Naya masih berpacu dengan waktu, berharap kalau ia tidak akan terlambat.
'Arghh, kenapa pria seperti dia begitu sangat menyusahkan,' umpat Naya dalam hatinya.
Sesekali ia berlari untuk mempercepat langkah kakinya, meninggalkan istana megah itu dengan terburu-buru.
"Masih tersisa 35 menit lagi, andai gue punya sayap ataupun punya teman seperti doraemon, akan gue pinjam kantong ajaibnya mengeluarkan pintu kemana saja." Naya terus berceloteh sambil terus melaju dengan mobil miliknya. Jalanan hari ini terlihat sepi, karena belum waktunya jam pulang anak sekolah dan juga kantor,
"Akhirnya sampai juga."
Naya bernafas lega, paling tidak ia bisa tiba di kantor lebih cepat, bahkan ia masih menyisakan waktu sekitar 10 menit lagi, meski begitu ia masih berlari, siapa tau saja akan ada bonus dari pak Andrean jika ia tiba di kantor lebih awal, pikirnya.
Tok... Tok... Tok...
Naya langsung mengetuk pintu, untung saja tidak ada Stefi, si wanita genit dan menjengkelkan itu, kalau tidak Stefi pasti akan menghadangnya lagi dengan berbagai macam pertanyaan, mengeluarkan kata-kata kasarnya lagi, 'kemana wanita itu pergi', batinnya.
"Masuk,"
Suara terdengar dari dalam ruangan, Naya sangat mengenali pemilik dari suara itu, siapa lagi kalau bukan Andrean Varro Martadinata, bosnya yang sangat menyebalkan dan juga menyusahkan itu.
Ceklek !
Naya membuka pintu, dengan langkah hati-hati ia menghampiri sang bos yang tengah bersantai di kursi empuknya, kursi yang menjadi biang kerok hingga ia harus mendapatkan hukuman hari ini.
"Ini pak jam tangannya,"
Naya segera menyodorkan jam tangan dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
Mata Andrean langsung mendelik saat melihat jam tangan yang di bawa oleh Naya ternyata salah.
"Apa ini,?
kamu tidak tau hari ini saya mengenakan jam merk apa,? Benar-benar tidak becus,"
Omelan Andrean membuat Naya geretan.
'pria tidak tau di untung, bukannya terima kasih, masih saja sibuk menanyakan merk,' gerutu Naya kesal.
"Maaf pak, saya tidak tau sebelumnya, bapak akan mengenakan jam yang mana," ucap Naya membela diri.
"Makanya, sebelum pergi itu kamu harus bertanya dulu, jangan main kabur aja,"
'kabur apanya, sebelum gue nanya, lo udah ngusir gue duluan,' umpat Naya lagi.
"Kenapa diam,? Sebagai seorang asisten harusnya kamu lebih peka kalau di berikan tugas, kamu kan bisa nanya dulu sama Riko, dasar ceroboh!"
Andrean kembali mengomel.
'Selain suka berteriak, laki-laki ini juga hobi mengomel rupanya,' bisik Naya dalam hati, ia berusaha untuk tidak meladeni Andrean, panjang urusannya, bawahan mah gak akan menang melawan bos, pikirnya lagi.
"Hei nona, apa kamu masih mendengarkan saya,?"
Masih tak ada jawaban.
"Ambilkan saya minuman dingin sekarang, saya haus!"
'What, ? minuman dingin ? benar-benar kelewatan, gue yang lari, gue yang ngos-ngosan dia yang haus, sabar Naya ini ujian,' ucap Naya dalam hati.
"Apa kamu tidak dengar!"
Andrean mulai membentak.
"Baik pak, segera akan saya ambilkan," balas Naya dengan menahan sabar.
Naya terlihat sangat kesal, apa ini salah satu hukuman, ia merasa pekerjaannya sekarang tidak lebih dari seorang pesuruh, 'kuliah tinggi-tinggi di bidang manajemen tapi akhirnya hanya menjadi pesuruh,' lagi-lagi Naya mengumpat.
"Ehh Nay, gimana udah kelar tugas lo,?" Tiba-tiba Riko datang menghampiri.
"Kelar apa'an, gue udah capek-capek nyari rumahnya, udah keliling sana sini, ternyata jam yang gue bawa salah," protes Naya kesal.
"Sorry ya Nay, gue juga lupa bilang kalau hari ini Andrean makai jam apa,"
"Gak kok Rik, gue yang salah, harusnya gue yang nanya terlebih dahulu sama lo, by the why gue boleh minta nomor lo kan Rik,?"
"Tentu boleh la Nay, secara kita sekarangkan satu tim,"
Jawab Riko membuat Naya sedikit tersenyum, untung Riko tidak seperti Andrean yang sukanya marah-marah dan berteriak itu, lagi-lagi Naya membandingkan kedua laki-laki tampan itu.
"Thank's ya Rik, gue mau ke belakang dulu," ucap Naya lagi sambil mengulas senyum di wajahnya.
"Ia sama-sama Nay, kalo ada yang ingin di tanyakan, tinggal kasih tau gue aja, ok".
