Brumm.. Bruummm..
Alin yang saat ini sedang duduk di dalam taxi online sama sekali tidak melepaskan tatapan matanya dari layar ponsel untuk mencari lowongan pekerjaan yang sedang membutuhkan karyawan baru dalam waktu cepat.
"Ahh, mana ada perusahaan yang mencari karyawan baru hanya dalam waktu satu minggu saja??" Keluh Alin sambil mematikan layar ponselnya dan menolehkan kepalanya kearah luar jendela mobil untuk melihat pemandangan hiruk pikuk jalan raya kota Jakarta di malam hari.
"Rata rata perusahaan pasti membutuhkan waktu paling cepat tiga puluh hari untuk merekrut karyawan baru. Hmmm aku harus mencari pekerjaan kemana ya dengan tingkat kedudukan reputasi perusahaan harus di atas perusahaan ku saat ini. Karena jika reputasi perusahaan yang baru ini berada di bawah reputasi perusahaan, maka pak Direktur pasti akan menertawakan ku dan juga pasti tidak akan memproses surat pengunduran diriku." Keluh Alin lagi sambil menghela nafas panjang.
"Apa pilihan yang aku pilih ini terlalu gegabah ya? Tapi jika aku tidak mengajukan surat pengunduran diri secepatnya, maka aku akan kembali mengalami kejadian yang aku alami waktu itu lalu bertemu dengan ka Gio, lagi." Gumam Alin kepada dirinya sendiri.
"Hmm, bukannya aku tidak ingin bertemu ataupun berhubungan lagi dengan kak Gio. Tapi yang aku inginkan aku tidak membawa peristiwa buruk menimpa Ka Gio seperti yang kemarin. Maka dari itu bukankah memang benar jika aku harus mengundur waktu dan menjaga jarak sejauh jauhnya dari dia. Meski aku sangat menyangi dan mencintai dirinya." Gumam Alin lagi dengan tatapan mata yang kembali mengarah kearah jalan raya.
"Ah sudahlah, mungkin nanti aku akan menemuk-Brukk!
Alin yang tengah asik bergumam pada diri sendiri pun langsung menghentikan gumamannya saat tiba tiba saja mobil taxi online yang dirinya tumpangi saat ini berhenti mendadak hingga membuat dirinya hampir saja menubruk bagian belakang kursi pengemudi.
Alin yang merasa terkejut pun langsung membuka suaranya untuk bertanya kepada sang supir.
"Aduh pak, ada apa? Kenapa berhenti mendadak?" Tanya Alin yang kini menyembulkan kepalanya di tengah tengah kursi pengemudi dan kursi penumpang sebelah pengemudi.
Sang pengemudi yang mendengar pertanayan Alin pun langsung menolehkan kepalanya kearah sang penumpang lalu membuka suaranya, meminta maaf sambil memasang ekspresi wajah tidak enak.
"Maaf mba saya tidak sengaja, tadi didepan tiba-tiba saja ada seorang pria yang berlari begitu saja sambil di kejar oleh seorang perempuan." Jawab sang pengemudi membuat Alin mengerutkan dahinya heran lalu mengarahkan tatapan matanya kearah depan untuk melihat apakah ada seorang pria dan perempuan yang berlari di jalan raya seperti ini.
Sebelah alis Alin terangkat keatas saat dirinya benar-benar melihat seorang pria dan perempuan yang tengah berlari, dengan sang perempuan mengejar sang pria yang tengah membawa sebuah tas perempuan.
"Hmm, malam malam begini ada pencopet? Saya baru tah pak." Ujar Alin yang kembali membetulkan posisi duduknya dengan bersandar pada kursi penumpang.
Sang pengemudi yang mendengar apa yang di katakan oleh Alin pun terkekeh pelan.
