Chereads / Terjerat Pesona Sang Ceo / Chapter 9 - Istana Dunia Nyata 2

Chapter 9 - Istana Dunia Nyata 2

Naya masih terpaku, memandang indahnya air mancur yang mengucur secara perlahan, sambil terus berjalan menuju pintu rumah, pandangannya terus mengitari ke setiap penjuru, ia tak henti-hentinya berdecak kagum melihat istana megah yang sudah terpampang nyata di depannya.

Pintu rumah yang megah itu terbuka lebar, namun di jaga oleh dua orang pengawal, dengan memakai pakaian serba hitam, kacamata hitam, badan yang kekar, serta raut wajah yang terlihat seram, sudah bisa di pastikan kalau kedua orang itu adalah bodyguard.

"Benar-benar penjagaan yang sangat ketat," bisik Naya pelan.

Dengan wajah sedikit takut, Naya memberanikan diri untuk menyapa.

"Permisi bang, numpang lewat ya," sapa Naya dengan sedikit tersenyum.

"Ada keperluan apa, tolong tunjukkan kartu identitas anda," balas dari salah satu bodyguard itu.

Dengan terlihat gugup Naya menunjukkan kartu identitasnya.

"Saya di suruh pak Andrean untuk datang kemari, ada barang pak Andrean yang tertinggal," ucap Naya lagi menjelaskan.

"Silahkan masuk!"

jawab bodyguard itu lagi memberi perintah.

Naya pun bergegas masuk, tak lupa ia tersenyum kepada kedua bodyguard tadi, namun tak ada respon dari keduanya, wajahnya pun masih terlihat seram, tanpa ada ekspresi sedikit pun.

"Pantas saja kelihatan tua, hidup mereka terlalu serius, jarang senyum," gerutu Naya dalam hati.

Baru saja memasuki ruangan tamu, lagi-lagi naya di buat takjub saat melihat berbagai furniture mewah yang berjejer rapi menghiasi ruangan. Jika di taksir mungkin nilainya mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah.

"Wow, fantastis!"

Naya kembali berdecak, mulutnya seketika menganga saat melihat aquarium berukuran raksasa terpampang di salah satu sudut ruangan. Naya segera mendekat, ia mengelus aquarium itu dari luar, sambil terus memperhatikan deretan ikan yang tengah sibuk berlalu lalang di dalamnya, begitu banyak jenis ikan di sana, hingga membuat Naya bingung apa saja nama ikan tersebut, ada yang berukuran besar maupun kecil, sungguh sangat menyejukkan mata.

"Maaf, mbak ini siapa?" Sapa salah satu pelayan di sana, perawakannya seperti ibu-ibu, jika di perhatikan umurnya tak jauh berbeda dengan mamanya Naya, mungkin salah satu pelayan senior di rumah itu.

"Saya Naya bu, dari perusahaan pusat, saya di suruh pak Andrean untuk ke sini," balas Naya dengan sopan.

"Panggil saja bibi, ada keperluan apa mbk Naya ke sini,l?"

Tanya bibi itu lagi dengan tersenyum, 'sangat berbeda dengan sambutan waktu di luar tadi,' batin Naya.

"Kebetulan jam tangan pak Andrean tertinggal bu, eh maksud saya bi, jadi saya di minta untuk mengambilnya,"

ucap Naya lagi menjelaskan.

"Oh, tapi biasanya asisten tuan Andrean sendiri yang mengambilnya,"

Bibi itu terlihat bingung.

"Saya juga asistennya pak Andrean bi, baru kemarin di angkat oleh pak Andrean," kembali Naya menjelaskan.

"Oh, kalau begitu mari ikut saya mbk," ucap bibi itu lagi.

"Silahkan lewat sini ya mbak,"

Kembali bibi itu memberi perintah, mengarahkan Naya agar tidak salah jalan, mengingat ruangan di rumah itu begitu besar.

"Terima kasih ya bi," sahut Naya lagi mengikuti sang bibi dari belakang.

Sambil terus berjalan, pandangan Naya lagi-lagi di buat terpana dengan sebuah lampu hias yang menggantung dengan indah pada langit-langit rumah, ukurannya begitu besar, bahkan 3 kali lebih besar dari lampu hias yang ada di rumah Naya, 'sungguh sangat cantik dan indah,' bisik Naya dalam hati.

"Mari mbk Naya, silahkan,"

Ajak bibi itu lagi setelah tiba di depan lift, seperti dugaan Naya, rumah megah itu memiliki fasilitas lift di dalamnya.

'Orang kaya mah bebas,' batin Naya lagi.

Ting !