"Ok Rik,"
Jawab Naya singkat.
Naya langsung menuju dapur, di sana sudah ada beberapa staf OB, mereka terlihat bingung saat Naya berada di dapur.
"Maaf mbk, mau saya buatkan apa,?" Sapa salah satu staf dengan sopan.
"Oh, saya cuma mau minuman dingin kok bu," balas Naya dengan tersenyum.
"Sini biar saya ambilkan mbk, nanti biar saya antar ke ruangan mbk Naya," ucap staf itu lagi dengan lembut.
"Gak usah biar saya aja bu, ibu istirahat aja, kebetulan ruangan saya bukan di manajemen lagi bu,"
Jawab Naya menjelaskan.
"Maksud mbk Naya, mbk udah di pindahkan ya, ? Di ruangan mana mbk,?
Tanya ibu itu lagi terlihat bingung.
"Ruangan direktur bu,"
"Ru... Ruangan direktur mbk ? Tanya ibu itu lagi dengan sedikit gagap.
Naya hanya tersenyum melihat ekspresi ibu Salma, salah satu staf OB itu. Ibu Salma salah satu staf yang cukup senior di sana, umurnya sudah menginjak 45 tahun, namun perawakannya masih terlihat seperti anak umur 30, mungkin karena ibu Salma rajin senyum dan juga ramah, sehingga ia awet muda.
"Wah, mbk Naya posisinya sekarang sudah naik pangkat ya mbk, selamat kalau begitu, ibu jadi ikutan senang mendengarnya," ucap ibu Salma lagi.
Sedangkan Naya hanya tersenyum mendengar kata-kata dari bu Salma. Walau dalam hatinya ingin menolak , sebab Naya baru sadar pekerjaannya yang sekarang tidak seperti yang ia bayangkan, bahkan berbanding terbalik dengan latar belakang kuliahnya dulu di bidang manajemen.
'Apa boleh buat, dari pada di pecat,' batinnya lirih.
"Saatnya mengantarkan minuman ke tuan raja," ucapnya kesal.
Naya pun bergegas ke ruangan Andrean, dengan langkah yang terburu-buru, namun seketika Stefi menghadang dari depan pintu.
"Eitss, tunggu dulu, mau apa lagi lo datang ke sini,?" Matanya mendelik dengan kedua tangan yang di sedekapkan ke dada, seolah sedang menantang Naya.
"Lo lagi, lo lagi... Gak bosen lo kepoin hidup gue, mendingan lo beresin aja tugas lo, gue buru-buru," Naya berusaha menyenggol namun Stefi mengelaknya dengan cepat.
"Kurang ajar lo ya, emang gak ada takut-takutnya lo sama gue, ehh cewek genit gak usah kecakepan deh lo, pakai acara ngantar minuman segala lo, itu tugasnya OB bukan lo,!" Stefi berteriak seraya membentak, Andrean yang mendengar suara gaduh dari luar akhirnya menghampiri.
"Ada apa ini ribut-ribut di kantor gue, HAH,!" Teriakan Andrean tak kalah membahana, satu ruangan bahkan bisa mendengar teriakannya.
"Bukannya kerja, malah sibuk di sini, apa kalian mau saya pecat,?"
Ancam Andrean dengan kembali membentak, hingga membuat Naya dan Stefi tertunduk, keduanya saling melirik satu sama lain dengan tatapan sinis.
'ini semua gara-gara lo cewek genit," gerutu Stefi dalam hati.
'Dasar cewek gila, kapan-kapan gue benamkan lo ke comberan, biar sadar!' Umpat Naya kesal.
"Ini lagi, ngapain masih di sini, cepat kembali ke tempat,!" Teriak Andrean sambil menunjuk ke arah Stefi.
"Baik pak,"
Stefi kembali ke tempatnya, dengan tatapan yang masih menyala,'awas kau Naya,' batinnya lagi.
"Kamu juga, cepat masuk!"
Teriak Andrean lagi memberi perintah, Naya segera masuk dengan membawa minuman dingin di tangannya, ia pun duduk di tempatnya lagi, dengan terlebih dulu meletakkan air minum tadi di meja Andrean.
Dengan segera Andrean meminumnya, namun wajahnya seketika berubah.
"Minuman apa ini, kenapa rasanya aneh,!"
Teriak Andrean marah.
"Hei kamu, sini!"
Naya segera beranjak dari tempat duduknya, 'apa lagi sekarang,' bisiknya dalam hati.
"Minuman apa ini,?" Kembali Andrean bertanya, namun Naya masih terdiam.
"Kenapa rasanya seperti cairan pencuci piring!" Teriak Andrean kesal.
Sedangkan Naya masih terlihat bingung, apa yang sudah ia masukkan di minuman itu tadi. Ia mengingat-ngingat lagi, waktu di dapur tadi ia tengah sibuk mengobrol dengan bu Salma, kemudian...
'OMG, gue pikir air yang di galon tadi air minum, ternyata cairan pembersih tangan, mampus gue, dasar cewek bodoh,' Naya mengumpat dirinya sendiri.
Bersambung...