Chereads / Terjerat Pesona Sang Ceo / Chapter 12 - Pesona Sang Ceo

Chapter 12 - Pesona Sang Ceo

Andrean masih terlihat begitu kesal, ia masih tak percaya dengan apa yang baru ia lihat tadi, 'benar-benar wanita rakus, bagaimana bisa ia menghabiskan semua makanan sebanyak itu hanya dalam hitungan menit, sungguh mengerikan,' batinnya bingung.

Tentu saja Andrean sedikit takjub dengan aksi Naya tadi, bagaimana tidak, makanan yang begitu banyak, bisa ludes dalam hitungan menit, tentu saja Naya yang sudah menghabiskannya, postur badannya memang kurus, tapi porsi makannya melebihi jatah 5 orang kuli bangunan, bisa di bayangkan betapa elastisnya lambung Naya.

Masih di tempat yang sama, terlihat Andrean yang tengah duduk santai di bangku taman, tepatnya berada di depan restoran korea tadi, segera Riko menghampirinya, di ikuti dengan Naya yang berjalan dari belakang, mulutnya masih terus mengunyah, sekedar menikmati cemilan penutup setelah berhasil menghabiskan semua makanan tadi.

Lagi-lagi Andrean menggeleng melihatnya, 'apa lambung wanita ini benar-benar terbuat dari karet elastis,' gumamnya ngeri, apa lagi saat melihat mulut Naya yang sudah terisi penuh dengan cemilan, 'benar-benar mengerikan,' lagi-lagi Andrean bergidik.

"Kita kembali sekarang bos?"

Tanya Riko setelah melihat sang bos yang sudah berdiri.

"Ayo cepat, saya sudah terlalu kenyang berada di sini," balas Andrean ketus sambil tersenyum miring ke arah Naya.

Sedangkan Naya terlihat mematung sesaat, baru kali ini dan untuk pertama kalinya ia melihat Andrean tersenyum, meskipun senyuman itu terlihat agak getir, tapi terlihat begitu indah di wajah yang sangat tampan dan putih itu.

Belum lagi dengan hidungnya yang sedikit mancung, bibirnya yang tipis namun terkesan sensual, potongan rambut yang di biarkan tegak, semakin menambah ketampanan sang direktur, 'apa aku sedang bermimpi, baru kali ini aku melihat seorang pangeran tersenyum,' bisik Naya dalam hatinya.

"Hei, apa kau akan terus berdiri di sana?"

Teriakan Andrean seketika membuyarkan lamunannya, Naya terhanyut beberapa saat, tak sadar jika Riko dan bosnya sudah masuk ke mobil.

Dengan sedikit berlari kecil Naya segera menyusul, perutnya terasa sedikit sakit saat berlari tadi, mungkin karena kapasitas perutnya yang sudah terisi penuh akibat makan yang terlalu banyak tadi, membuat Andrean menatap tajam ke arahnya.

Naya hanya tertunduk melihat tatapan itu, takut nanti dia akan salah tingkah, padahal Andrean hanya menatapnya sinis, bukan menggoda, dasar Naya saja yang kegeeran.

Dengan kecepatan sedang, mobil sport mewah berwarna hitam kelam itu melaju membelah jalanan kota yang masih terlihat lengang, belum ada pembicaraan di antara mereka bertiga, hanya Riko yang sesekali berdehem, mencoba memancing kedua penumpangnya untuk sekedar berbicara, dari pada hanya duduk terdiam, pikirnya.

"Apa kau tadi kesurupan?"

Tanya Andrean memulai pembicaraan, Naya tak bergeming, seolah Andrean bukan berbicara padanya. Merasa di acuhkan, Andrean kembali bertanya.

"Hei, apa kau tidak mendengar ku?" Tunjuk Andrean tepat ke arah Naya yang masih terdiam.

"E-eh, maaf pak maksud pak Andrean apa?"

Naya terlihat malu dengan menambahkan nama Andrean di belakang kata 'pak' tadi, sebab baru kali ini ia memanggil dengan 'pak Andrean,' biasanya ia lebih sering memanggil dengan 'pak' ataupun 'bapak' benar-benar terdengar kaku dan juga formal.

"Maksud saya, apa tadi kau menikmati makanan mu,? Sepertinya kau belum makan selama 3 hari ini,"

ucap Andrean dengan nada menyindir, sedangkan Riko hanya tersenyum manis mendengarnya.

