Chereads / Wedding 180 Days / Chapter 9 - Kamar Hotel 501

Chapter 9 - Kamar Hotel 501

Melisa membuka pintu kamar hotel dengan perasaan campur aduk, dia yang tidak pernah berpacaran selama hidupnya ini justru harus bertemu dengan calon perjodohannya dikamar hotel. Melisa awalnya ingin menolak dan meminta mereka mengganti tempat pertemuan, tapi Melisa berpikir mungkin yang ingin dibicarakannya ini benar-benar rahasia dan hanya boleh didengar olehnya saja. Ditambah rasanya malu jika beralasan dirinya takut diapa-apakah oleh Juan, bisa-bisa mereka berpikir Melisa ada perempuan yang selalu menyangkut pautkan apa-apa dengan hal yang berbau fulgar.

Melisa meletakan tasnya diatas kasur, dia mulai menyalakan TV untuk mengusir perasaannya yang tidak tenang. Sesekali ponselnya berdering, tapi tentu saja itu bukan dari Juan melainkan dari Felix.

"Aku bisa menemanimu disana Melisa." Kata Felix yang terdengar khawatir.

"Ya ampun, aku akan baik-baik saja Felix. Bukankah restaurantmu sangat rame sekarang? Kau tidak mungkin meninggalkannya bukan?" Kata Melisa, ia mulai berbaring di atas kasur karena mulai lelah menunggu.

"Iya sih tapi.."

"Sudahlah, aku akan langsung menghubungimu jika terjadi sesuatu disini. Jangan lupa untuk selalu mengaktifkan ponselmu yah." Pesan Melisa yang mencoba bercanda ditengah kegelisahan Felix.

"Baiklah, aku akan selalu membawa ponselku kemanapun." Sahut Felix diakhir panggilannya.

Melisa meletakan ponselnya setelah panggilan itu berakhir, rasa kantuk mulai menghampirinya. Ini sudah lewat dari setengah jam waktu pertemuan. Entah kemana perginya Juan sehingga membuatnya harus menunggu lama kedua kalinya. Untung saja Tirta menghubungi pihak hotel untuk memberikan kunci kamar kepada Melisa. Matanya kian berat saja, akhirnya Melisa mulai memejamkan matanya. Dia tertidur dikamar yang menjadi tempat pertemuannya dengan Juan.

Juan semakin gelisah kala Karina dengan santainya mencoba beberapa pakaian di tubuhnya. Ini sudah lewat dari waktu pertemuannya dengan Melisa. Tapi meski demikian, Juan tidak tahu cara menyampaikannya kepada Karina bahwa dia memiliki janji penting saat ini.

"Juan, bagusan mana? Ini atau ini?" tanya Karina sembari menunjukkan dua pakaian dengan model yang berbeda.

"Ahhh, yang mana yah?" Juan terlihat tidak fokus memilih. "Bagaimana jika kau ambil saja semuanya Karina, aku akan membayar semua pakaian yang kau inginkan tanpa perlu dipilih." Juan mencoba mencari cara untuk mempersingkat waktu belanja Karina.

"Benarkah Juan?"

"Mmm yah, tentu saja."

Karina terlihat kegirangan, dengan cepat ia memilih barang-barang yang diinginkannya. Mulai dari baju hingga sepatu.

"Mbak saya mau ini, ini dan juga— ini.." Karina mulai menunjuk sesuka hatinya, Juan terlihat tidak peduli. Yang terpenting adalah Karina selesai berbelanja dengan cepat.

"Terimakasih sayang." Kata Karina sembari merangkul lengan Juan mesra, Juan tersenyum dan langsung mengusap kepala Karina yang tersandar dipundaknya.

"Iyaaa." Juan mulai mengeluarkan kartu berwarna hitam yang hanya dimiliki oleh para orang-orang hebat dan kaya raya. Jumlahnya berapa, tentu saja dengan limit yang sangat besar.

"Totalnya 55.000.000 tuan." Kata kasir toko. Juan mengangguk pelan seolah tidak kaget lagi dengan total belanjaan Karina, yang saat ini ada dipikiran Juan hanyalah semakin cepat ini selesai maka semakin cepat pula dia mendatangi Melisa.

**

Juan menghentikan mobilnya tepat didepan gedung apartement Karina, sebelum turun Karina bahkan memberikan kecupan lama di bibir Juan, membuat Juan sempat terpancing. Tapi kemudian dia ingat bahwa Melisa sedang menunggunya sejak 1 jam yang lalu.

"Apa kau tidak mau singgah Juan?" Tanya Karina dengan suara yang terdengar menggoda. Juan hanya bisa menelan Salivanya, ia tidak bisa mengikuti hasratnya saat ini.

