Pagi ini Elena harus belajar bagaimana caranya bersikap elegan saat mendampingi Elleard. Seorang guru kepribadian bernama Madame Elroy dengan sabar mengajari calon Nyonya Osbart cara bersikap dan berbicara wanita kalangan atas, agar ia tidak merasa rendah diri saat berhadapan dengan orang-orang dari kalangan tersebut.
Kali ini Elena diajari cara menjaga sikapnya saat hendak bertanya pada Elleard jika sedang di muka umum.
"Contohnya seperti ini Nyonya." Nyonya Elrory tersenyum manis dan berdiri memperagakan.
"Sayang, aku ingin bicara sebentar." Ia menarik halus siku orang yang menjadi model peraga sebagai Elleard.
"Oh, baiklah…" Elena mengangguk paham. Ia memperhatikan dengan baik semua pelajaran yang diberikan Madame Elroy dan bahkan membuat berbagai catatan kecil.
Dalam waktu tiga jam, tanpa kenal lelah ia dan guru tata kramanya berlatih semua hal-hal penting yang harus ia kuasai agar dapat membawa diri dengan baik sebagai istri Elleard.
Elena harus memperhatikan ucapannya, cara bicaranya harus lugas tetapi tetap anggun. Elena juga diajarkan bagaimana caranya duduk dan berjalan dengan dagu sedikit terangkat.
Elena mulai berjalan dengan tegap dan dagu sedikit terangkat.
"Maaf, Nyonya. Terlalu tinggi."
Elena mendehem pelan, kemudian menelan ludahnya. Ia sedikit menurunkan dagunya. Ya ampun ternyata begitu rumit belajar tata krama orang kaya. Elena harus berkali kali mengulangi gerakan yang sama.
Kelas dilanjutkan dengan mengenal semua minuman dari warna dan aroma yang harus Elena ketahui, juga bagaimana ia harus berpendapat saat aroma wine tercium. Dan hal lain yang tidak kalah penting adalah ia harus membiasakan diri mengenakan high heels, karena Elleard menyukai jika istrinya dapat tampil cantik mengenakan sepatu berhak tinggi.
Elena yang tidak biasa mengenakan high heels sebenarnya merasa sangat lelah, tetapi Madame Elroy terus mendorongnya untuk bisa tampil anggun dan cantik demi membuat suaminya nanti senang.
Saat makan siang tiba, pelajaran dilanjutkan dengan tata krama di meja makan. Elena diajari berbagai tipe hidangan dan alat makan yang harus dipakai untuk berbagai jenis hidangan berbeda.
"Besok kita akan lanjutkan tata krama di meja makannya, Nyonya," kata Madame Elroy setelah mengakhiri pelajaran hari itu. "Anda sangat pandai dan cepat belajar."
"Terima kasih, Madame," kata Elena dengan penuh terima kasih. "Sampai jumpa besok."
Setelah kelas selesai Elena kembali ke kamarnya bersama Greta. Ia melepaskan high heels yang sejak tadi harus terus ia pakai. Tanpa diminta, Greta memijat pelan kaki Elena.
"Terima kasih, Greta. Jika tidak ada kau aku pasti sudah pingsan. Hari ini rasanya sangat lelah."
"Anda harus menyimpan energi Anda untuk besok, Nyonya. Sekarang lebih baik Anda istirahat."
***
Di malam sebelum pernikahan, Greta menemani Elena di kamarnya. Sang calon pengantin sedang gugup luar biasa menghadapi esok pagi. Tadi, dokter sudah datang karena Elena terus merasakan sakit perut dan rasa mual yang tidak kunjung hilang. Dokter mengatakan bahwa Elena tegang. Ia terlalu stres memikirkan hari pernikahannya.
Elena berbaring menutupi tubuhnya sebatas leher sedangkan Greta duduk di samping Elena di atas ranjang. Elena menggenggam erat tangan Greta, pelayan itu juga cemas melihat wajah Elena yang terlihat tidak tenang.
"Nyonya ingin aku panggilkan Tuan Elleard?" tanya Greta.
"Tidak, dia sedang sibuk. Aku tidak mau terus mengganggunya," kata Elena sambil menggeleng lemah.