"Aksi pencurian seperti tidak hanya di lakukan pada pagi, siang dan sore saja mba. Tetapi malam pun juga ada, karena jadwal mereka bebas dan tidak menentu." Ucap sang pengemudi membuat Alin mengulaskan senyum kecil diwajahnya.
"Hah yaampun. Yasudah, kalau begitu bapak lanjut jalan lagi aja pak ke apartemen saya." Ucap Alin yang di balas dengan anggukan kepala oleh sang pengemudi, dan kini mobil taxi online yang tengah di tumpangi oleh Alin pun kembali melaju membelah jalanan kota Jakarta di malam hari menuju apartemen miliknya.
Saat sudah sampai di depan gedung apartemen miliknya, Alin pun segera keluar dari taxi online setelah memberikan tips kepada sang pengemudi.
Helaan nafas panjang lagi-lagi Alin hembuskan, saat dirinya harus kembali ke kenyataan bahwa dirinya harus segera menemukan pekerjaan baru dalam waktu satu minggu ini.
"Ughh, kirain mengulang waktu kehidupan nggak akan sesusah seperti menjalani kehidupan yang sebenarnya. Ternyata aku juga tetap harus merasakan hal seperti ini juga." Gumam Alin pada dirinya sendiri lagi sambil melangkahkan kakinya gontai memasuki gedung apartemen.
Ting!
Alin yang baru saja menekan tombol pintu lift dan melihat pintu lift tersebut langsung terbuka pun tanpa menunggu lama lagi langsung masuk kedalam ruang lift itu.
Saat dirinya baru saja ingin kembali menekan tombol pada sisi pintu lift agar pintu kembali tertutup langsung mengurungkan niatnya saat mendengar suara seruan seorang pria yang menyuruhnya untuk menahan pintu tersebut.
"Tunggu dulu! Tahan pintunya!"
Alin yang sedikit terkejut pun langsung mengulurkan tangannya untuk menekan tombol pintu pembuka agar pintu lift ini tetap terbuka dan kini tatapan matanya mengarah keluar lift. Seketika Alin langsung membulatkan kedua bola matanya terkejut melihat beberapa tumpukan kardus melayang dan memiliki kaki tengah berjalan menghampiri dirinya untuk masuk kedalam lift.
Alin hampir saja memekik berseru jika tumpukan tumpukan kardus yang melayang di hadapannya ini adalah monster, namun Alin langsung menyipitkan kedua matanya saat dirinya melihat dua buah tangan yang menyanggah kardus kardus besar tersebut di bagian bawah. Dengan kata lain jika tumpukan-tumpukan kardus yang masih berjalan menghampiri dirinya bukan lah monster, melainkan tumpukan kardus yang tengah di bawa oleh seorang pria yang wajahnya sama sekali tidak terlihat karena tertutup oleh tumpukan kardus.
'Kasihan sekali' gumam Alin dalam hati.
Melihat orang yang membawa tumpukan kardus besar itu sudah akan memasuki lift, dengan refleks Alin pun menggeser posisi berdirinya, memberikan ruang pada orang tersebut agar bisa masuk kedalam lift.
"Ah terimakasih nona, kamu sudah menahan pintu liftnya."
Alin yang mendengar suara seorang pria lagi pun yang kini berasal dari sebelahnya langsung menganggukan kepalanya pelan.
"Sama-sama, kalau boleh tahu, anda akan pergi menuju lantai berapa? Biar saya bantu tekankan tombol nomornya." Ucap Alin bertanya kepada pria dengan tumpukan kardus disebelahnya ini.
Sayangnya Alin tidak dapat melihat wajah pria yang tengah membawa tumpukan kardus di sebelah nya ini.
"Ah, kamu bisa membantuku menekan tombol lantai dua puluh. Karena hari ini aku baru saja pindah ke salah satu ruangan yang ada disana." Ujar sang pria menjawab pertanyaan Alin.
