Chereads / Terjerat Pesona Sang Ceo / Chapter 17 - Sebuah Ide

Chapter 17 - Sebuah Ide

"Serius lo Nay, kalo cewek yang di kantin tadi mantannya pak Andrean?" tanya Milea lagi memastikan.

"Iya Mil, masa gue bo'ong sama Lo."

"Kalau memang itu mantannya pak Andrean, jadi kita selama ini udah salah dong nilai dia," ucap Milea lagi merasa bersalah.

"Makanya jadi orang itu gak boleh su'udzon Mil, untung gosipnya belum tersebar," jawab Naya berlagak menasehati, padahal ia pun sama saja.

"Elehh, lo juga sama atuh neng, udah berfikir yang negatif sama pak Andrean, sungutnya tak mau kalah.

"Syuutt!" Naya segera memberi isyarat kepada Milea untuk diam.

"Jangan keras-keras ngomongnya, kalo sampai ada yang dengar bisa gawat,"

ucapnya lagi setengah berbisik.

"Ups, sorry, hehe... Tapi Nay, kira-kira kenapa ya mereka putus, secara mereka itu kan pasangan serasi, pak Andrean ganteng, yang ceweknya juga cantik," ucap Milea memuji.

"Mana gue tau, ceweknya kegatelan kali," balas Naya ketus.

"Lo gak mau cari tau tentang mereka berdua Nay." Saran Milea asal.

"Ihh, males banget, buang-buang waktu gue aja, kalo ketahuan bisa di gantung hidup-hidup gue sama itu bos killer,"

Umpat Naya kesal.

"Udah gak usah sewot gitu, muka lo keliatan tua kalo lagi marah," ledek Milea lagi.

"Udah ahh, mendingan sekarang kita kembali ke tempat asal masing-masing, jam istirahat udah selesai, kapan-kapan kita sambung lagi ok, nona Milea," ucap Naya sambil mencubit muka sahabatnya itu, hingga membuat Milea berteriak.

"Adaww... iih Naya, sakit tau...!" Milea berteriak, sedangkan Naya secepat kilat berhasil kabur dari sana. Begitu lah dengan mereka berdua, yang sering bercanda satu sama lain.

Naya pun sudah kembali ke ruangannya, namun baik Andrean maupun Riko belum juga terlihat batang hidungnya, 'entah di mana kedua orang itu,' batin Naya.

Naya berusaha menyibukkan diri dengan membaca beberapa agenda kerja, satu hal yang membuatnya tertarik mengenai isi agenda itu, ialah mengenai perjalanan dinas ke Paris, ia baru ingat dengan obrolan Andrean dan juga Riko kemarin, ternyata mereka pergi bukan untuk kepentingan pribadi, ataupun jalan-jalan, tapi karena urusan kerja. Lagi-lagi Naya sudah berfikir negatif tentang mereka.

"Kapan gue bisa ke Paris," bisiknya pelan sambil meletakkan agenda itu kembali. Naya memang sangat ingin pergi ke Paris, itu salah satu cita-citanya pada saat masih di bangku sekolah dulu, ia ingin sekali bisa melihat menara Eiffel yang menjadi ciri khas negara Perancis itu.

Ceklek.

Pintu terbuka, Naya segera menoleh, ternyata itu adalah Riko.

Ia terlihat bingung saat tak menemukan Andrean di sana.

"Bos kita kemana Nay?" Tanya Riko saat melihat kursi Andrean yang masih kosong.

"Gak tau juga Rik, bukannya tadi kalian makan siang bareng ya!" jawab Naya seolah tak tau, padahal tadi ia melihat kalau Andrean sedang bersama wanita dan sempat bertengkar.

"Serius lo gak tau?" Tanya Riko lagi memastikan.

Belum sempat Naya menjawab, tiba-tiba Andrean datang dengan wajah yang terlihat uring-uringan.

'kenapa lagi ini orang,' batin Naya heran.

"Kenapa lu bos, apa ada masalah,?" Riko langsung bertanya saat melihat ekspresi Andrean yang tak biasa.

"Sarah Rik, tadi wanita itu datang ke sini," ucapnya sambil memijat pelipis keningnya yang tidak sakit. Riko yang mendengar hal itu terlihat kaget.

"Ngapain itu nenek sihir ke sini lagi bos,?" Tanya Riko heran.

"Sarah mau ngajak balikan,!" Jawabnya ketus.

"Terus, bos mau aja gitu,?"

