Chereads / Terjerat Pesona Sang Ceo / Chapter 25 - Pulang Bersama

Chapter 25 - Pulang Bersama

Malam semakin larut, waktu juga sudah tepat menunjuk ke pukul 10 malam, Andrean terlihat tergesa-gesa masuk ke dalam mobil, sedangkan Naya tampak menyusul dari belakang.

"Ayo cepat masuk, nanti keburu malam," teriak Andrean saat melihat Naya yang masih berdiri, entah karena masih menikmati perannya sebagai pacar Andrean atau apa, membuat ia tak henti-hentinya tersenyum ketika keluar dari rumah mewah itu.

"Hei, apa kau mau tidur di sini malam ini!" Lagi-lagi Andrean berteriak, hingga membuat Naya lari terbirit-birit masuk ke dalam mobil.

"Siapa suruh duduk di belakang! emangnya saya supir kamu," sepertinya penyakit Andrean mulai kambuh lagi, suka berteriak dan marah-marah.

'dasar pria menyebalkan,' gerutu Naya dalam hati, ia pun segera keluar dari mobil dan pindah duduk tepat di samping Andrean. Mulutnya sedikit mengerucut saat Andrean memintanya duduk di depan.

Mobil segera melaju dengan kecepatan sedang, melewati halaman rumah yang super megah itu, Naya langsung mengarahkan pandangannya ke luar, ia kembali menyaksikan pemandangan air mancur yang ada di halaman rumah, benar-benar sangat indah, andai saja boleh, rasanya ia ingin bermain sejenak di bawah air mancur itu, tak sengaja mulut Naya sedikit menganga menyaksikan pemandangan indah itu, Andrean tersenyum tipis melihat kelakuan Naya, menurutnya Naya termasuk gadis yang sangat polos, apa adanya, namun cenderung ceroboh.

Hingga mobil keluar dari kediaman Andrean, belum ada pembicaraan lagi di antara keduanya, mereka sama-sama diam, sesekali pandangan mereka bertemu secara tak sengaja, namun dengan cepat mereka mengalihkan pandangan itu ke arah yang lain.

Mobil Andrean melaju semakin kencang, saat membelah jalanan ibu kota yang sudah berangsur sepi, tak sama seperti tadi pada saat berangkat, jalanan sangat padat merayap. Naya terlihat sedikit takut melihat kecepatan mobil yang di bawa Andrean melebihi batas maksimal, namun sepertinya Andrean tampak begitu santai, mungkin ia sudah terbiasa mengemudi dengan kencang.

"Ma-maaf pak, apa mobilnya tidak bisa lebih pelan lagi," ucap Naya terlihat takut.

"Kamu pegangan saja kalau takut akan terpental," balasnya datar, sambil terus mengemudi.

"Tapi saya takut pak, tolong pelan saja menyetirnya," rengeknya lagi, dengan ekspresi wajah yang sedikit memelas, Naya memang terlihat sangat takut, wajahnya seketika menjadi pucat, keringat dingin keluar dari keningnya, ia memiliki trauma tersendiri karena pernah mengalami kecelakaan pada saat latihan menyetir dulu.

"Hei, kau ini benar-benar payah,!" Ucap Andrean kesal, namun segera ia menurunkan kecepatannya, ia jadi tak tega melihat ketakutan di wajah Naya.

Naya terdiam, sambil mengelus dada, masih tersisa kecemasan di hatinya.

"Bukannya kau sudah terbiasa menyetir,?" Tanya Andrean bingung.

Naya mengangguk, sambil terus mengelus dadanya yang masih berdetak kencang akibat terlalu ngebut tadi.

"Apa rumah mu masih jauh,?" Tanya Andrean lagi, mengingat sudah hampir setengah jam mereka di jalan, namun belum juga sampai. Kali ini Naya menggeleng, ia masih mengatur nafasnya terlebih dahulu, agar lebih stabil.

"Apa kau sudah tak bisa bicara lagi,? Kau masih ingat alamat rumah mu kan,?" Cerca Andrean lagi dengan pertanyaan yang konyol.

"Komplek perumahan permata indah, blok C, nomor 23, RT 7, RW 09," Naya menjawabnya dengan sangat lengkap.

"Kenapa tidak sekalian saja kau menyebutkan nama pak RT-nya," balas Andrean ketus.