Pintu lift terbuka, mereka tiba di lantai 3, tepat di kamar milik Andrean. Terlihat Naya mengerjapkan matanya berkali-kali, persis seperti robot bola matanya tak henti-hentinya memindai setiap sudut ruangan yang ada di kamar Andrean, yang lebih di dominasi oleh warna putih abu-abu itu.

Luasnya 5 kali lebih besar dari kamarnya, kamar yang sangat besar untuk laki-laki lajang seperti Andrean, pikirnya.

"Silahkan lewat sini mbk,"

ucap Bibi itu lagi sambil terus memimpin di depan, Naya mengangguk sambil terus mengekori dari belakang mengikuti arahan dari sang pelayan.

Lagi dan lagi, Naya di buat melongo pada saat melihat walk in closet di kamar milik Andrean, yaitu sebuah ruangan khusus untuk menyimpan pakaian, sepatu, dasi, ikat pinggang, perhiasan dan lainnya. Sudah barang tentu pasti akan ada jam tangan yang tersimpan di sana.

Pelayan itu pun membuka salah satu tempat khusus, yang di dalamnya menyimpan semua jam tangan milik Andrean, lagi-lagi Naya mengerjapkan matanya berkali-kali saat melihat jam tangan merk ternama telah berjejer rapi di dalam etalase, persis seperti sedang berada di toko, 'kalau semuanya di jual bisa kaya mendadak', batinnya lagi. Terlihat Naya menelan ludah, takut nanti air liurnya menetes saking takjubnya, kita sebut saja dia agak norak.

"Silahkan mbk pilih yang mana,"

Ucapan sang pelayan seketika menyadarkan Naya dari hayalan kotornya.

"Eh... Ia bi, tapi yang mana ya bi,?"

Naya malah bertanya, bingung terlalu banyak pilihan, dia tidak begitu paham dengan jam tangan, karena dia sendiri tidak hobi memakai jam, 'toh juga sudah ada handphone untuk pengingat waktu,' pikirnya.

"Bibi juga kurang paham mbk, tapi biasanya tuan Andrean kalau makai jam itu sesuai jadwal,"

"Sesuai jadwal, maksudnya bi,?" Naya menaikkan sebelah alisnya, makin bingung.

"Ya sesuai jadwal mbk, misalkan hari senin, jadwalnya tuan Andrean menggunakan jam merk apa, warna apa, gitu mbk Naya," terang bibi itu lagi, hingga membuat Naya semakin geleng-geleng kepala.

"Jadi maksudnya, tiap kali pak Andrean ke kantor, jam-nya ganti-ganti terus ya bi,?" Kembali Naya memastikan.

"Nah, betul mbk, kalau pak Riko sudah hafal betul dengan jadwalnya tuan Andrean menggunakan jam tiap harinya,"

Naya terlihat frustasi, bagaimana ia tau tentang hal ini, 'jangan-jangan dalemannya pak Andrean juga harus sesuai jadwal,' batin Naya aneh.

"Gimana ya bi, saya belum tau mengenai hal ini, saya pikir tadi tinggal ambil aja,"

Naya benar-benar di buat pusing, di tambah lagi ia belum sempat meminta nomor whatsapp milik Riko.

"Mbk hubungi pak Riko aja, kan pak Rikonya tau," saran bibi itu lagi.

"Itu dia masalahnya bi, saya juga belum sempat tukar nomor sama Riko, gimana ya bi? Apa saya bawa yang ini aja ya?"

Naya mengambil salah satu jam yang di anggapnya cukup mewah, sebuah jam tangan merk terkenal yaitu Rolex 126600 Sea-Dweller warna hitam, yang harganya sekitar Rp. 450.000.000, Naya akan jatuh pingsan jika mengetahui hal ini, pelayan itu pun mengangguk setuju dengan pilihan Naya, mengingat ia sendiri juga tidak paham mengenai jam.

Naya tersenyum, berharap kalau sang bos akan senang dengan pilihannya, perduli amat dengan masalah jadwal, yang terpenting adalah lah waktu.

"Waktu."

Tiba-tiba Naya tersadar, ia baru ingat kalau sekarang ia sedang berpacu dengan waktu.

"Maaf bi saya harus segera pergi sekarang, pak Andrean hanya memberi saya waktu 2 jam untuk mengambil jam ini," ucap Naya cepat.

"Baik lah mbk, ayo kita turun sekarang,"

Mereka pun keluar dengan terburu-buru, sebenarnya Naya masih ingin berpetualang di rumah besar itu, rumah yang menurutnya seperti istana, 'mungkin butuh waktu seharian untuk bisa berkeliling,' batin Naya lagi.

"Pak Andrean, i'm coming", bisiknya dalam hati.