"Ya enggak lah, emang cuma dia wanita di dunia ini, lagian penghianatannya dulu sudah cukup membuat ku terluka," balas Andrean kesal kala mengingat hal itu lagi.

Riko hanya mengangguk saat mendengar pernyataan Andrean, ia tak mau mengungkit masalah itu lebih dalam lagi, mengingat dulu Andrean begitu mencintai Sarah, namun di balas oleh sebuah penghianatan, dengan mata kepala Andrean sendiri ia melihat Sarah berselingkuh dengan laki-laki lain, yang tak lain adalah teman Andrean sendiri, dan Riko pun menyaksikan hal itu.

"Tolong ambilkan minum,!" Ucap Andrean datar, tanpa ekspresi sedikit pun di wajahnya.

Naya yang dari tadi hanya menjadi pendengar, terlihat segera beranjak dari tempat duduknya untuk mengambilkan minum. Sudah menjadi tugasnya sekarang melayani seorang bos seperti Andrean, tak masalah jika ahirnya ia hanya menjadi pesuruh, yang penting ia masih bisa bekerja di perusahaan yang sangat terkenal itu.

Dengan langkah cepat Naya segera menuju dapur. Sedangkan Riko masih terlihat berbincang dengan Andrean.

"Apa kau punya saran Rik,?"

Kembali Andrean bertanya.

"Saran untuk apa bos,?" tanya Riko balik.

"Supaya Sarah tidak berani mendekati saya lagi," ucap Andrean dengan serius, ia terus memijat keningnya yang tidak sakit, ia benar-benar tidak ingin kalau sampai Sarah menemuinya lagi besok, sebab ia hafal betul dengan mantan kekasihnya yang sangat ambisius itu, ia tidak akan berhenti dan menyerah begiru saja, sebelum mendapatkan keinginannya.

Riko terdiam sejenak, berfikir, agar bisa menemukan ide yang bagus untuk Andrean.

Satu detik...

Satu menit...

Ceklek !

Pintu terbuka, terlihat Naya yang baru kembali dengan membawa segelas air di tangannya, dengan hati-hati Naya meletakkan minuman itu di atas meja Andrean.

"Silahkan pak, ini minumannya,"

Ucap Naya dengan sedikit mengulas senyum di wajahnya, meskipun ia paham betul kalau Andrean tidak akan membalas senyuman itu, paling tidak ia berusaha bersikap manis dan sopan walaupun sedikit terpaksa.

"Terima kasih," jawab Andrean singkat.

Naya mengangguk, ia terlihat sedikit kaget mendengar ucapan itu, 'eh apa barusan gue gak salah denger, tumben sikapnya ramah,' batin Naya. Baru kali ini bosnya bersikap baik, biasanya juga ia selalu berteriak, kemudian marah-marah padanya.

Sedangkan Riko yang melihat hal itu hanya tersenyum ke arah Andrean, dengan senyuman yang penuh arti, sepertinya Riko sedang memikirkan sesuatu.

"Saya punya ide bagus bos," ucap Riko dengan yakin.

"Apa itu,?"

Riko segera mendekat ke arah Andrean, dan ingin membisikkan sesuatu, terlihat Riko meletakkan telapak tangannya di telinga Andrean, persis seperti orang yang akan berbisik, namun belum sempat Riko berbisik, Andrean sudah merasa geli duluan.

"Apa bicaranya harus bisik-bisik Rik,?" Protes Andrean sedikit geli.

"Bos, mau saran tidak, ?"

Tanya Riko lagi memastikan.

Terlihat Andrean sedikit ragu-ragu, namun akhirnya ia membiarkan Riko membisikkan ide itu ke telinganya.

Andrean menaikkan satu alisnya, sambil menggelengkan kepalanya.

"Saya tidak mau, apa tak ada cara lain lagi Rik,?"

Andrean keberatan dengan ide Riko yang di anggapnya aneh.

"Itu sih tergantung bos, kalau mau aman dari nenek sihir itu, ini salah satu solusinya!"

ucap Riko lagi menyarankan.

"Saya pikir-pikir dulu Rik,!"

"Ok, tapi jangan kelamaan mikir ya bos, ntar keburu nenek sihir itu datang terus ngejar-ngejar bos lagi, hayoo,"

Balas Riko lagi sambil menakut-nakuti bosnya itu. Entah ide apa yang sedang mereka bicarakan, sedangkan Naya terlihat tak perduli.