-Ayesha Clemira-
Angin pagi berhembus mesra seakan menyapa ku dipagi hari, burung berkicau dimana-mana seolah bernyayi, matahari pagi nan terang memanggilku untuk segera melakukan rutinitas yang selama ini ku lakukan. Ku awali pagi ini seperti biasanya, mengajar ? yaa perkenalkan namaku Ayesha Clemira biasa dipanggil "Cle" aku berumur 23 tahun dan aku mengabdikan diriku beberapa bulan ini untuk mengajar di sebuah desa yang bisa terbilang terpencil dimana aku dipaksa untuk mandiri dan jauh dari orang tua.
"buruan Ra mau barengan gakkk ?" teriakku kepada Sarah, sahabatku. Biasa di panggil Sa, Ar, atau Ah, haha gak deng bercanda aja. Aku biasa memanggilnya Ara, Ara anak pak Hasim.
"iyaa bentaran ngapa ? ihhh gak sabaran amat sih lu" jawabnya sambil berlari kecil kearahku.
"ihh lu mah gitu mulu setiap pagi, ngapain aja sih ra?" tanyaku,
"biasa perempuan, udah ahh ayokkk jalan" ajak nya, dan kami pun jalan menuju tempat kami mengajar. Catat! jalan! karna disini kategori desa terpencil jadi jarang sekali orang yang menggunakan kendaraan ditambah lagi sulitnya mencari bahan bakar. So, jalan jadi solusi terbaik untuk melakukan aktivitas ntah itu berkebun, ngajar, sekolah, berternak, atau yang lainnya. Hitung-hitung olahraga kan yaa ?
"kak Cle, kak Sha !" panggil seorang siswa yang berlari kearah kami
"Assalamualaikum dulu bimo, diulang boleh ?" jawabku seakan memerintah
"iya iya maaf, bimo ulangin deh waalaikumussalam kak Cle kak Sha" jawabnya dengan cengiran yang sukses mengukir senyuman dibibirku. Alih-alih memberi salam ia malah menjawab salam dasar bocah, ada-ada aja yaa kelakukannya.
Disini lah kami berada, di pondok pintar. Pondok pintar merupakan salah satu wadah belajar atau sekolah versi desa ini yang dibangun atas kesadaran masyarakat setempat untuk menyekolahkan anak-anaknya, bangunan dengan beberapa ruangan yang bisa terbilang seadanya dan jauh dari kata layak untuk kategori sebuah sekolah. Masyarakat di desa ini masih minim pengetahuan tentang membaca dan berhitung mereka lebih memilih mengajari anaknya bertani ketimbang mengajari anaknya membaca dan berhitung. Terkadang bukan tidak mau membekali anak-anaknya ilmu tersebut, tetapi merekapun sama halnya seperti anak-anaknya masih belum fasih membaca dan berhitung. Pondok pintar di bangun karna usulan salah satu ketua organisasi kampusku dimana dia merupakan salah satu dari banyaknya anak di desa ini yang beruntung bisa menempuh pendidikan dengan layak. Yaaa karna beliau lah aku dan Sarah mengabdikan diri didesa ini.
"baiklah sampai disini pembelajaran kita, ada yang mau ditanyakan ?" tanyaku kepada seluruh anak-anak didikku
"kak Cle udah punya pacar gak?, kalo belum sama pak dokter aja katanya pak dokter juga belum punya pacar" celoteh seorang anak, Alin.
"aaaa gak boleh, kak Cle pernah bilang pacaran itu dosa. Ya kan kak Cle ?" jawab Alika, salah satu siswa.
"hmmmm iyaa bener Alika" jawabku membenarkan perkataan Alika
"Alinnn, kira-kira pak dokter mau gak yaa sama kak Cle ???" sambungku sambil berjalan menuju Alin seolah memasang wajah sok imut di depannya
pak dokter ? hmmm siapa ? emang warga desa sini ? ahh apa aku doang yang kudet kalik! Udah ahh ngapain juga mikirin yang gak berfaedah gini.