Chereads / Istri Rahasia Sang Mafia / Chapter 32 - Berdansa

Chapter 32 - Berdansa

"Oh… Nyonya Romelle, senang bertemu dengan Anda," kata Elena sambil tersenyum.

Ia merasa malu karena langsung berasumsi bahwa wanita cantik di depannya ini masih lajang. Ia menduga lelaki tinggi besar yang berdiri di samping Lisa sebagai suaminya. Ah, ya… pasti begitu.

Elena lalu menoleh ke arah Elleard hendak meminta diperkenalkan kepada sepasang tamu ini, tetapi ia tertegun dan mengurungkan niatnya untuk bicara karena menyadari ekspresi suaminya terlihat kaku dan dingin.

Apakah Elleard tidak menyukai Lisa? Kenapa ekspresinya begitu? Kalau memang hubungan pertemanan di antara mereka tidak baik, kenapa ia mengundang Lisa ke acara pernikahan?

"Sekali lagi, selamat atas pernikahan kalian. Aku turut berbahagia," Lisa buru-buru bicara untuk mencairkan suasana. Ia menyentuh lengan Elena dan menatapnya dengan senyuman.

"Aku… ingin tinggal untuk pestanya, tapi sayang sekali tubuhku sedang tidak sehat. Aku ke sini hendak berpamitan sekaligus mengucapkan selamat kepada kedua pengantin." Lisa lalu menoleh ke arah Elleard dan memaksakan senyum yang sama tetap menghiasi wajahnya. "Sekali lagi… selamat El, semoga kau berbahagia. Aku sungguh-sungguh.."

Elleard menatap Lisa dengan pandangan dingin, ekspresinya masih datar dan ia tidak berkata apa-apa. Elena menjadi canggung dan tidak enak kepada Lisa. Ia tidak mengerti apa masalah di antara suaminya dan pasangan Romano ini.

Karenanya, Elena berusaha menengahi dan bicara mewakili Elleard untuk menerima ucapan selamat dari Lisa.

"Terima kasih kalian sudah datang. Aku harap kau segera pulih dan kita bisa berjumpa lagi," kata Elena sambil tersenyum manis.

"Terima kasih," kata Lisa. Ia lalu menoleh ke arah suaminya dan memberi isyarat bahwa ia ingin pulang. Edward mengiyakan dengan pandangannya.

Lisa dan suaminya lalu mengangguk ke arah Elleard dan berjalan pergi. Elleard dan Elena memperhatikan kedua berlalu hingga hilang dari pandangan.

Setelah kepergian Lisa, suasana pesta menjadi berubah. Tamu-tamu tidak lagi merasa canggung merayakan pernikahan Elleard dan Elena. Mereka sungguh berbahagia untuknya dan terlepas dari apa pun alasan Elleard menikah, mereka hanya berharap pria itu akan dapat hidup tenang dan menjalani kehidupan yang bahagia.

Keluarga Osbart terkenal memiliki kehidupan keluarga dan pernikahan yang harmonis. Jadi, kalau sampai Elleard memutuskan untuk menikah sekarang, mungkin karena ia memang ingin melanjutkan hidup.

Dari pengamatan mereka, Elena terlihat seperti gadis yang baik dan tidak memiliki latar belakang yang meragukan. Kalau ia dapat menerima Elleard apa adanya dan menjadi istri yang baik bagi pria itu, mereka yakin ia akan hidup bahagia sebagai nyonya besar keluarga Osbart.

Elena tak henti-hentinya tersenyum. Pesta pernikahannya terasa seperti dongeng. Semuanya terlihat sangat indah, mewah, dan membahagiakan. Ia duduk di pangkuan Elleard di sepanjang acara dan pria itu tampak memanjakannya di depan mata semua orang.

Memang di pertengahan acara ia mulai terlihat banyak diam, tetapi Elena mengira itu karena Elleard kelelahan. Ia sama sekali tak menghubungkan perubahan sikap Elleard dengan kepergian Lisa Romelle.

Di pesta pernikahannya itu, bisa dibilang hanya Elena satu-satunya orang yang tidak mengerti apa yang terjadi di sekitarnya, dan tentu saja demi menghargai Elleard, mereka tidak akan bicara apa pun kepada Elena.

Kepolosannya yang membuat Elena sama sekali tidak menyadari betapa mirip penampilannya dengan Lisa membuat gadis itu tidak merasa sedih di hari pernikahannya sendiri. Ia dapat tetap tersenyum dan berbahagia.

"Apa kau tidak lelah?" bisik Elena ke telinga Elleard saat menyadari suaminya tampak termenung dan tidak bicara sama sekali ketika orang-orang di sekitar mereka sedang bergembira. "Kau mau aku turun?"

Elleard mengangkat wajahnya dan menatap Elena datar. "Aku tidak merasakan berat tubuhmu. Aku tidak lelah."

Ada nada getir yang tidak kentara dalam suaranya yang gagal dikenali oleh Elena. Gadis itu segera menekap bibirnya dan mendesah dengan ekspresi menyesal.

Ahh.. mengapa ia tidak sensitif? Tentu saja dengan kondisinya seperti ini, Elleard tidak dapat merasakan apa pun dari pinggang ke bawah.

Kalaupun Elena duduk di pangkuannya seharian, Elleard tetap tidak akan merasa berat atau kelelahan.