"Maaf Karina, aku ada janji penting saat ini. Lain kali aku akan singgah." Ucap Juan lirih, dalam hati ia juga sangat kecewa. Karina mengangguk pelan dan langsung keluar dari mobil. Ia terlihat memperhatikan sekeliling, menjaga jika ada paparazzi yang mungkin berkeliaran disekitar apartement. Saat dirasa aman barulah dia berjalan menuju ke gedung apartement. Saat bayangan Karina sudah tidak terlihat lagi barulah Juan langsung melajukan mobilnya. Tak lupa ia juga menghubungi Tirta untuk menanyakan kejelasan tempat pertemuannya.

"Hallo Tirta, dimana tempat pertemuannya? Aku akan segera kesana."

"Ya ampun tuaann, Anda baru saja mau kesana? Nona Melisa sudah disana sejak sejam yang lalu." Suara Tirta terdengar panik.

"Ya mau bagaimana lagi, Karina masih memintaku untuk menemaninya makan siang dan belanja." Suara Juan tampak tidak merasa bersalah. Tirta seolah kehabisan kata-kata untuk menjelaskan situasi genting ini kepada Bosnya yang bucin itu.

"Anda bahkan tidak membaca pesanku tuan, aku sudah mengirim tempat pertemuannya kepada Anda."

"Benarkah? Aku tidak melihatnya. Biar aku cek dlu." Juan mulai membuka kotak pesannya, tapi seketika ia mengerem mobilnya secara mendadak, matanya membulat lebar dan mulutnya terbuka.

Tin. Tiiiiiinnnn!

Gema klakson dari kendaraann yang ada dibelakang mobilnya seolah tidak dihiraukannya, beberapa pengemudinya bahkan mengumpat geram padanya. Juan seolah tidak mampu mengeluarkan apa yang kini ada didalam pikirannya.

"Halo tuan, Anda baik-baik saja bukan?" Tirta terlihat khawatir karena sempat mendengar bising klakson, ditambah Juan yang diam seketika. Tapi beberapa detik kemudian Juan langsung berteriak membuat Tirta terlonjak saking terkejutnya.

"Tirtaaaaaaaa. Apa-apaan ini!"

"A—ada apa tuan?" Suara polos Tirta semakin membuat Juan emosi.

"Kenapa kau membuat tempat pertemuan di hotel seperti ini? Apa kau mau membuatku terlihat seperti orang masum didepan Melisa?"

"Ahh, tuan bilang pertemuan ini harus seprivate mungkin? Bukankah kalau ditempat umum tidak bisa dikatakan private?" Tirta benar-benar polos tentang hal begini. Dia hanya cerdas di urusan pekerjaan, tapi urusan wanita dia benar-benar nol besar. "Tapi sepertinya nona Melisa biasa saja, dia bahkan tidak protes tuan. Kenapa dia harus berpikir kalau Anda mesum?"

Juan menarik napas dalam, dia mulai melajukan mobilnya secara perlahan. Rasanya percuma berbicara mengenai hal ini dengan Tirta. Segera Juan mematikan panggilannya dengan Tirta, dia langsung membuka laci dan mencari ponsel yang digunakan khusus untuk menghubungi Melisa, ponsel itu sengaja dimatikannya menjaga jangan sampai Karina menemukannya.

"Kenapa dia tidak mengangkatnya sih!" Gerutu Juan yang terus mencoba menghubungi Melisa tapi tidak dijawab. Karena panggilannya tak kunjung diangkat, Juan langsung tancap gas menuju ke hotel tempat Melisa menunggu.

Setibanya dihotel Juan gegas menuju ke resepsionis. "Apa wanita dari kamar 501 sudah pergi?" Tanya Juan.

"Saya coba cek dulu tuan." Resepsonis itu mulai mengecek komputernya. "Sepertinya belum tuan, kunci kamar 501 masih belum dikembalikan ke resepsionis." Imbuh resepsionis itu.

"Bagus, berarti dia masih ada disana." Dengan langkah seribu Juan menuju kekamar 501. Saat dirinya tiba didepan pintu kamar, Juan langsung menekan bel.

Ting ning!

Suara bel juga bisa didengarnya dari luar. Juan sekali lagi menekan bel pintu, tapi tak kunjung dibukanya.

"Apa dia pergi tanpa mengembalikan kuncinya?" Tanya Juan heran. Untuk ke sekian kalinya dia kembali menekan bel, tapi tak ada tanda-tanda keberadaan orang didalam hanya ada suara TV yang masih menyala. Juan meraih ponsel dan menekan nomor Melisa, samar-samar didengarnya suara ponsel didalam kamar.

"Haahhh, benar dia ada didalam, tapi kenapa dia tidak membukakan pintu? Apa dia ingin mengerjai ku?" Juan terlihat sangat kesal sekarang. Dengan cepat ia menghubungi bagian resepsionis hotel dan meminta mereka membukakan pintu kamar itu. Ia berdalih bahwa temannya sepertinya pingsan didalam karena tak kunjung membukakan pintu.

"Awas saja kalau dia sengaja tidak membukakan pintu." Ancam Juan.