Kerajaan Eldamanu, Tahun 1350
"Lapor! Misi telah selesai. Semua bajak laut sudah kami kalahkan. Sebagian dari mereka menjadi tawanan dan kini di kurung dalam penjara Eldamanu. Ada 15 prajurit yang gugur dalam pertempuran ini", lapor Jenderal Aiden.
"Kerja bagus. Selamat!" puji Raja.
"15 ORANG MENINGGAL YANG MULIA! Apa yang bagus dari itu?" teriak Jenderal Aiden marah.
"Pertama, saya turut mengucapkan belasungkawa untuk para pahlawan Eldamanu yang telah gugur beserta keluarganya. Kedua, terima kasih sudah berjuang dan melakukan yang terbaik untuk menjalankan misi", ucap Raja Eldamanu.
"Sampai kapan? Sampai kapan perang seperti ini berakhir?" tanya Jenderal Aiden sinis.
"Entahlah!" jawab Raja Eldamanu.
"Entahlah? Hanya itu jawaban, Yang Mulia?", sindir Jenderal Aiden.
Raut wajah Raja Eldamanu yang awalnya sedikit santai kini berubah tegang. Wajahnya mulai memerah. Raja yang awalnya duduk tegak di kursinya, sekarang dia menyandarkan punggungnya di kursi.
"Lantas? Kau ingin aku mengucapkan kalimat 'kami akan memandangnya dari sudut pandang positif', seperti politikus lain?" jawab Raja sinis.
"Itu omong kosong yang artinya tidak akan berhasil", balas Jenderal Aiden.
"Atau kami akan mengambil inisiatif dan memeriksanya", kata Raja.
"Itu bahasa politik yang lebih parah lagi", ucap Jenderal Aiden.
"Bagaimana kalau aku bilang, mari kita hadapi bersama?" tanya Raja menggoda Jenderal Aiden.
"Baiklah. Lupakan saja tentang ini. Bolehkah saya minta cuti satu tahun? Sudah lama aku tidak merasakan hidup yang damai", pinta Jenderal Aiden.
"Tidak satu tahun. Tapi aku bisa memberimu cuti 2 minggu untuk berduka", kata Raja.
"Mulai hari ini?", tanya Jenderal Aiden.
Raja diam. Raja berpikir. Jenderal Aiden bukanlah jenderal biasa. Jenderal Aiden adalah seorang jenderal tertinggi se-kerajaan Eldamanu. Dia adalah tangan kanan raja. Prestasinya luar biasa. Tingkat kemenangan yang dia raih dalam peperangan sangat tinggi. Padahal, usianya baru 34 tahun pada tahun ini. Itulah mengapa Aiden berani mengucapkan hal-hal yang membagongkan di depan Raja.
"Baiklah. Mulai hari ini, Jenderal Aiden Woody Blair saya beri waktu cuti selama 2 minggu", perintah Raja Eldamanu memecah keheningan.
"Baik. Terima kasih, Yang Mulia Raja Orlen", ucap Jenderal Aiden.
Raja Eldamanu yang sekarang bernama Orlen. Beliau sudah memimpin Kerajaan Eldamanu sejak tahun 1332 hingga sekarang. Sejak tahun 1332 Raja Orlen dan Jenderal Aiden berjuang bersama-sama untuk membebaskan Kerajaan Eldamanu dari pengaruh Kerajaan Jamujunu secara bertahap. Itulah mengapa Jenderal Aiden sangat lelah dengan segala pertumpahan darah yang terjadi.
Sejarah panjang antara Kerajaan Jamujunu dan Kerajaan Eldamanu dimulai sejak tahun 1200-an. Bahkan sudah dimulai sejak tahun 900-an. Salah satu peristiwa penting yang merubah sejarah kedua kerajaan ini adalah saat Kerajaan Jamujunu menyerang Kerajaan Eldamanu pada tahun 1232.
Kerajaan Jamujunu menyerang Kerajaan Eldamanu dengan pasukan militer bersenjata lengkap tahun 1232. Saat itu, Kerajaan Eldamanu hanyalah kerajaan biasa yang hidup damai dengan pertanian dan hasil laut. Kekuatan militer Eldamanu jauh lebih lemah daripada Jamujunu. Kerajaan Jamujunu menyerang dengan sekitar lebih dari 10.000 prajurit sedangkan Eldamanu hanya punya prajurit sekitar 6000 orang. Senjata pasukan Jamujunu juga lebih canggih dari Eldamanu.
Invasi Kerajaan Jamujunu berlangsung selama tahun 1232 hingga 1271. Hidup dalam negeri yang terjajah sangat tidak nyaman. Sejak tahun 1260, berbagai perjanjian antara Jamujunu dan Eldamanu mulai diberlakukan. Akhirnya, perang dihentikan pada tahun 1271. Sebagai bayarannya, Kerajaan Eldamanu harus mau menjadi negara boneka. Sejak tahun 1272, Eldamanu menjadi boneka di bawah kekuasaan Jamujunu.