Elleard tadi sudah datang membelai dahi Elena agar mengurangi ketegangan dan Elena merasa malu kalau terus-terusan harus merepotkan calon suaminya.
Syukurlah saat ini Elena sudah jauh merasa lebih baik setelah tadi dokter memberinya obat pereda nyeri.
"Cobalah untuk tidur, Nyonya."
Elena mengangguk kemudian memejamkan matanya. Selama beberapa saat Greta masih di sana memastikan Elena sudah benar-benar tertidur, barulah ia pergi meninggalkan kamar sang nyonya.
Saat keluar dari pintu kamar Elena, Greta melihat Eleard baru saja datang.
"Tuan." sapa Greta menunduk hormat.
"Bagaimana dia?" tanya Elleard sambil melirik ke pintu kamar Elena.
"Nyonya Elena baru saja tertidur, Tuan." Greta menunduk sekali lagi sambil melaporkan keadaan Elena saat ini.
"Baiklah. Kau boleh pergi, persiapan besok harus sempurna!"
Elleard memutar kursi rodanya dan bergerak menuju ke kamarnya sendiri di ujung lorong. Greta menunduk hormat melepas kepergian Tuan Mudanya.
***
Akhirnya hari pernikahan tiba. Elena duduk di depan cermin dengan dua orang perias pengantin yang merias wajahnya. Hari ini ia tampak jauh lebih cantik dari biasanya dengan makeup yang terlihat natural.
Rosa Wang masuk ke ruangan rias pengantin dan menekap bibirnya dengan wajah haru. Gaun pengantin yang dikenakan Elena tampak sangat cantik dan pas di tubuhnya setelah Rosa dan timnya bekerja keras mengubah ukuran gaun itu agar sesuai dengan setiap lekuk tubuh Elena.
Perasaan Rosa pada saat ini dapat dikatakan campur aduk. Ia senang karena salah satu mahakarya dapat dipakai oleh wanita yang tepat dan dilihat dunia dengan segala detail dan aksesorinya yang menawan. Rosa sangat bangga pada gaun pengantin ini karena ia mencurahkan segenap kreativitas dan keahliannya dalam menciptakan gaun terbaik bagi Elleard dan calon pengantinnya.
Namun, pada saat yang sama, ia juga merasa sungkan dan tidak enak kepada Elena yang sepertinya sama sekali tidak mengetahui bahwa gaun cantik yang sekarang ia kenakan ini seharusnya dikenakan oleh wanita lain.
Ekspresi rumit di wajah Rosa tidak luput dari pengamatan Elena. Ia mengangkat kedua alisnya dan bertanya kepada sang desainer.
"Ada apa? Apakah gaun ini jelek di tubuhku?" tanya Elena dengan nada kuatir.
Rosa Wang buru-buru menggelengkan kepalanya. "Ti-tidak… sama sekali tidak, Nyonya. Gaun ini… sangat cocok untuk Anda. Saya terpesona hingga kehilangan kata-kata. Anda sungguh cantik."
Elena tersipu-sipu mendengar pujian Rosa. "Benarkah? Aku takut tidak dapat membawakan gaun mahakaryamu dengan sepantasnya."
Rosa tersenyum lebar dan menggeleng. "Tidak, Nyonya. Anda sangat pantas mengenakan gaun ini. Rasanya gaun ini tercipta untuk Anda."
"Terima kasih, Rosa," kata Elena dengan sungguh-sungguh. Ia berdiri dari kursinya dan kembali mematut diri di depan cermin. Penampilannya memang terlihat seperti seorang putri. Elena merasa sangat bahagia.
TOK
TOK
Pintu ruang pengantin diketuk dan serentak pandangan semua orang terarah ke pintu. Elena melihat seorang lelaki separuh baya berambut hitam dan berwajah tegas tampak berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan jas serba hitam dan ekspresinya dipenuhi senyuman.
Elena belum pernah bertemu lelaki ini. Siapa dia?
"Calon keponakanku," laki-laki itu berjalan menghampiri Elena dan mengulurkan tangannya. "Ini Paman Luca."