"Ma-maafkan aku… Aku tidak bermaksud…" Elena tergagap menyatakan permintaan maafnya.

Elleard melengos. Ia tidak marah. "Tidak apa-apa. Kau boleh turun."

Elena menggigit bibir, tidak tahu harus berkata apa. Ia tiba-tiba merasa dirinya telah menyinggung Elleard. Ahh… seharusnya tadi ia tidak salah bicara.

"Aku mau mengambil minuman. Apakah kau mau?" tanya Elena setelah ia turun dari pangkuan Elleard. Ia hendak menenangkan diri dan mencari minuman. Mungkin segelas wine akan dapat membuatnya lebih tenang.

"Tidak usah," kata Elleard datar. Ia menatap ke arah tengah pesta di mana orang-orang saling berdansa dengan pasangan masing-masing dan menikmati kemesraan. Sepertinya hanya di pernikahan ini sang mempelai lelaki dan perempuan justru sama sekali tidak berdansa.

Hal ini membuat Elleard merasa getir. Ia ingat saat-saat indah ketika ia berdansa romantis dengan Lisa. Wanita itu akan memeluk erat pinggangnya dan menyandarkan kepalanya ke dada Elleard. Saat itu, dunia hanya milik mereka.

"Kau mau berdansa?" tanya Elleard tiba-tiba saat Ellena berbalik hendak mengambil minuman. Wanita itu terhenti di tempatnya dan memutar tubuh untuk melihat Elleard dan bertanya apa yang ia maksudkan dengan berdansa.

"Huh?" tanya Elena tidak mengerti.

"Kau mau berdansa?" Elleard mulai kesal karena ia harus mengulang kata-katanya, tetapi ia tidak menunjukkannya di ekspresi wajahnya karena ia tahu Elena belum terbiasa dengan apa yang ia suka dan tidak sukai.

Bagaimanapun wanita ini adalah istrinya, bukan anak buahnya yang bisa seenaknya ia hukum kalau membuatnya kesal.

"Oh..." Elena mengerjap-kerjapkan matanya dan memandang ke sekeliling. Ia juga melihat para pasangan yang berdansa.

Amelia tampak berdansa dengan seorang tamu pria yang tampan dan mereka tertawa kecil sambil membicarakan sesuatu di tengah dansanya. Hanna juga begitu. Tamu-tamu yang lain juga tampak bersenang-senang.

Karena Elena tidak segera menjawab, Elleard menjentikkan jarinya ke arah Xavier. Adiknya yang sedang tadi mengamati interaksi kakaknya dan Elena mengerutkan keningnya keheranan. Ia tidak tahu apa yang diinginkan kakaknya dengan memanggilnya begini.

"Ya?" tanya Xavier dengan suara dalam dan tak acuh setelah ia tiba di samping Elleard.

"Bawa Elena berdansa," kata Elleard. "Ini hari pernikahannya. Seharusnya ia berdansa."

Elena buru-buru melambaikan tangannya dan berusaha menolak. "Aku tidak apa-apa. Aku tidak ingin berdansa."

Kalau Elleard menyuruh Paman Luca atau salah satu sepupunya yang mendampingi Elena untuk berdansa, mungkin Elena mau melakukannya. Namun Elleard menyuruh Xavier...

Sejak bertemu Xavier di mansion ini pertama kalinya, Elena sudah mengira Xavier tidak menyukainya. Terlihat jelas pria itu selalu memasang ekspresi dingin dan ketus setiap kali ia melihat Elena.

Mungkin dia benar-benar menganggap Elena tidak pantas untuk kakaknya.

Jadi... tentu saja Elena selalu merasa sungkan ada di sekitar Xavier.

Xavier mengangkat sebelah alisnya dan menoleh ke arah Elena. Ia melihat gadis itu dari atas sampai bawah, seolah menilai apakah Elena pantas berdansa dengannya. Ahh.. kenapa gadis miskin ini bisa terlihat sangat seksi setelah mengenakan pakaian mahal? pikir Xavier.

Ia mengakui selera kakaknya. Elleard tahu pakaian seperti apa yang akan mengeluarkan kecantikan dan keseksian terbaik seorang wanita. Xavier mengamati bahwa sejak Elena pindah ke mansion ini, penampilannya semakin hari menjadi semakin menarik.

Mungkin... ia malah jauh lebih cantik dari Lisa dalam gaun pengantin yang sama ini. Xavier pernah melihat Lisa mengenakan gaun ini saat ia dan Elleard datang ke New York untuk mengunjungi Rosa Wang. Lisa terlihat cantik dan seksi.

Tapi Elena sekarang... jauh lebih cantik dan seksi daripada Lisa waktu itu.

"Kau adalah bestmanku, kau yang harus mewakiliku berdansa dengan pengantinku," kata Elleard lagi.

Xavier menatap kakaknya dan kemudian mengangguk. Dengan ekspresi datar ia mengulurkan tangannya ke arah Elena.

Semula Elena tidak mau menerima tangan Xavier, tetapi tatapan menusuk pria itu membuatnya seolah tak dapat membantah. Akhirnya dengan gemetar ia menyentuh tangan Xavier yang segera menariknya ke tengah taman dan berdansa mengikuti alunan musik.