Chereads / Wedding 180 Days / Chapter 2 - Pilihan Sulit

Chapter 2 - Pilihan Sulit

Juan Mauren pria tampan dengan sejuta kelebihan, memiliki tinggi badan 170 cm, tapi sayangnya tubuhnya sedikit kurus dan tidak atletis seperti kebanyakan CEO yang menjaga bentuk badannya dengan baik. Ketampanannya menjadi bahan perbincangan dikalangan pengusaha muda. Ia bahkan menjadi satu-satunya pewaris Bible Group, Juan juga menjadi CEO di usia yang terbilang muda 25 tahun karena kegeniusannya. Saat ini usia Juan sudah menginjak kepala tiga, tidak ada yang lebih melelahkan daripada desakan untuk segera menikah.

"Tuan.." panggil Tirta asisten pribadi yang selalu setia menemaninya kemanapun.

"Hmm.." Juan hanya berdehem tanpa berniat merespon Tirta lebih lanjut, Juan memejamkan matanya dengan tubuh yang terduduk lesu di kursi kerjanya.

"Apa anda akan menerima perjodohan itu?"

Juan hanya diam, ia bahkan butuh waktu lama untuk memikirkan jawaban yang tepat. Kepalanya sudah cukup pusing dengan pernyataan ayahnya yang mengatakan akan mengatur perjodohan antara Juan dan putri dari teman lamanya.

"Aku sedang berpikir bagaimana perjodohan itu bisa batal." Jawab Juan dengan tangan kanan yang terus memijit pelipisnya.

"Ta— tapi tuan, bukankah tuan Mauren adalah orang yang tidak akan dengan mudah mengubah keputusannya?" Tirta yang paham akan perangai Mauren merasa itu adalah hal yang mustahil.

"Tidak.. apapun yang terjadi perjodohan ini harus batal. Kalau Karina sampai tahu, dia akan sangat marah besar." Ucap Juan dengan raut kegelisahan.

Juan memiliki seorang kekasih bernama Karina, Karina adalah seorang model sekaligus aktris papan atas. Hal itulah yang menyebabkan Juan dan Karina tidak bisa secara gamblang mengumumkan hubungan mereka. Karina saat ini tengah ada dipuncak karirnya dan dia tidak ingin merusak semua usahanya hanya demi mengumumkan hubungan asmaranya dengan Juan.

Juan sendiri sangat memahami hal itu, meski demikian mereka sudah sama-sama membahas mengenai pernikahan dan Karina pun sudah menyetujuinya. Namun Karina masih meminta waktu 8 bulan untuk mengutarakan niatnya terkait pernikahan kepada agensi yang menaunginya.

"Sial! Kenapa ayah tidak setuju dengan Karina? Bukankah Karina wanita baik-baik Tirta?" tiba-tiba Juan melontarkan pertanyaan itu kepada Tirta.

Tirta tertegun, ia bingung harus menjawab apa.

"Itu.." Tirta terlihat panik dan penuh keragu-raguan.

Karina memang memiliki sifat yang ramah, namun pekerjaannya didunia entertaiment menuntutnya untuk berpakaian yang terbuka dan seksi, ditambah beberapa skandal miring yang menyebutkan bahwa Karina si artis pemula yang memiliki hubungan gelap dengan salah satu orang penting dan berkuasa didunia entertaiment demi menjadikannya artis papan atas dalam waktu singkat. Semua hal itu sewajarnya membuat Mauren tidak ingin anak semata wayangnya berakhir pada wanita dengan image negatif.

"Kenapa kau ragu-ragu menjawab pertanyaanku? Apa kau juga meragukan Karina?" tanya Juan dengan tatapan sinisnya, Tirta seketika langsung menjawab pertanyaan Juan dengan asal-asalan.

"Ahh tentu saja tidak tuan, nona Karina adalah wanita yang sangat ramah." Jawabnya dengan keringat dingin bercucuran di keningnya.

"Hmmm, Melisa Agata Yunanda yah? Coba cari tahu tentang wanita itu." Perintah Juan.

Tirta mengangguk paham dan langsung bergegas keluar dari ruangan CEO. Juan melipat kedua tangannya diatas meja, ia mulai memikirkan cara yang tepat untuk menghindari perjodohan ini tanpa menyulut kemarahan sang ayah.

Tidak butuh waktu lama untuk Tirta merangkum biodata dari Melisa, 10 menit kemudian Tirta sudah kembali dengan beberapa lembar kertas. Didalamnya terdapat beberapa foto Melisa. Tirta segera menyerahkan lembaran kertas itu kepada Juan.

"Ini Tuan, sepertinya nona Melisa adalah wanita yang cukup menarik." Kata Tirta dengan senyum mengembang diwajahnya, lain halnya dengan Juan yang merasa tidak senang dengan tampilan Melisa yang berambut pendek sebahu.

"Ciiihh, Karina jauh lebih menarik. Wanita ini benar-benar bukan tipeku." Ucap Juan sembari menatap tajam foto Melisa, Tirta hanya tersenyum kecut mendengar ucapan bosnya tersebut.

**

Tok. Tok. Tok.