Alin pun kembali menganggukan kepalanya dan kini mengulurkan sebelah tangannya untuk menekan tombol pintu lift agar tertutup. Saat dirinya baru saja akan menekan tombol nomor lantai dua puluh, Alin langsung menghentikan pergerakannya saat tadi dirinya sudah menekan tombol nomor tersebut untuk menuju lantai dimana apartemennya berada.
Dengan cepat Alin pun menolehkan kepalanya kearah pria dengan tumpukan kardus sambil mengingat ngingat apakah ada ruang apartemen yang kosong di lantai tempatnya tinggal.
"Memang di lantai dua puluh ada ruang apartemen yang kosong? Setahuku semua ruangan di lantai tersebut sudah ada pemiliknya." Tanya Alin kepada pria tumpukan kardus tersebut.
"Ah, sebenarnya aku sudah lama membeli salah satu ruangan apartemen di lantai tersebut dan juga sudah beberapa kali aku menginap disana juga. Hanya saja baru kali ini aku memutuskan untuk benar-benar pindah kesana. Karena sangat sayang sekali bukan jika kau sudah membelinya tapi tidak di tempati sama sekali." Jawab sang pria dengan tumpukan kardus yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Alin.
"Begitu rupanya, ya anda benar. Sangat sayang sekali jika harus tetap di biarkan kosong padahal sudah di beli." Ujar Alin yang tanpa dirinya sadari di balas dengan anggukan kepala oleh sang pria tersebut,
Ting!
Suara dentingan pintu lift pun terdengar dan tidak lama kemudia pintu lift pun terbuka tepat di lantai dua puluh.
"Kita sudah sampai di lantai dua puluh. Apa anda memerlukan bantuan saya? Melihat anda yang terlihat cukup kesulitan membawa banyak sekali tumpukan kardus." Tanya Alin menawarkan bantuan kepada pria tersebut yang dibalas dengan dehaman pelan oleh pria itu.
"Hmm, karena ini sudah hampir larut, saya pikir tidak perlu nona. Kamu bisa langsung pergi saja ke lantai dimana apartemen kamu berada." Jawab sang pria yang membuat Alin mengulaskan senyum kecil diwajahnya lalu melangkahkan kakinya terlebih dulu keluar dari lift.
"Tidak perlu sungkan, lagi pula apartemen tempat saya tinggal berada di lantai ini juga." Ucap Alin yang tanpa dirinya ketahui membuat pria dengan tumpukan kardus banyak itu membulatkan kedua bola matanya terkejut.
"Wah benarkah?! Aku tidak menyangka di hari pertama aku pindah, aku sudah harus merepotkan tetangga ku."
Kekehan pelan keluar dari bibir Alin dan dirinya pun menggeser posisi tubuhnya.
"Ayo cepat anda keluar. Saya tidak tega melihat anda yang membawa tumpukan kardus banyak seperti itu dalam satu waktu."
Pria dengan tumpukan kardus yang mendengar perkataan Alin pun terkekeh pelan dan kini mulai melangkahkan kakinya berjalan keluar dari lift.
"Tidak perlu khawatir nona, aku sudah terbiasa untuk membawa barang-barang berat, jadi yang seperti ini tidak ada apa-apanya."
Alin kembali menganggukan kepalanya dan kini berjalan lebih dulu di depan pria dengan tumpukan kardus tersebut.
"Di ruangan nomor berapa anda tinggal tuan?" Tanya Alin lagi yang merasa penasaran.
"Hmm, karena nona adalah calon tetangga ku, maka aku akan memberitahukan dimana unit ruangan ku tinggal. Aku tinggal di unit ruangan nomor dua ratus tujuh." Jawab sang pria bertumpukan kardus yang membuat Alin langsung membulatkan kedua bola matanya terkejut.
"Wah benarkah itu?! Aku sama sekali tidak menyangka jika unit apartemen kita saling berhadapan hahahaha. Aku tinggal di unit nomor dua ratus dua." Ujar Alin sambil tergelak geli mengetahui jika pria yang tengah berjalan di belakangnya ini adalah tetangga depan apartemennya.