"Oh.." Elena mengerjap-kerjapkan matanya menatap lelaki setengah baya itu. Ia ingat nama Paman Luca. Elleard mengatakan bahwa pamannyalah yang akan menyerahkan Elena dalam upacara pernikahan nanti. Ia balas tersenyum dan menjabat tangan Luca. "Selamat siang, Paman. Senang bertemu denganmu."
"Tidak usah terlalu formal," kata Paman Luca dengan santai. "Kita adalah keluarga."
Ia lalu menoleh ke belakang dan dua orang gadis masuk lewat pintu. Wajah mereka berdua cantik dan terlihat mirip dengan Paman Luca. Elena segera menduga bahwa kedua gadis ini adalah anak perempuan beliau.
"Ini putri-putriku, sepupu Elleard," kata Paman Luca memperkenalkan kedua anaknya. "Amelia dan Hanna."
"Hai, namaku Amelia," kata gadis yang rambutnya berwarna hitam dan disanggul kecil di atas kepalanya dengan sangat anggun. "Kau terlihat cantik."
"Terima kasih," kata Elena sambil tersenyum malu-malu. Ia dapat melihat bahwa anggota keluarga Osbart sepertinya memiilki gen yang sangat rupawan. Terbukti dari Elleard dan Xavier serta kedua sepupunya ini yang begitu tampan dan cantik.
"Aku Hanna," kata gadis yang satu lagi. Ia menggerai rambut cokelatnya hingga sebatas bahu dan disebelah kanan diberi hiasan dengan jepit mutiara yang cantik sekali. Wajah Hanna terlihat cukup mirip dengan Elleard dan membuat orang akan menduga ia adalah adik Elleard kalau mereka berdiri bersama.
"Senang bertemu denganmu, Hanna," kata Elena dengan senyuman.
Ahh.. Ia senang karena Elleard memiliki keluarga besar yang tampak akrab dengan satu sama lain.
"Semoga kalian nanti bisa berteman," kata Paman Luca dengan bijak sambil menoleh ke arah Elena.
.
.
.
________________________
Dari penulis:
Teman-teman, saya juga barusan publish satu cerita lagi di Webnovel, supaya peluang kita menang WSA semakin besar. Kalian bisa cari dari judulnya ya:
SINOPSIS:
Sejak kematian Melysa, kakaknya yang meninggalkan bayi mungil bernama Liesel, Genevieve yang baru berusia 17 tahun, harus mengambil alih peran sebagai ibu dari bayi tersebut.
Liesel terlahir dari hubungan semalam ketika Melysa dijebak rekan kerjanya yang iri kepadanya dengan seorang laki-laki yang tidak dikenal. Akibat peristiwa itu, Melysa terpuruk dalam depresi dan akhirnya meninggal.
Genevieve harus berhenti sekolah, mencari kerja, dan membesarkan Liesel sendirian. Hidupnya sangat berat dan penuh penderitaan, hingga pada suatu ketika, ia bertemu CEO tampan dari grup Wirtz tempat ia bekerja dan mereka saling jatuh cinta. Namun ketika cinta mulai bersemi, rahasia kelam di masa lalu membuat hati Genevieve terluka dan memutuskan untuk pergi.
***
Adler Wirtz tidak pernah jatuh cinta kepada wanita manapun sebelum ia bertemu Genevieve. Pengalaman buruk 4 tahun lalu ketika ia dijebak mantan kekasih untuk tidur dengan seorang wanita tidak bersalah membuatnya trauma.
Selama bertahun-tahun ia menyimpan rahasia kelam itu, sambil berusaha mencari wanita yang tidur dengannya empat tahun lalu itu, setidaknya untuk menunjukkan tanggung jawab.
Namun sayang, ketika Adler mulai membuka hati kepada Genevieve, rahasia masa lalunya terkuak ke permukaan bersama dengan munculnya anak perempuan yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Hidup Adler serentak berubah dan hubungannya dengan Genevieve pun hancur.
Apakah Genevieve akan dapat memaafkan Adler dan melupakan dendam masa lalu? Ataukah ia akan meninggalkan Adler selamanya?