Naya baru sadar kalau Andrean sedang menyindirnya, ia hanya tersenyum simpul, mengingat cara makannya yang super kilat tadi, benar-benar seperti orang kesurupan.

Bukannya menjaga sikap seperti cewek pada umumnya, yang anggun lemah gemulai, apa lagi di depan orang nomor satu di perusahaan ternama yang gantengnya kebangetan itu, sangat jauh berbeda dengan Naya yang begitu cuek bebek, bahkan tak ada jaim-jaim nya sama sekali, natural apa adanya, walaupub membuat Andrean bergidik ngeri melihatnya.

Tak kurang 10 menit, mobil sport warna hitam milik Andrean telah terparkir dengan indah di tempatnya, salah satu mobil sport kesayangan milik Andrean, yang harganya di taksir sekitar 75 Miliar, harga yang sangat fantastis untuk karyawan seperti Naya dan Riko, ini hanya satu dari antara banyaknya koleksi mobil yang Andrean punya, namun khusus untuk mobil ke kantor yang satu ini, lebih sering Riko yang memakainya, mengingat Riko adalah asisten pribadi Andrean, sudah tentu Andrean akan memfasilitasinya dengan sebuah mobil sport mewah.

Terlihat mereka berjalan bersama, tak ubahnya seperti tiga orang sahabat, ada banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, di antaranya adalah Stefi, dia begitu iri saat melihat Naya berjalan di samping Andrean, bahkan terdengar olehnya dari beberapa karyawan yang saling berbisik.

Membicarakan Naya seperti wanita yang sedang di perebutkan oleh dua orang pria, siapa lagi kalau bukan Andrean dan juga Riko, membuat Stefi makin kesal mendengarnya.

"Hei, kalian yang lagi bisik-bisik, bisanya cuma ngegosip aja mirip ibu-ibu komplek," gertaknya ketus.

Namun ucapan Stefi tak di hiraukan oleh mereka, tak ada gunanya meladeni Stefi, selain genit ia juga terkenal sering membuat onar, kalau bukan karena ayahnya berteman dengan papanya Andrean, mungkin dia sudah lama hengkang dari perusahaan itu. Mengingat banyak karyawan yang tidak suka dengan keberadaannya di sana.

Di tempat terpisah, Naya sudah kembali stay di tempat duduknya, tak banyak yang ia lakukan selain menunggu perintah dari sang bos, sebenarnya ia cukup bosan dengan pekerjaannya yang sekarang.

Ia merasa rindu dengan pekerjaannya yang lama, suasananya, kebersamaannya dengan satu tim membuatnya ingin kembali lagi ke sana, tapi apa boleh buat Andrean sudah mengurungnya di ruangan ini, ruangan yang menurutnya sangat tidak nyaman dan kaku itu.

Sedangkan Andrean terlihat tengah sibuk memeriksa beberapa berkas yang harus segera ia tanda tangani, tentu saja di bantu oleh Riko.

"Dari pada kamu melamun hal yang tidak jelas, mendingan bantu Riko membereskan berkas-berkas ini."

Perintah Andrean saat melihat Naya yang tengah sibuk berhayal, seraya menunjukkan kertas yang berserakan di atas meja.

"Baik pak," balasnya singkat.

Naya segera menghampiri, membantu Riko memungut satu demi satu kertas yang bertebaran, entah berkas apa yang sedang mereka periksa, sampai-sampai sebanyak itu.

'Ternyata gak enak juga jadi bos, setiap hari pasti ada berkas yang harus di tanda tangani, belum lagi ngurusin yang lainnya, ngurusin perusahaan sebesar ini memang tak mudah, begitu banyak karyawan yang menggantungkan hidupnya di sini, salut sama pak Andrean meskipun ia suka marah-marah gak jelas, galak, suka teriak, tapi hatinya baik, 'batinnya lagi.

Entah mulai kapan Naya mengagumi sosok Andrean yang baginya begitu menyebalkan itu.

Sambil terus merapikan berkas yang berserakan, Naya diam-diam memperhatikan Andrean, di lihatnya wajah yang putih mulus itu, bersih tak ada noda sedikit pun, 'dia benar-benar tampan, kenapa jantung ku berdebar tak karuan,' batinnya lagi dengan wajah yang berbinar.