"Daerah mana itu,? Saya sepertinya pernah ke sana, tapi saya lupa," ucapnya sambil mengingat sesuatu.

"Gak jauh dari simpang lima lampu merah pak, gang rumah saya ada di sebelahnya," jelas Naya lagi sambil menunjuk arah rumahnya.

Andrean terlihat mengangguk, kali ini ia menurut dengan Naya, mobilnya pun segera melaju, melewati jalanan yang kini cenderung sempit, hanya muat untuk satu mobil.

"Apa kau sudah lama tinggal di sini,?

Lagi-lagi Andrean bertanya.

"Sudah pak, saya lahir di sini dan besar juga di sini,"

"Kenapa tidak pindah saja, cari tempat yang lebih strategis," Andrean sedikit memberi saran.

"Orang tua saya membeli rumah itu dari hasil kerja kerasnya pak, sayang kalau di jual," Naya sedikit bercerita.

"Saya bukan menyuruh menjualnya, tapi mencari rumah lagi yang lebih dekat dari pusat kota," celetuknya asal, Andrean pikir membeli rumah adalah hal yang gampang, mungkin bagi Andrean itu hal yang mudah, mengingat ia memiliki segalanya, uang yang banyak, karir yang bagus, berasal dari keluarga kaya raya, namun berbeda dengan Naya, ia terlahir dari keluarga yang sederhana, bisa memiliki rumah saja sudah membuat mereka bersyukur.

"Ya pak, nanti saya usahakan untuk membeli rumah baru lagi," balas Naya cengengesan, 'dasar orang kaya, emangnya beli rumah sama seperti beli kerupuk apa,' gerutunya dalam hati.

"Rumah mu yang mana,?" Lagi-lagi Andrean bertanya, padahal rumah Naya sudah mulai terlihat.

"Kenapa begitu banyak mobil yang parkir sembarangan di depan jalan, mengganggu pengguna mobil yang lain saja," Andrean terus saja mengomel.

Namun Naya tak menghiraukannya.

"Sudah sampai pak," ucap Naya cepat.

"Kenapa tidak bilang kalau sudah sampai," protes Andrean kesal. Ia merasa mobilnya tadi berjalan seperti keong, melewati gang rumah Naya sama seperti latihan untuk mendapatkan SIM, jalanan yang sempit, terkadang ada mobil yang parkir sembarangan di depan jalan, membuat Andrean harus menunjukkan skill mengemudinya, dengan sangat lincah ia berhasil melewati mobil yang terparkir sembarangan itu.

"Stop di sini saja pak," perintah Naya sambil tersenyum.

"Saya seperti jadi supir taxi online sekarang ini," gerutunya kesal.

Naya hanya cengengesan melihat Andrean, paling tidak ia sudah tiba di rumah dengan selamat malam ini.

Andrean menatap rumah Naya, rumah yang terlihat sangat sederhana, kalau di lihat dari besarnya, mungkin hanya ada 3 kamar di sana, teras rumahnya pun cukup kecil, terdapat garasi mobil yang berada di samping rumah, cukup untuk memuat satu mobil, sangat jauh berbeda jika di bandingkan dengan rumahnya, wajar saja Naya terlihat begitu antusias saat melihat air mancur yang ada di rumahnya tadi, sebab tak ada di rumah Naya, hanya ada taman kecil di depan rumah dan juga satu bangku taman.

"Bapak mau mampir dulu," ucap Naya menawarkan, saat menyadari kalau Andrean sedang memperhatikan rumahnya, sebenarnya itu cuma sekedar basa basi saja, karena sudah pasti Andrean akan menolaknya.

"Sudah malam, tak baik juga berkunjung di rumah orang malam-malam," balas Andrean menolak.

"Maaf ya pak sudah merepotkan, kalau begitu saya permisi dulu, terima kasih sudah mengantar saya pulang," ucap Naya lagi sambil membuka pintu mobil.

"Terima kasih sudah berakting dengan baik malam ini," kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Andrean, 'apa gue gak salah denger, terima kasih katanya,' batin Naya senang.

"Jangan lupa besok datang ke ulang tahunnya Oma," tambah Andrean lagi mengingatkan. Naya terlihat mengangguk, tak lupa ia tersenyum sebelum turun. Membuat Andrean menatapnya aneh, 'ada apa dengan wanita ini, kenapa ia melemparkan senyuman semanis itu kepada ku,' batin Andrean.