya diam. Memandang Grizelle dengan penasaran sambil mengangkat obornya. Pandangannya mengarah pada motif semanggi pada jubah putihnya yang kotor.
"Sepertinya aku familiar dengan jubah semanggi itu. Pernah lihat di mana ya?" gumam penjaga gerbang.
Grizelle yang gugup dan ketakutan berjalan melewati jalanan terlihat luas karena sepi. Dia hanya melihat rumah-rumah penduduk yang sudah tertutup rapat dan gelap di kanan dan kirinya. Apesnya, Grizelle tidak bawa penerangan apapun termasuk obor. Terpaksa, dia harus berjalan menerobos jalanan yang gelap gulita.
Hanya ada satu cahaya di depannya. Cahaya itu terlihat kecil di ujung jalan. Grizelle berjalan ke arah cahaya itu. Dia tidak memperdulikan apa yang ada di kanan dan kirinya. Di pikirannya hanya ada kata maju, maju, dan maju secepatnya.
Grizelle sudah dekat dengan satu-satunya pusat cahaya yang ada di Desa Lumina. Dia menggerakkan bibirnya seakan sedang berbisik. Dia melatih kata-kata apa yang dia ucapkan jika tempat yang dia tuju ternyata warung remang-remang yang bercahaya terang.
Sudah tengah malam. Hanya ada satu tempat yang buka di Desa Lumina. Cahaya dari tempat itu bersinar terang. Tampak papan nama "Jual Beli Mimpi" Di bawah papan nama itu ada banyak warga yang berlalu lalang.
"Dipilih, dipilih, dipilih! Besok pagi harga naik!", teriak seorang pria sambil memegang segepok kertas.
Tak jauh dari pria itu, berdiri Grizelle yang kaget dan tak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Jual Beli Mimpi? Memangnya bisa? Caranya?" tanya Grizelle dalam hati.
Muncul ide di kepala Grizelle. Namun Grizelle mengabaikannya. Niatnya Grizelle masuk ke Desa Lumina adalah untuk mencari tempat menginap sementara. Syukur-syukur jika besok dia berhasil mendapat pekerjaan di sini. Grizelle bertanya dengan seorang warga yang masih mengantri di bagian paling belakang.
"Permisi, di sini ada penginapan yang bisa dibayar belakangan?", tanya Grizelle.
"Maksudnya?", tanya balik seorang perempuan yang cukup tua.
"Saya butuh tempat menginap. Tapi saya tidak punya uang. Saya hanya punya kerang ini", jawab Grizelle sambil mengangkat karungnya.
"Tidak usah cari penginapan. Menginap di rumahku saja. Saya tinggal sendirian kok. Tapi ya… Fasilitasnya seadanya", jawab ibu itu.
"Tidak apa-apa, Bu. Saya mau", jawab Grizelle.
"Syaratnya satu. Kamu harus mau menungguku. Seperti yang kamu lihat. Antrian masih panjang", kata ibu itu.
"Baik, Bu. Tidak apa-apa. Terima kasih banyak, Bu", ucap Grizelle senang.
Grizelle duduk di bawah pohon. Dia menunggu ibu itu hingga kembali. Semakin lama antrian semakin maju. Walaupun begitu, jaraknya masih jauh dari pintu masuk. Grizelle yang sedang duduk mulai mengantuk.
"Nak, bangun! Sudah selesai. Kita pulang sekarang!", kata ibu membangunkan Grizelle.
Grizelle membuka mata. Alangkah kagetnya, hari sudah pagi. Di pagi itu, Grizelle pergi bersama seorang perempuan tua yang ditemuinya di toko jual beli mimpi. Mereka berjalan cukup jauh, melewati pasar, sawah, kebun teh, dan hutan.
Akhirnya mereka tiba di sebuah rumah bambu. Ada meja dan lemari di depan rumah itu. Kasihan dengan Grizelle yang compang-camping, perempuan tua itu menyuruh Grizelle mandi dan ganti baju. Grizelle memberikan kerang pada ibu itu sebagai tanda terima kasih.
Begitu selesai mandi, Grizelle mencari ibu tua yang tadi. Ibu tua itu tidak ada di rumah. Dia kemudian pergi ke depan. Ternyata, ibu itu sedang menata makanan di meja depan.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Grizelle.
"Anda bisa membantuku menyiapkan dagangan. Duduk saja di sini!" kata ibu itu.
Ternyata ibu itu berjualan makanan. Meja dan lemari yang di depan rumah itu digunakan sebagai lapak dagangannya. Grizelle membantunya menata makanan di meja dan di lemari.
"Rumah ini dekat dengan istana. Jadi, banyak orang berlalu lalang di sini. Ada banyak orang yang bekerja di istana. Saat jam istirahat, biasanya mereka pergi keluar dan membeli makanan di sini. Di dekat sini juga ada markas tentara Eldamanu. Tentara-tentara itu juga terkadang makan di sini", kata ibu tua itu.
Ibu tua itu teringat dengan apa kata penjual mimpi. Ibu tua itu ingin menjual mimpinya untuk modal dagang. Ibu itu bermimpi kejatuhan tahi burung. Banyak warga yang bilang kalau muncul mimpi seperti itu, itu pertanda kalau dia akan mendapat banyak uang. Oleh karena itu, dia ingin menjualnya.
Flashback
"Pak, saya mau jual mimpi saya. Hanya mimpi ini yang saya punya", kata ibu tua.
"Baiklah. Mimpi apa yang anda punya?" tanya penjual yang berpenampilan seperti peramal.
"Saya mimpi kejatuhan tahi burung", jawab ibu itu.
"Baiklah, saya periksa dulu", kata penjual mimpi.
Penjual itu langsung mengangkat beberapa barang kayu seperti stik es krim sambil membaca mantra. Dia juga meniup dupa yang ada di depannya. Setelah mantranya selesai, penjual mimpi segera membanting barang kayu yang dia pegang ke meja.
"Anda yakin mau menjual mimpi anda?" kata penjual mimpi.
"Hanya mimpi yang bisa saya jual untuk mendapat uang. Uangnya akan saya pakai untuk membeli makanan", kata ibu tua.
"Jika demi uang, anda tak perlu menjualnya karena anda akan mendapatkannya pagi ini", kata penjual.
"Caranya?" tanya ibu tua.
"Anda akan bertemu dengan seseorang asing. Orang itu akan membawa anda ke istana", jawab penjual mimpi.
"Istana?" tanya ibu tua keheranan.
"Ya, benar. Ke istana. Istana kerajaan Eldamanu", kata penjual mimpi dengan yakin.