"Melisaaa." Panggil Reni ibunya. Sudah hampir 2 hari Melisa terus mengurung diri dikamar. Ia bahkan tidak menyentuh makanan yang disiapkan didepan kamarnya.

"Melisa, ayo keluar." Panggil Nana dengan suara memelas. Nana adalah kakak ipar Melisa, meski hanya kakak ipar tapi Melisa sangat dekat dengannya.

"Huhh, ini semua gara-gara ayah." Bentak Reni dengan sorot mata menyeramkan, Hendra hanya tertunduk lemas. Sementara Magdad tidak tahu harus berkata apa.

Mereka semua terlihat sibuk membujuk Melisa untuk keluar dari kamarnya, mereka semua khawatir jika Melisa frustasi dan melakukan hal yang tidak diinginkan.

"Aduhhh Ayah, bagaimana kalau Melisa sampai bunuh diri didalam?" Reni semakin panik.

"Mama jangan bilang begitu Ahh." Tegur Nana, membuat Reni langsung menarik kata-katanya kembali.

"Ma—maafkan mama." Ucap Reni dengan penuh penyesalan.

Disaat semuanya sibuk mengkhawatirkan Melisa, Melisa justru sibuk didepan komputer bermain game kesukaannya. Selain hobi memasak, Melisa juga sering menghabiskan waktunya untuk bermain game war kesukaannya.

"Aahhhhh sial! Bahkan game pun membuatku semakin badmood saja." Teriak Melisa geram.

Melisa melepaskan airphone yang sejak tadi menutupi telinganya, suara bising diluar kamar baru didengarnya sekarang. Sejak tadi ternyata dia tidak mendengar apapun. Terdengar samar-samar suara ketukan pintu juga rintihan Reni ibunya dan Nana kakak iparnya yang berusaha membujuknya untuk keluar dari kamar. Melisa menghela napas berat, ia bangkit dan bergegas menuju ke pintu kamarnya.

Ceklek!

"Jangan berisik didepan pintu kamarku." Melisa keluar dengan wajah yang kusut, matanya bahkan memerah dengan tampilan menghitam dibawah matanya. Sepertinya sejak dua hari ini Melisa jarang tidur, ia mengalihkan rasa stresnya dengan bermain game dan menonton vidio masakan sepuasnya. Reni langsung mendekap putrinya erat.

"Maafkan mama sayang, karena kesalahan ayahmu kamu jadi seperti ini." Ucap Reni, Mendengar Reni terus menyalahkannya, Hendra semakin merasa tersudut dipojokan rumah.

"Melisa, kalau kamu mau menolak perjodohan ini aku akan sangat mendukungmu." Kata Nana mencoba memberi dukungan.

"Sayang! Jangan bicara seperti itu! Masa depan perusahaan ada ditangannya sekarang, kalau dia menolak perjodohan itu dan tuan Mauren mencabut investasinya, perusahaan Emeral Group bisa dalam bahaya." Seru Magdad dari arah belakang.

Reni dan Nana kompak menoleh dan melemparkan tatapan membunuh kearah Magdad, Magdad seketika ciut melihat dua emak-emak menatap tajam kearahnya. "Aku hanya mengkhawatirkan perusahaan kita saja." Imbuhnya lirih seperti suara anak kecil yang ketakutan.

"Sudahlah ma, aku akan mempertimbangkannya. Tentu saja setelah aku menemui pria bernama Juan itu." Kata Melisa yang mulai pasrah dengan keadaan, ia tidak punya pilihan untuk menolak perjodohan ini karena sekarang perusahaannyalah yang menjadi taruhannya.

"Benarkan Melisa?" Hendra seketika mendekati putrinya dengan hati yang lega.

Plak!

Pukulan telak mendarat di punggungnya.

"Aaggghh, mama kenapa memukul ayah sih?" Protes Hendra.

"Dasar kalian berdua ini, bagaimana bisa kalian memahami perasaan seorang wanita. Bagaimana jika Melisa sudah punya pasangan sekarang?" Reni terus saja membela putri bungsunya.

"Memangnya ada yang mau jadi pacar Melisa?" tanya Magdad dengan polosnya.

Kyuuuttt!!

Ganti Nana yang mencubit perut suaminya.

"Aaahhh, sakit. Sakiiitt. Sakiiittt.." rintihnya kesakitan.

"Memangnya Melisa seburuk itu? Dia hanya memiliki kepribadian sedikit tomboy dan cuek. Tapi dari segi paras Melisa sangatlah cantik. Aku yakin banyak laki-laki yang menginginkan Melisa." Kata Nana dengan mata berbinar.

"Sudahlah Ma, kak Nana. Aku benar-benar akan mencoba mempertimbangkan perjodohan ini. Lagi pula pertemuan itu sudah ditentukan 3 hari lagi bukan?"

Hendra mengangguk pelan.

"Kalau begitu sebaiknya kalian segera tidur karena ini sudah malam okeh? Kalian hanya mengganggu waktu istirahatku saja." Ucap Melisa dan langsung gegas menutup pintu kamarnya.

Mereka semua hanya saling menatap sedih, sekarang Melisa harus menanggung beban demi mempertahankan investor utama di Emeral group.