Sepertinya bukan hanya Alin saja yang merasa terkejut dengan fakta tersebut, melainkan pria dengan tumpukan kardus ini pun juga merasa terkejut.
"Waah, benar-benar, malam ini malam yang benar-benar mengejutkan." Sahut sang pria dengan tumpukan kardus sambil ikut terkekeh juga.
Alin yang sudah berada didepan unit apartemennya dan unit apartemen pria dengan tumpukan kardus itu pun langsung menghentikan langkah kakinya.
"Kita sudah sampai. Apa anda benar tidak membutuhkan bantuan saya?" Ucap Alin yang kembali menawarkan bantuan kepada pria dengan tumpukan kardus besar yang kini sudah menghentikan langkah kakinya.
"Hmm, sebenarnya aku tidak ingin merepotkan mu nona, tetapi karena kau sudah beberapa kali menawarkan bantuan mu kepada ku, akan sangat tidak sopan untuk menolaknya."
Alin pun menganggukan kepalanya. "Ya itu benar. Jadi anda harus segera mengatakan apa yang bisa saya lakukan untuk membantu?"
Sang pria pun terkekeh pelan mendengar nada bicara Alin yang terdengar seperti tengah mengancam dirinya.
"Baiklah nona apakah aku boleh meminta bantuan mu untuk membuka kan pintu unit apartemen ku ini? Untuk paswordnya kau bisa menekan angka lima sebanyak enam kali."
Alin yang mendengar perkataan pria dengan tumpukan kardus itu pun langsung membulatkan kedua bola matanya terkejut dan tanpa menunggu lama lagi langsung menggerakan jarinya untuk menekan angka yang di katakan oleh pria itu tadi.
Tring tring!
Setelah selesai menekan password pintu unit apartemen pria itu, Alin pun kembali mengulurkan sebelah tangannya untuk membuka pintu unit apartemen tersebut.
Ceklek..
"Anda sudah bisa masuk sekarang. Dan sepertinya besok anda harus mengganti password unit apartemen anda, karena itu kurang aman." Ucap Alin mempersilahkan pria itu untuk masuk dengan dirinya yang masih berada di luar unit apartemen.
Pria dengan tumpukan kardus itu yang mendengar perkataan Alin pun terkekeh pelan.
"Baiklah, jika itu nona yang sarankan, maka besok aku akan mengganti baru password unit apartemen ku ini." Ujar sang pria dengan tumpukan kardus sambil melangkahkan kakinya masuk kedalam unit apartemennya.
Brukk..
Alin sedikit tersentak kaget mendengar suara dentuman cukup kencang saat pria dengan tumpukan kardus besar itu meletakan tumpukan kardus itu di dalam unit apartemen. Alin dapat menebak jika tumpukan kardus itu benar benar sangat berat.
"Baiklah nona. Jika kau tidak keberatan, mau kah kau menikmati secangkir teh terlebih dulu sebagai tanda terimakasih sudah membantu ku tadi?" Ucap pria dengan tumpukan kardus besar yang sudah diletakannya di dalam apartemen sambil membalikan tubuhnya menghadap kearah Alin.
Alin yang baru saja ingin menolak secara halus apa yang di tawarkan oleh pria di hadapannya ini pun langsung menahannya saat dirinya melihat secara langsung paras wajah milik pria yang sudah dirinya bantu tadi,
Paras wajah yang sama sekali tidak akan pernah bisa dirinya lupakan sampai kapan pun, karena memiliki kemiripan yang sama dengan kekasihnya Argio dan juga kakak tertua dari kekasihnya Bara.
Karena ternyata pria yang saat ini berada di hadapannya dan akan menjadi tetangganya adalah kakak kedua dari kekasihnya! Septian Anggara Dimitra.