Karir militer Jenderal Aiden dimulai pada tahun 1335. Pada tahun ini, di Gaharunu meletus pemberontakan tembok putih melawan Jamujunu. Eldamanu wajib membantu Jamujunu dalam pertempuran ini karena masih menjadi negara boneka. Untungnya sejak tahun 1325, tentara sudah menjadi profesi dalam lingkup pegawai negeri sipil. Para tentara profesional ini digaji dengan uang pajak negara. Saat dipanggil untuk bertempur dalam pemberontakan tembok putih, Eldamanu sudah siap dengan pasukan tempur yang profesional.
Pasukan militer yang dikirim ke Jamujunu pada tahun 1335 adalah pasukannya Jenderal Aiden. Ternyata pasukan Jenderal Aiden menang. Mulai hari itulah, masyarakat Eldamanu mengenal Jenderal Aiden. Dia dikenal sebagai Jenderal terkuat dan terbaik di seluruh Kerajaan Eldamanu.
Sepulang dari pemberontakan tembok putih, Jenderal Aiden melaporkan pada Raja Orlen bahwa Jamujunu mulai lemah. Kemudian, Raja Orlen memerintahkannya untuk membebaskan kembali wilayah bagian barat dan selatan. Wilayah bagian barat Eldamanu dikuasai oleh Jamujunu. Wilayah bagian selatan dikuasai oleh Gaharunu. Hasilnya, Kerajaan Eldamanu memiliki wilayah yang lebih luas di tahun 1340 hingga sekarang. Jenderal Aiden kini semakin terkenal sebagai pahlawan rakyat.
Jenderal Aiden tidak langsung pulang ke markas setelah meminta cuti. Dia memilih untuk mengunjungi keluarga dari kapten kapal. Kapten kapal meninggal terkena tembakan meriam dari bajak laut Tirtanu. Setelah berkuda cukup jauh, melewati banyak desa, akhirnya tibalah Jenderal Aiden di rumah kapten.
"Tok… tok… tok… !" Jenderal Aiden mengetuk pintu kayu.
Rumah kapten sangat sederhana. Terasnya berlantai tanah. Dinding rumahnya terbuat dari kayu ek. Hanya ada dua buah kursi panjang dan satu meja yang diletakkan di teras.
Beberapa saat kemudian, muncul suara tapak kaki mendekat dari balik pintu. Bunyi kunci yang terbuka terdengar. Akhirnya, pintu mulai bergerak ke arah depan. Muncullah kepala gadis kecil berambut panjang dari balik pintu.
"Jenderal Aiden?", sapa gadis itu tersenyum manis.
"Halo Elsa, Apa kabar? Lama tak jumpa", sapa Jenderal Aiden dengan senyum yang dipaksakan.
Jenderal Aiden dan kapten kapal adalah sahabat karib sejak berada di pendidikan militer yang sama. Aiden juga hadir di pernikahan sang kapten. Dia juga sering berkunjung ke rumahnya dan bermain bersama anaknya. Itulah mengapa, Elsa (putri sang kapten) mengenal Aiden dengan baik.
"Jenderal mencari ayah? Maaf… ayah tidak ada di rumah. Dia sedang pergi ke surga. Aku tidak tahu pulangnya kapan", kata Elsa yang menutupi badannya dengan badan pintu.
Seketika, air bening menetes dari mata Jenderal Aiden ketika mendengar perkataan polos dari Elsa. Elsa yang berusia 7 tahun, ternyata masih belum paham konsep kematian. Jenderal Aiden mendongakkan kepalanya, menghadap langit untuk menahan laju air matanya. Dia juga menghirup lagi cairan yang hampir keluar dari hidungnya beberapa kali.
"Tidak apa-apa. Apakah ibumu ada di rumah?", tanya Jenderal Aiden dengan sesenggukan.
"Ada. Sebentar, aku panggilkan", jawab Elsa sambil membuka pintu lebar-lebar.
Beberapa saat kemudian, ibu Elsa datang. Beliau mempersilakan Aiden untuk masuk dan duduk di dalam rumahnya.
"Saya mohon maaf atas kejadian ini. Saya tidak tahu apakah, saya masih berhak untuk berduka", kata Aiden dengan suara yang bergetar dan kepala yang menunduk.
Diam. Istri kapten kapal sekaligus ibu Elsa hanya merespon ucapan Aiden dengan diam. Situasi sangat canggung, serba salah, serba tidak nyaman bagi ibu Elsa dan Aiden. Sesaat setelahnya, ibu Elsa mulai meneteskan air mata. Jenderal Aiden hanya bisa terdiam saat itu. Untungnya, hal itu tidak berlangsung lama.
"Jujur, saya tidak tahu harus bersikap bagaimana. Saya tahu ini tugas. Saya tahu ini cara untuk mencari nafkah. Saya tahu ini takdir. Tapi di satu sisi, saya juga marah karena anda menyeretnya dalam kematian", ucap Ibu Elsa membuka percakapan.
"Maaf…", ucap Aiden.